Chapter Five: Truth Hurts - 2

393 78 15
                                    

Sudah resmi, Yerim memiliki tato. Sebuah gambar kecil di dekat telinga. Itu menurutnya cukup untuk saat ini. Di masa depan, dia mungkin akan membuatnya lagi, apabila itu diperlukan.

Bekas kemerahan cukup menyakitkan, gadis itu berkali-kali meringis. Tangannya gatal ingin terus menyentuh. Lebih dari itu, hatinya jauh lebih tenang. Setidaknya dia tidak merasakan sakit yang berarti lagi.

Pagi merangkak pelan-pelan, langit malam bulan separuh menjadi pemandangan bagi mereka yang memilih untuk duduk di pinggir sungai daripada mengistirahatkan punggung. Sambil memeluk lutut, gadis itu sedang melamun. Pikirannya melayang, ada banyak kenangan menggenang di kepalanya ketika dia berada di tempat ini.

Jake kembali dengan dua kaleng minuman dari minimarket terdekat yang dia temukan. Dia terkejut ketika melihat Yerim justru berada di luar mobil menghadapi udara dingin daripada tetap di dalam mobil.

"Kau tidak kedinginan?"

Lamunan Yerim terhenti, dia refleks menoleh dan mendapati minuman dingin tersentuh pipinya. "Ini dingin sekali."

Sudut bibir Jake tertarik, dia tahu jawaban itu tidak sesuai konteks. Tetapi melihat gadis itu tidak bergerak dan menikmati minumannya, dia akhirnya mengambil tempat di sana.

Tidak banyak orang di sana. Seoul memang kota yang tak pernah tidur, tetapi di waktu ini manusia memang lebih suka berada di kasur mereka. Pemuda yang penuh dengan logika itu tidak mengerti dengan apa yang dia lakukan sekarang, tetapi dia cukup setia untuk menemani gadis yang seharusnya menjadi musuhnya saat ini.

"Kita bertahan di sini sebentar, boleh kan?" tanya Yerim pelan. "Apa kau sudah mengantuk?"

Jake hanya mengangkat kaleng minuman yang dia pegang--kopi. Itu sudah cukup menjawab pertanyaan Yerim: dia baik-baik saja sekarang.

Yerim tersenyum senang, kemudian kembali merenung menatapi air sungai yang tenang. Dia kembali pada aktivitas mengenangnya, mengingat kembali masa lalu yang tidak bisa dia temui lagi.

Jake di sisi lain juga ingin bersantai. Dia ingin berbaring sambil menatap langit, sayang sekali rumput di sekitar mereka basah. Kalau berdasarkan keinginan, dia lebih suka menghangatkan diri di dalam mobil. Namun dia juga enggan meninggalkan Yerim yang menurutnya ingin berada di sana.

"Jadi .... " Jake lebih dulu bicara, ".... mau mengatakan sesuatu?"

Tidak tahu apa yang ada dipikirannya, ketika Yerim berbalik, gadis itu sedang tersenyum. "Hm?"

Jake balas berekspresi bingung, ingin lebih banyak jawaban.

"Membicarakan apa?" tanya Yerim lagi.

"Apapun. Maksudku ... pasti ada sesuatu yang mau kau bicarakan, bukan? Tentang tato, tempat ini, atau bisa juga alasanmu mengajakku?"

Suasana hati Yerim sepertinya sangat baik sampai senyuman di wajahnya terasa sangat murah. "Aku kira kau bukan tipe orang yang penasaran."

"Or you just don't want to talk about it. Fine, I'm getting used to it."

Daripada mengulang-ulang rasa penasaran yang tidak terjawab, Jake memilih mengeluarkan benda lain yang dia beli di minimarket dari sakunya. Yerim tidak memperhatikan apa yang pemuda itu lakukan sampai dia merasakan hawa panas dari asap yang mengepul dan aroma khas tembakau terbakar.

"Kukira kau tidak merokok."

Jake melirik dengan ketus, lebih suka menghirup batang di mulutnya daripada memberikan jawaban. Asap yang dihasilkan kali ini dengan sengaja ia buang ke wajah Yerim, sampai gadis itu terbatuk.

"Hei!"

"Aku hanya merokok di waktu tertentu."

Yerim sibuk mengipasi udara di sekitarnya agar asap itu cepat menghilang. "Waktu tertentu seperti?"

THE GAMBLER 2: Big League🔞 | TXT & EN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang