Bab 55

81 3 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Malam menyelimuti. Firman merasa tubuhnya kaku, terlebih lagi selama nyaris dua hari, kedua tangannya masih terikat ke belakang dan semua anak buah Yudi melancarkan pukulan demi pukulan agar membuat Firman kehabisan darah.

Pandangannya kini memburam. Dia tak sanggup lagi untuk bertahan, bahkan serangan tongkat besi terus menghujam kepala juga lengan. Pernapasannya semakin meredup tiap detiknya. Cahaya di sekitar memudar dalam matanya. Entah kapan mereka menghentikan tindakan mereka yang makin brutal terhadapnya. Firman anggap dirinya telah berada di ambang kematian.

Yudi terus memantau situasi, seraya tetap mengendalikan penyiksaan, harap-harap melihat Firman merundukkan kepala dan akhirnya tumbang.

Merasa belum puas, tangannya yang tetap memegang erat tongkat besi, mengarahkannya ke leher sebelah kiri Firman, lalu ke bagian belakang punggungnya. Setiap pukulan yang diberikan menimbulkan percikan darah segar.

"Wah, bau anyir menyeruak seluruh rumah ini!" seru Yudi melontarkan kata-kata dengan nada kemenangan yang terdengar menggema. "Sebentar lagi kamu akan pergi meninggalkan dunia ini, dan kamu nggak bakal melihat senyuman istri kamu lagi."

Firman tak lagi memberikan respons apa pun, hanya helaan napas berat yang terus terdengar, mengisi ruangan dengan keputusasaan. Bahkan kini Firman terdiam, wajahnya penuh dengan jejak pukulan dan luka-luka yang mengalirkan darah.

"Sudah siap mati?" Yudi memajukan langkah mendekati tubuh Firman yang penuh dengan darah. "Tampaknya aku nggak perlu menunggu lama agar nyawamu melayang sekarang."

Suara Yudi masih jelas terdengar di pendengaran Firman Meskipun Yudi merayakan kemenangannya sangat antusiasi, Firman masih memiliki tekad yang tak tergoyahkan. Walau tubuhnya terasa rapuh, dia berusaha memusatkan pikirannya pada hal-hal yang bisa memberinya kekuatan.

Dengan susah payah, Firman mengangkat kepalanya yang terkulai. Matanya terbuka sedikit, menatap wajah Yudi yang penuh dengan senyuman jahat. Meski suaranya lemah dan napas terengah-engah, Firman bersikeras untuk menyampaikan pesannya.

"Kamu pikir ... aku ... akan segera mati?" ucap Firman dengan suara gemetar, diiringi oleh napas tak beraturan. "Aku ... bakal tetap ... bertahan."

"Kamu yakin dengan hal itu, Pak Firman?" Yudi bertanya dengan nada meremehkan. "Ingat, tidak ada yang menyelamatkan kamu kali ini. Mira dan Lexi bahkan nggak mau repot-repot ke sini. Mira bahkan sudah menyerah. Percaya saja, kamu bakal kehabisan tenaga karena pukulanku dan anak buahku. Dan lihatlah dirimu, penuh dengan darah."

Walaupun terasa kesakitan di setiap inci tubuhnya, Firman tetap memilih untuk bertahan. Firman yakin dia masih kuat, terbukti dia mampu berucap meski tersendat barusan.

Yudi bersiul memanggil salah satu anak buahnya yang berjaga di belakang. Anak buahnya merespons cepat.

"Kalau dia ambruk, pastikan kamu cek apakah dia benar-benar mati atau hanya berpura-pura," perintah Yudi sambil menegakkan tubuhnya dengan bantuan tongkat besi yang dipegangnya. "Aku akan pergi sebentar untuk menyiapkan rencana selanjutnya."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang