Aku terbanting ke tanah.
Sekali lagi, lagi dan lagi.
Oleh orang yang sama.
Pria yang tak pernah sekalipun menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya padaku.
Akhirnya bantingan beruntun itu terhenti. Aku tersungkur, memuntahkan debu yang tertelan masuk.
Kulitku retak, pecah dan berjatuhan sebagian.
Meski demikian, Pria itu tetap tidak menurunkan sedikitpun aura kerasnya.
Aku mendongak, menatapnya dengan iris neonku.
“Kenapa kau lemah sekali?”
Aku bisa mendengar hinaan yang dikatakan terang-terangan itu, ucapan yang benar-benar menghancurkan perasaanku.
Namun sesakit apapun rasa itu, mataku tidak pernah tergenang. Seperih apapun luka yang kudapatkan, tidak pernah ada sedikitpun tetesan yang menetes baik dari mataku maupun luka-lukaku.
Karena, memang tidak ada cairan yang bersirkulasi dalam tubuhku.
Sebab, aku hanyalah Beacon, balok yang cahayanya digunakan untuk mercusuar.
Aku hanyalah sebuah percobaan yang kebetulan satu-satunya berhasil, percobaan mencampurkan gen Beacon pada manusia.
Karena itu, aku tidak punya orang tua.
Bahkan, pria di hadapanku ini, orang yang merawatku 8 tahun ini, bukanlah ayahku.
Sehari-hari, yang dia lakukan padaku adalah melatihku keras, atau lebih tepatnya menyakitiku, dengan alasan mengetahui efek dari DNA Beacon itu pada kemampuan Fantasia-ku. Mereka hanya melihatku sebagai objek penelitian, hanya benda hidup yang bisa mereka perlakukan seenaknya.
Tentu, aku benar-benar tersakiti melihat perlakuan mereka semua. Ingin sekali saja aku berteriak, aku bukan sekedar barang hidup yang tidak punya rasa. Aku memiliki perasaan, aku juga memiliki kebutuhan emosional, aku juga ingin merasakan rasanya kasih sayang, aku juga ingin dimengerti, karena itulah aku merupakan Manusia Beacon, bukan Beacon Hidup.
Namun apa daya, semua itu tak pernah terungkap. Hanya pendaran redup dari kulit beaconku yang bisa kutunjukkan pada mereka, karena aku berbeda.
Aku tak memiliki kelenjar air mata. aku ingin tahu dan merasakan bagaimana rasanya menangis. Orang-orang akan menangis ketika tersakiti, dan ketika itu terjadi, orang-orang lainnya akan datang dan menyemangati. Aku ingin seperti itu. Namun, sekuat apapun aku mencoba, yang terjadi hanyalah cahaya gelap yang dihasilkan dari tubuhku, yang memang berpendar secara alami, memenuhi kodratku sebagai beacon.
Tubuhku yang terdiri dari blok keras ini tidak sedikitpun teraliri darah. Aku juga tidak memiliki jantung selayaknya manusia. Aku ingin tahu bagaimana rasanya detak jantung itu. Orang-orang akan menumpahkan darah jika terluka, aku ingin tahu kenapa orang-orang akan ketakutan melihatnya. Bukankah itu bagian dari tubuh mereka? Orang-orang yang kesal, marah, dan dalam tekanan emosi kuat akan mendegupkan jantung mereka lebih kuat. Aku ingin tahu kenapa itu terjadi. Apa efek dari detak jantung itu?
Aku melihat orang-orang akan merona ketika senang atau dipuji. Aku ingin tahu kenapa begitu. Aku juga ingin tahu rasanya dipuji dan merona. Tapi apalah daya, aku tidak pernah menerima pujian sedikitpun. Yang sehari-hari kudengar hanyalah ejekan, serta gunjingan entah dari siapa saja. Setiap hari semua orang menjelek-jelekkanku, merendahkan, dan mengatakan betapa aku bukan bagian dari mereka.
Aku tidak mengerti dengan sikap orang-orang. Mereka pun tidak mengerti dengan bahasaku. Semua orang akan menangis, meraung, dan bergetar untuk menunjukkan emosi mereka. Namun aku tidak dapat melakukan itu semua. Hanya dapat memancarkan cahaya alami yang kecerahannya tergantung perasaanku dan kondisi hatiku. Itulah yang tidak dimengerti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three Villain - Viva Fantasy Fanfiction
FanficTeori mengenai ketiga orang di after credit scene. Siapa saja mereka, masa lalu kelam mereka, dan apa tujuan mereka. Ditulis sebelum season 2 rilis, silakan nikmati buah pemikiran yang tidak seberapa ini.