Octagon 3 - 142 : Jalan yang Dibuka

335 30 24
                                    

Begitu Junhong membalas ciumannya, tubuh Yeosang merinding seketika. Ada adrenalin yang berpacu, bahwa semua ini salah, dan karena salah, rasanya sangat mendebarkan.

Sentuhan Yeosang di kedua lengan Junhong pun, hanya berupa sentuhan. Yeosang tak kuat dan tak kuasa. Lebih merinding daripada saat ketika ia bersama Yunho.

Apa karena dulu, Yeosang tak terikat siapapun?

Atau karena Junhong memang merangsang gairah seksualnya, lebih dari bagaimana ia hanya menerka pada Yunho dahulu.

Karena untuk Junhong... sepertinya tak bohong, lelaki itu, sungguh handal untuk menguasai seseorang.

Contohnya seperti sekarang.

Tubuh Yeosang langsung merosot begitu saja, begitu Junhong membawanya ke kasur, dan menidurkannya, serta menindihnya kemudian. Tanpa melepaskan ciuman yang tak boleh bersuara, dalam kegelapan.

Walau tempat mereka terpisah, tetap, tak boleh meninggalkan jejak, bukan?

Yeosang pasrah saar Junhong mengapit lidahnya, mengulum dan menghisap. Yang sebenarnya, Serim pun handal untuk ini, namun dengan Junhong rasanya lain.

Berbeda.

Yeosang terus-menerus merinding akan sentuhannya.

Sampai tak kuasa sekali, untuk mengontrol kedua tangannya, yang terjatuh begitu saja. Tepatnya saat Junhong dengan berani menyelipkan satu tangannya ke dalam piyama yang Yeosang kenakan, yang tak ditolaknya.

Sentuhan Junhong, dengan tangan besarnya, seperti milik Yunho, meraba perut ratanya. Naik, menuju kedua dadanya dan langsung menekan, juga memelintir putingnya.

Yeosang terlalu sensitif—tubuhnya memang seperti itu.

Dahulu, Yeosang merasa malu. Setiap ditampar atau dipukul temannya, bekas memerahnya sulit hilang. Setiap tak sengaja terbentur, kulitnya langsung membiru.

Yeosang pernah berharap, tak memiliki kulit, dan diri se-sensitif ini.

Kini Yeosang bersyukur.

Yeosang sudah mempelajari dari dua; Yunho dan Serim, sama-sama menyukai, betapa sensitifnya tubuh Yeosang ketika menerima rangsangan. Seolah, seluruh sarafnya terbuka, menerimanya secara bersamaan.

Sehingga, tak butuh waktu untuk putingnya mencuat, tak butuh waktu untuk pahanya gemetar, dan tak butuh waktu untuk penisnya mengeras.

Yeosang tahu Junhong mengetahuinya.

Maka, sambil menghisap bibir bawahnya, Junhong berbisik, meminta Yeosang menahan suaranya. Karena ya, suaranya juga sulit ditahan.

Tak sadar Yeosang, bahwa Junhong membuka satu per satu kancing kemeja piyamanya, sampai terbuka seluruhnya. Lalu secara agresif melepas tautan bibir setelah meninggalkan hisapan kuat yang rasanya membuat bibir Yeosang bengkak. Junhong turun sampai di dadanya, dan tak sungkan, langsung menjilat juga mengemut puting Yeosang.

Seolah memang sudah ada persetujuan.

Di mana memang Yeosang tak menolak.

Yeosang hanya mencoba menyentuh rambut Junhong dengan kedua tangannya, meremasnya tak sanggup, saat titik sensitifnya itu terus dihisap. Bahkan juga digigit, pun diemut secara keras dan kuat.

Sampai punggung Yeosang melengkung.

Dan itu bagaimana Yeosang tak tahan, sampai pada puncaknya secara tak terduga, baru dari sentuhan tersebut.

"A-annhh—!"

Tak tuntas desahan pelepasannya, karena Junhong langsung menutup mulutnya dengan satu tangan, dan tergesa menurunkan tangan yang lain sampai di penis Yeosang, untuk mengocoknya. Memompanya dari dalam celana longgar piyama tersebut, dan menariknya keluar—membantunya untuk mengeluarkan seluruhnya.

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang