Prolog

368 18 0
                                    

"Jiwa siswa SMA gue bergejolak banget!"

Gadis dengan kucir kuda itu terkekeh mendengar celetukan sahabatnya. Ia menggeleng pelan melihat bagaimana keluhan yang keluar dari mulutnya bersamaan dengan umpatan yang benar-benar membuatnya ingin sekali menyumpal dengan sepatu bekas.

"Baru hari pertama coy! Udah dikasih tugas aja."

"Berisik tau! Baru juga hari pertama. Iya, hari pertama gue diisi oleh keluh kesah lo yang gak abisnya! Liburan hampir dua bulan, satu hari dapet tugas aja ngomelnya melebihi emak-emak PKK! Senyap, Dira!"

Gadis yang dipanggil Dira itu memberenggut. "Eh, tapi lo tau gak sih kalo kalo ternyata selain Bu Nesya yang umurnya muda, ada juga dosen cowok yang umurnya gak jauh beda!" pekiknya dengan suara tertahan.

"Berisik."

Nada kalem dari kalimat itu terlontar membuat Dira semakin memberenggut. "Ih! Keana! Lo itu kuliah kerjanya ngapain, sih? Semir sepatu?"

"Gue kuliah belajar, lah. Nyemir sepatu sampingan," jawab gadis yang dipanggil Keana itu dengan santai. Tentu itu sebuah candaan. Mana pernah gadis itu menyemir sepatu, yang ada sepatunya terkelopek kulitnya.

"Plis, Na, lo gak denger dari rumor-rumor yang udah nyebar? Dia baru ngajar semester lalu dan baru dua kelas juga. So, gue jadi kepo tampang dosennya. Katanya ganteng, cuma gue gak percaya. Dosen kan gak kayak di wattpad, novel, atau FTV gitu. Masih muda udah jadi dosen." Dira berbicara dengan nada penuh khayalan. Biasanya Keana yang sering berkhayal untuk kisah-kisah novelnya menjadi kenyataan. Sekarang malah pindah syndrom-nya ke sahabatnya itu.

"Lo kenapa jadi halunisme begini?" Tanya Keana sambil menyingkirkan anak rambut yang menghalangi penglihatannya.

Dira menghela napas pelan. Ia menatap Keana dengan tatapan memelas. "Gue berharap dosen itu beneran ganteng. Single, terus memulai kisah cinta bareng gue. Gantengnya mirip Suho EXO."

"Udah!" Keana melemparkan scraf-nya ke arah Dira dan tentu membuat gadis itu terbelalak kaget. "Lo udah punya pacar! Lalo memang seganteng Suho, tapi udah punya istri, lo masih mau? Gila lo! Mau jadi pelakor?"

Gadis itu malah menaruh telunjuknya di depan bibirnya dengan gaya anggun dan sok imut. "Gue mau touch-up. Bentar lagi kelas bakalan mulai." Dira mulai mengeluarkan printilan makeup-nya dan mulai merias wajahnya.

Keana memutar bola matanya malas. Punya teman seperti ini apa bisa dijual di pasar loak?

Waktu jeda yang hanya 20 menit itu terasa cepat. Teman-teman Keana sudah duduk rapi. Bahkan banyak yang menginginkan untuk tukar duduk di bangku paling depan.

"Na, tukeran dong. Gue lagi rajin mau duduk di depan," ujar seseorang yang berdiri di sampingnya.

Keana menoleh dan mendapati Zeta yang tersenyum sok manis. Biasanya saja dia hobi duduk di belakang, kenapa tiba-tiba jadi ingin duduk di depan. "Udah pewe gue. Depan aja, suruh mereka tukeran. Mata gue burem di belakang," jawabnya.

"Pada gak mau. Lagi berburu dosen ganteng. Lo tau sendiri kelas kita ngomongnya aja punya pacar, pas tau dosennya ganteng langsung ngaku jomblo," keluh Zeta.

"Ogah. Suruh yang lain aja. Siapa cepat dia dapat. Jangan ganggu gue, sana!" usir Keana.

"Nyebelin banget, sih, lo!" Zeta mendengkus sambil kembali mencari orang yang bisa ditukar duduknya.

Salah satu sifat Keana adalah gampang nyaman. Idealnya bagi gadis itu, tempat duduk untuk belajar adalah baris kedua. Jangan harapkan Keana akan mengalah jika sudah mendapatkannya, karena ia selalu kecewa mendapat tempat paling depan. Terasa ia adalah cover dari kelasnya sendiri. Jika di belakang isinya manusia-manusia yang hanya numpang diri untuk mendapat gelar sarjana.

The StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang