Gadis itu terlihat buru-buru menuruni angkot dan bergegas ke pelataran RS. Terlihat dari wajahnya betapa paniknya dia sekarang. Tanpa pikir panjang saat mendengar orang yang dia sayang masuk RS, dia langsung bergegas. Jantungnya seakan copot di tempat. Bagaimana tidak orang yang dia lihat sehat walafiat tadi malam tiba-tiba dikabarkan masuk RS. Pakaian sekolahnya pun tidak dia ganti saking paniknya.
"Mbak, pasien yang bernama Erdian ada dimana, ya?" tanyanya ke resepsionis.
"Tunggu sebentar, Dek." Perawat yang jaga mulai mencari nama itu pada komputer di depannya. "Erdian siapa?" tanya perawat sesaat setelah mengetik nama tersebut.
"Erdian kakak saya, Mbak." Perawat tadi terdiam sebentar mendengar jawaban gadis di depannya tersebut.
"Maksud saya nama panjangnya, Dek," jelasnya.
Ahh, rupanya adek di depan ini salah tangkap maksud perawat di depannya. Nama Erdian pasti banyak, apalagi ini RS besar.
"Ohhh..." Gadis tersebut menggaruk kepala canggung, mungkin malu juga. "Erdian Sandi Wirata, Mbak." Namun secepatnya wajah kikuk ikut berubah. Ada yang lebih penting dari rasa malunya sekarang.
Setelahnya perawat itu kembali fokus ke komputernya. "Tidak ada yang namanya Erdian Sandi Wirata, Dek," ujarnya setelah beberapa menit fokus ke layar di depannya.
Gadis itu seketika mendongak menatap ke arah mata perawat tersebut.
"Bagaimana bisa!" gumamnya tak percaya. "Tapi katanya dia ada disini, Mbak. Beberapa menit lalu di bawa. Coba periksa lagi."
Perawat itu mematuhinya, lalu beberapa saat kembali mengangkat wajahnya, menatap ke arah gadis tersebut.
"Tidak ada yang Namanya Erdian Sandi Wirata, Dek. Tapi kalau hanya Erdian, iya ada. Beberapa jam tadi dibawa—"
"Itu mungkin kakak saya, Mbak. Boleh minta nomor kamarnya nggak?" Gadis tersebut menyambar cepat, memotong ucapan perawat tadi.
"Oohh... iya, tentu."
Dan di sinilah gadis itu berada sekarang—lantai dua rumah sakit dengan kertas di tangannya.
"Dahlia 2B."
Dia celingukan ke sana kemari melihat pintu setiap ruang yang dilewatinya.
"Mawar 1. Mawar 2. Mawar 3."
Gadis itu membaca setiap kamar yang dia lewati hingga... finish! Dia berhasil sampai di kamar Dahlia.Tapi... eits, tunggu. Dia mengecek kembali kertas di tanganya, berharap cemas yang dia lihat salah.
"Nggak mungkin itu kamar inap Kakak Ian. Tapi tulisannya—Dahlia 2B." Gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Disana, di depan kamar itu sudah berkumpul sanak saudara pasien (kelihatannya seperti itu), tapi yang jadi masalah, tak satupun dari orang itu yang dia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Last Wish
Teen FictionAku mencintaimu karena Tuhan menghadirkanmu untukku. Tidak ada alasan lain. Tapi, nanti, jika janjiku untuk selalu disisimu direnggut takdir, aku ingin kamu bisa melupakanku. Jangan pernah ingat aku jika itu alasan kamu terluka. Kamu pernah tanya a...