01. Ale dan Marka

18 1 0
                                    

•••


"Sayang?"

Yang dipanggil menoleh, menemukan Marka yang baru keluar dari kamar mandi hanya dengan tubuh terbalut handuk sebatas pinggang.

Ale hanya menanggapi dengan deheman sekadarnya.

"Hei, nggak mandi?"

"Sebentar, aku masih malas.." jawabnya yang hanya serupa dengungan.

Matanya justru fokus memindai tubuh bagian atas lelaki yang lebih tua. Ada jejak air yang bergulir di atas kulit Marka, bekas mandi yang tidak dikeringkan dengan benar hingga membuat anak sungai yang membuat tubuhnya jauh lebih seksi di mata si pengamat.

Marka juga punya massa otot yang terbentuk sempurna hasil latihan rutin di gym langganan setiap akhir pekan. Ale sudah hapal jadwal ini di luar kepala, sebab Marka selalu memaksanya untuk ikut olahraga yang berakhir dia hanya akan duduk-duduk santai hingga Marka selesai.

Otot bisep trisepnya timbul dengan ukuran yang pas, tidak berlebihan. Bahunya lebar dan liat, yang terlihat akan sangat nyaman sekali untuk dijadikan sandaran.

Punggungnya kokoh, dan bayangan petak-petak perut yang dilihatnya semalam muncul lagi di kepalanya dengan sempurna.

Badan Marka memang seindah itu.

Ale sering mengagumi hal itu, jujur saja, bahkan sering blak-blakan mengatakannya.

Dan kulitnya yang sedikit cerah memikat erat perhatian Ale. Apalagi, jika kulit itu dapat Ia jadikan kanvas untuk jejak-jejak bercinta mereka di malam-malam yang memabukkan keduanya.

Andai saja.

Sangat disayangkan Ale tidak pernah bisa membubuhkan tanda kepemilikan pada tubuh pria itu. Tidak sepertinya yang nyaris seluruh tubuh terdapat jejak merah keunguan yang tentu, akan membayanginya dalam beberapa hari ke depan dan ingatan tentang kegiatan yang menggairahkan takkan terelakkan.

Lalu pikirannya menyimpulkan satu fakta yang sepertinya juga diakui banyak orang di luar sana:  Marka adalah gambaran pria idaman.

Pria itu tampan, mapan, gentle dan maskulin di satu waktu, serta panas di ranjang, yang ini sih tidak perlu diragukan. Ale sudah menguji langsung.

Tapi mana ada manusia sempurna? Setidaknya dia tidak mengenal orang yang behkan mendekati kata itu.

Ale sadar dirinya seringkali kontra dengan pikirannya sendiri.

Barusan, dia memuji Marka layaknya pria dominan paling sempurna, tapi seiring matanya yang merekam gerak-gerik pria itu; membuka lemari, memilah baju yang ingin dikenakan, melepas handuk hingga telanjang bulat, mengenakan pakaian, berkaca, memasang arloji, bersiap dengan barang-barangnya, mengecup dirinya dan mengucap beberapa patah kata penuh perhatian, lalu menghilang di balik pintu apartemennya.

Seperti biasa.

Rutinitas yang selalu sama, selalu sama, membuatnya perlahan jemu.

Pria idaman tidak selamanya menarik, khusunya di mata Ale yang mudah bosan.

Dia lupa alasan mengapa dirinya bisa begitu memuja pria itu bagaikan dia satu-satunya pria paling oke sejagad raya. Kenapa ya?

Ale membuat tubuhnya terlentang. Tak peduli selimutnya telah tersingkap hingga mempertontonkan bagian tubuh atasnya yang polos tanpa pakaian.

Lagipula, tak ada orang disini selain diirnya. Marka yang memujanya semalam sudah raib ditelan fajar, kembali menyadarkaannya akan kenyataan pahit yang harusnya sudah dapat menariknya dari hubungan mereka yang keliru.

𝑯𝒊𝒓𝒂𝒆𝒕𝒉 | 𝑱𝒂𝒆𝒎𝑹𝒆𝒏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang