Masalah tidak akan ada habisnya. Semakin dipikirkan akan semakin kalut saja. Sistem eliminasi perlu dilakukan, prioritas harus dipilih. Daripada mengaduk semua dalam kepala, sebaiknya memilah satu persatu untuk diselesaikan.
Sudah tiga hari Yerim berputar-putar dengan keputusan. Dia harus memilih mana yang perlu ia lakukan. Pandangan orang lain terhadap masalahnya juga patut ia pertimbangkan. Ini tentang kemenangan. Proses meraihnya tidaklah penting.
Bahkan ketika di kelas, dia kesulitan fokus. Ada saja hal membuatnya memikirkan tentang itu. Dua hari terakhir, dia tidak bertemu dengan Bomin. Mereka selalu berselisih. Geng tersebut tidak lengkap, hanya beberapa kali bertemu di kantin. Tanpa Bomin, Yerim enggan mendekat. Apalagi kalau hanya ada para gadis yang selalu sentimental terhadapnya. Hyunjin juga tidak kelihatan. Tidak ada alasan bagi Yerim untuk mendekat tanpa mereka dalam kelompok itu.
Geumran, mungkin gadis itu sudah lelah memperingatkan Yerim tentang geng Hyunjin. Dia tidak lagi menggerutu setiap hari, akhirnya sadar kalau dia hanya melakukan hal yang sia-sia. Dia pendiam hari ini. Mungkin sedang lelah atau memang tidak punya bahan pembicaraan, dia fokus mendengarkan ceramah dosen. Sangat tidak dirinya.
Yerim tidak berniat melakukan hal yang sama hari ini.
"Geumran-a, aku ingin bertanya sesuatu padamu."
Geumran melirik ke belakang punggungnya, hanya memperhatikan sekilas ujung pulpen yang mengenai pundak. Dia acuh, memilih kembali mendengarkan sang dosen.
"Yoo Geumran!"
"Aku sedang ingin belajar," sahutnya pelan tanpa berbalik. "Nanti saja setelah kelas selesai."
Yerim memutar matanya malas. "Aku tidak punya waktu. Hari ini aku harus bekerja."
"Kalau begitu nanti saja."
Yerim mendengus gusar. Mengapa di saat dibutuhkan Geumran justru sangat tidak informatif? Kalau sudah begini, harus ada pelatuk tajam yang membuat dia berbalik tanpa penolakan. Pertanyaan rancu nan mengesalkan yang akan memancing pertikaian dalam waktu sekejap.
"Geumran-a, kau masih perawan?"
Geumran berbalik dalam hitungan detik. Matanya menyala, sinis dan tajam. Yerim yakin suaranya cukup kecil untuk hanya bisa didengar oleh gadis itu, jadi dia tidak seharusnya terdengar oleh orang lain. Dia berhasil walau respons Geumran sepertinya lebih menyenangkan dari ekspektasi.
"Aku bertanya, apa kau masih--"
"--diam." Geumran mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah Yerim. "Diam, Kim Yerim. Atau kau akan menyesal."
"Aku hanya bertanya--"
"--nanti! Mengerti? Kau boleh bertanya padaku seribu pertanyaan dan aku akan menjawab bagai mesin pencarian di internet tapi .... " gadis itu menghela napas, mengendalikan dirinya sendiri, " .... nanti, ya? Mari kita dengarkan dosen kita dengan khidmat kali ini."
Reaksi Geumran tentu saja sangat mencurigakan. Tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka, namun dia bersikap sangat defensif sekarang. Untuk apa bersikap layaknya mahasiswa teladan sekarang? Dia pasti terlanjur tidak fokus. Pertanyaan Yerim memang sangat menjebak. Walau itu tidak penting dan jawabannya sudah ia ketahui, itu akan menjadi awal untuk pertanyaan-pertanyaan lain. Pertanyaan yang akan jadi pertimbangan akan prioritas dan pilihan yang akan dipilih Yerim untuk tindakannya ke depan.
.
.
.
.
.
"Kau sudah gila, ya?"
Permulaan yang dipilih terlalu keras, Yerim otomatis heran ketika Geumran menyeretnya ke tempat sepi hanya untuk meneriakinya dengan umpatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GAMBLER 2: Big League🔞 | TXT & EN-
Fanfic🚫PLAGIAT ADALAH TINDAKAN KRIMINAL🚫 HOTTER, BADDER, BRAVER Kim Yerim bersama kawan-kawan barunya memutuskan untuk membalas dendam pada orang-orang jahat di masa lalu. Namun, akankah semua berjalan sesuai rencana? .Kim Yerim (OC) .Lee Heeseung (ENHY...