by sirhayani
part of zhkansas
...
Kami hanya pergi bertiga. Tanpa ada orang dewasa. Ah, tidak. Bukan tanpa orang dewasa, toh kami bertiga sudah ada di umur yang dewasa yaitu 17 tahun.
Setelah turun dari stasiun Tugu, kami langsung pergi ke hotel sekitar Malioboro yang sudah dipesan oleh Ivy sebelumnya. Kami sengaja memilih lokasi hotel di dekat Malioboro karena di sekitar sana terdapat banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di luar daftar kunjungan tempat wisata lain yang lebih jauh. Selain itu, ada banyak jajanan dan kerajinan tangan.
Hari pertama kami ke tempat wisata yang cukup jauh dan salah satunya adalah Prambanan. Jogja di siang hari sungguh panas. Ada banyak pengunjung yang datang berfoto di sekitar candi. Dena tak pernah lepas dari kamera. Ivy tak bisa berhenti merekam. Mereka terlihat seperti baru pertama kali mengunjungi Prambanan dan ternyata kenyataannya memang begitu. Mereka memang lebih sering liburan ke luar negeri dibanding liburan di wisata-wisata dalam negeri.
Sementara aku sibuk menatap warna langit yang cantik di samping Jogga yang terasa membakar tubuh. Hanya sedikit awan yang terlihat. Langit dipenuhi oleh warna biru yang indah.
Dalam waktu tiga hari nanti kami akan ke berbagai tempat wisata. Hanya saja, kami tak bisa mengunjungi semua tempat dengan waktu seterbatas itu. Hal yang pasti adalah hari terakhir harus ke pantai. Ada beberapa pantai di Jogja dan kami harus memilih salah satunya. Sepertinya, kami akan meminta saran pemandu.
Sekarang adalah malam kedua kami berada di Kota Jogja dan sedang bersiap-siap untuk ke Malioboro. Aku ikut membuka koperku dan mengambil pakaian ternyaman yang sudah kusiapkan.
Kami selesai mengganti pakaian dan keluar dari hotel. Dena dan Ivy tak lupa membawa kamera mereka. Aku hanya membawa ponsel karena berniat untuk melakukan panggilan video dengan Kaisar.
Sepanjang jalan Malioboro sungguh ramai. Orang-orang berlalu lalang. Suara musik tradisional terdengar dari jauh. Sepertinya itu suara angklung. Terlihat orang-orang berkerumun mengelilingi asal suara dari musik yang mengalun indah. Dena dan Ivy berlari sambil mengarahkan kamera mereka. Aku buru-buru mengalungkan tali ponselku dan segera menghubungi Kaisar untuk memperlihatkan kepadanya apa yang rencananya akan aku tonton.
Kaisar langsung menerimanya. Hanya ada warna hitam di layar. Kaisar sepertinya sengaja menutup kamera belakangnya.
"Apa?" tanya Kaisar di seberang sana.
"Kamu lihat nggak?" tanyaku sembari memperlihatkan orang-orang yang sedang berkerumun. Aku menyorot Ivy dan Dena yang sedang melompat di belakang orang-orang yang juga sedang menonton.
"Jangan jauh-jauh dari temen-temen kamu," katanya, membuatku lagi-lagi merasa malu mendengarnya.
"Kalau pun kepisah, apa gunanya handphone? Kalaupun handphone mati, bisa langsung ke hotel," kataku sambil mengibaskan tangan agar masuk tangkapan kamera. Aku terus berjalan mendekati kerumunan itu. "Kamu lagi belajar?"
"He'em."
"Belajar apa?" tanyaku basa-basi.
"Ekonomi."
"Ivy! Dena!" teriakku pada dua orang yang saat ini sedang berfoto. "Kalian mau gue fotoin nggak?"
"Bertiga, dong!" seru Ivy sambil melihat sekitar. "Aduh, siapa yang bisa dimintai tolong, ya?"
"Udah gue bilang, kan, harusnya Kaisar ikut. Dia bisa jadi serbaguna di sini. Bisa jadi kang fotografer padahal," kata Dena dengan ekspresi kecewa.
Ivy menghentikan seorang perempuan bule dan mengajaknya bicara. Dia berhasil meminta tolong pada orang itu. Perempuan itu justru tersenyum dengan tulus. Ivy, aku, dan Dena segera mengambil posisi dengan buru-buru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Paradox
Teen FictionSELESAI ✔️ Aku memejamkan mata. Ingatan samar kembali muncul. Kegelapan dan sesuatu seperti petir muncul di mana-mana. Hawa panas, rasa takut, tangisan pilu yang terus memanggil-manggil papa. Rasa terbakar di kaki yang bekasnya sampai sekarang. Inga...