[1] Ciel

3.2K 354 336
                                    

SERIES LANJUTAN DARI >> UNWRITTEN PART

•••

Cielon pikir, kesialannya sudah menyentuh batas akhir dengan terpelesetnya dia di kamar mandi secara tidak elegan pagi ini. Namun ternyata Tuhan masih murah hati, Tuhan menambahkan sentuhan akhir dengan mendatangkan makhluk pembawa sial tepat di depan pintu rumahnya pagi-pagi sekali yang bahkan dimana ayam pun belum berkokok.

Remaja idiot pemilik senyuman memikat-menurut orang-orang selain Ciel- itu berdiri lengkap dengan seragam sekolahnya yang tak rapi, lihat saja kerahnya berantakan, dasinya terikat longgar dan juga lengannya dia gulung tiga centi. Ia senyam-senyum menjijikkan lalu dengan tak tahu malunya kemudian meniupkan fly kiss pada Cielon.

Tanpa basa-basi Cielon langsung membanting pintu itu tak peduli dengan tata krama pertamuan. Dia membalik badan sambil tangannya Ciel kepal kuat, memaki pemuda berotak bodoh yang selalu saja mengganggunya. Setiap waktu. Setiap Ciel bernafas. Dasar orang gila.

"Ciel~ Buka pintunya."

Buka pintu? Halooo? Ciel lebih memilih memanjat pohon pinang sambil memakai baju rumba dari pada membukakan pintu untuknya. Awalnya Ciel berniat mengabaikan rengekan di luar dan kembali ke kamar, tapi dia melihat sang ayah berjalan dari tangga menuju ke arahnya. Oh sial.

"Sayang? Siapa itu di luar? Kenapa tidak disuruh masuk?" Dominic mengerutkan dahinya mendengar pintu terus diketuk-ketuk.

"Tidak ada siapa-siapa, ayah."

"Paman Domi~ Ini Lion. Tolong buka pintunya, Lion dikejar beruang."

Cih. Orang gila mana yang percaya dengan ucapannya itu?

"Astaga, itu suara Dandelion." Kaget Dominic setengah panik. "Kenapa kau membiarkannya diluar, Ciel!? Ada beruang yang mengejarnya!"

Oh, tentu saja. Siapa lagi yang akan percaya selain ayahnya sendiri yang sama idiotnya seperti dia.

Well, dan disinilah Ciel sekarang. Di meja makan bersama ayahnya dan satu makhluk tak kasat mata yang sejak tadi coba Ciel anggap tidak terlihat. Tapi ya bagaimana mungkin? Posisi mereka yang berhadapan membuat setiap Cielon menatap ke depan maka senyuman mematikan Dandelion siap menyambutnya.

Suara denting sendok dan garpu terdengar mendominasi disana.

"Ayo tambah nasi lagi, Lion. Jangan malu-malu." Dominic menawarkan.

"Iya tentu saja, paman Domi." Lion menyengir lebar, mata kelamnya yang cantik tak melepaskan pandangan dari Cielon yang masih menyantap roti isinya dengan wajah ditekuk.

"Apa Ciel memang selalu makan roti isi setiap pagi," Posisi berhadapan mereka membuat kaki jenjang Dandelion leluasa terjulur kurang ajar menyapa sepasang kaki putih mulus milik Ciel untuk memberikan usapannya disana, lalu anak itu kembali tersenyum manis menatap Dominic. "Paman?"

"Ya, sejak kecil Ciel tidak terbiasa makan nasi kalau sarapan. Dia suka roti isi." Jawab Dominic bersemangat yang mana Dandelion sudah hapal kalau Dominic sangat suka membahas segala hal tentang Cielon putra semata wayangnya, namun sang ayah tak menyadari mata anaknya saat itu sudah mau keluar dari sarangnya gara-gara ulah Dandelion.

"Ah, kalau papa Darren sering membiasakanku makan nasi setiap pagi. Katanya itu bisa membuat kita lebih bertenaga di sekolah."

Masih dengan mengelus-elus kaki Cielon di bawah meja, dengan tak berdosanya dia malah mengobrol akrab dengan ayahnya, begajul sialan.

"Papamu memang benar, Lion. Kita butuh makan nasi setiap pagi. Nasi mengandung banyak protein. Dan protein menambah banyak tenaga."

Dandelion mengangguk, kembali menatap Cielon dengan senyum jenakanya kali ini, lalu dia berucap sesuatu seperti bisikan yang tak bisa didengar Dominic dan memang terkhususkan untuk didengar Ciel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit dan Obatnya [SungJake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang