12

311 51 12
                                    

"Jangan macam-macam!" Suara Yoo Shin kembali terdengar. "Rae Hyun! Seret dia keluar!"

"Yoo Shin! Kenapa kamu ada di sana? Kembali ke sisi Jae Min!" Dae Han memberi perintah saat melihat Yoo Shin berlari mendekati ruangan kepala keamanan, tempat An Na dan Rae Hyun berada.

"Mereka berdua aman," Jae Min menyahuti. "Kalau kamu gegabah, justru akan merusak rencana kita. Kalau nggak percaya, liat aja dari cctv ini!"

Dae Han melihat Yoo Shin berhenti berlari, tampak ragu sebentar kemudian berbalik badan. Setelah memastikan kepanikan Yoo Shin mereka, Dae Han kembali menilik layar pemantau. Cctv di ruang kepala keamanan masih terlihat jelas, tidak ada tanda-tanda bahaya dari pihak keamanan club.

"Yoo Shin, ada kode sandi di beberapa file, bisa kamu lakukan sesuatu?" Ae Rae yang duduk di kursi pengawas tampak tenang di depannya, mengambil info sebanyak-banyaknya dari komputer yang ada di sana.

"Waktu kalian tinggal satu setengah menit!" Jae Min mengingatkan.

"Waktunya nggak akan cukup," sahut Yoo Shin mendesah.

"Nggak apa-apa, kita bisa urus pegawai yang ada di sini," jawab Dae Han, mengumpulkan kabel-kabel yang bertebaran di ruangan untuk mengikat para pegawai club. Setelah mengikat keempat orang pegawai, Dae Han berdiri di belakang mereka, bersiap-siap membuat mereka pingsan dengan satu pukulan kalau mereka siuman nanti.

Yoo Shin sampai di ruang pengawas saat Dae Han memukul pegawai terakhir yang sadar. Dae Han bisa melihat raut terkejut di wajah Yoo Shin, tapi lelaki itu segera mengedikkan dagu ke arah Ae Rae.

Yoo Shin menancapkan pandangannya ke cctv ruang kepala keamanan selama beberapa saat sebelum mengambil alih pekerjaan Ae Rae.

"Aku sudah bersama Dae Han dan Ae Rae," Yoo Shin memberi laporan singkat.

"Jadi?" Suara An Na kembali terdengar dari earpod mereka.

"Nona, saya minta maaf atas kesalahpahaman ini. Mohon maklum, karena biar bagaimana pun, kelompok Yakuza itu bisa saja menyusup ke negara kita tanpa kita ketahui. Jika begitu, bukan hanya pemerintah, tapi keluarga Yun pun akan mendapat masalah," kata kepala keamanan.

"Wah, aku sama sekali nggak tau soal itu. Apa atasanmu nggak kasih peringatan supaya nggak nyinggung soal ayahku? Sepertinya ibuku perlu tau," ucap An Na tenang. "Siapa atasanmu?"

"An, hati-hati. Kita nggak boleh mancing mereka segegabah itu!" Ucap Dae Han, mengawasi seluruh petugas keamanan yang ada di ruangan itu.

"Yah, kamu nggak jawab pun, ibuku pasti tau," suara An Na menyahut tenang. "Halo, Mama?" Entah kapan An Na mengutak-atik ponselnya, tiba-tiba saja sudah menempelkan benda itu ke telinganya.

Percakapan itu berlangsung satu arah, tapi isinya sungguh membuat Dae Han merasa tidak nyaman. Yoo Shin tampaknya juga terburu-buru, karena setelah sandi yang diperlukan sudah terpecahkan, lelaki itu segera menyerahkan kursinya pada Ae Rae lagi untuk mengamati An Na.

"Aku sedang ada di club. Mama tau Victoria Club?" An Na bertanya dengan nada tenang. "Mama, pasti mama akan tertawa kalau mendengar ceritaku. Kepala keamanan disini bilang kalau ayahku berhubungan dengan Yakuza Jepang! Tunggu, apa nama kelompoknya tadi? Ah! Benar! Demon! Lucu kan?"

Dae Han merasa tidak ada yang lucu dari ucapan An Na, tapi toh perempuan itu tertawa geli sendiri. Disebelah Dae Han, Yoo Shin membuang napas panjang.

"Mama mau bicara dengan kepala keamanan itu?"

###

An Na menahan senyum dingin saat menyerahkan ponselnya pada kepala keamanan yang menerima dengan sikap kaku. Apa pria itu pikir dia akan melepaskan masalah ini begitu saja?

"Nyonya Yun," kepala keamanan itu menyapa dengan nada kaku. Dan karena An Na bisa mendengar suara teriakan ibunya, perempuan iyu yakin Rae Hyun juga begitu.

"Dasar Brengsek! Apa yang kamu katakan pada anakku?" Suara ibu An Na terdengar sangat marah. "Apa kamu nggak tau siapa aku? Jaga mulutmu itu baik-baik sebelum aku menghancurkannya!"

"Maaf, Nyonya, saya hanya cemas karena akhir-akhir ini saya mendengar berita burung mengenai anggota kelompok Demon--"

"DASAR BODOH!" An Na bisa merasakan mata Rae Hyun yang melirik ke arahnya saat ibunya kembali memaki. "Bawa atasanmu untuk menemuiku! Kamu perlu diberi pelajaran!"

"Saya... Akan melakukannya," kepala keamanan itu kemudian mengembalikan ponsel An Na. Perempuan itu kembali menempelkan benda itu ke telinganya, dan Rae Hyun masih bisa mendengar suara ibu An Na meski samar.

"Jangan pedulikan hal yang nggak berguna seperti itu, dan fokuslah pada pendidikanmu! Bukankah besok kamu ada ujian? Kenapa malah ke club?" Meski mengomel, masih ada nada marah dan dingin dalam suara wanita itu yang membuat An Na tersenyum miring.

"Hanya melepas sedikit stres, Mama," jawabnya. "Tapi lucu sekali, aku bisa mendapat info tentang ayah di tempat seperti ini."

"Jangan bicara omong kosong!" Sergah ibunya dengan nada dingin. "Segera pulang dan belajar! Kalau kamu tetap keras kepala, jangan salahkan mama kalau mama menyeretmu ke perusahaan!"

"You wish, my command," balas An Na dengan nada manis sebelum menutup sambungan telepon. An Na bangkit, begitu pula Rae Hyun. Perempuan itu menatap tajam pada kepala keamanan sebelum keluar ruangan. Ae Rae sudah memberi laporan bahwa pekerjaan mereka sudah selesai.

Setelah keluar ruangan, barulah Rae Hyun menyadari betapa kacau perasaan An Na saat itu. Perempuan itu melepas earpodnya dengan napas tersengal dan badan gemetar hebat.

"An, kamu baik-baik saja?" Rae Hyun bertanya, mensejajari langkah An Na yang cepat dan penuh emosi. An Na tidak menjawab pertanyaan Rae Hyun, tapi matanya sudah memerah menahan tangis.

"Ada apa?" Pertanyaan Yoo Shin terdengar dari earpod Rae Hyun.

"Yah, anu, itu..." Rae Hyun melirik An Na dan perempuan itu berhenti berjalan untuk menyender pada dinding terdekat.

"Tidak apa-apa," gumam An Na pelan, bersamaan dengan air mata yang meleleh.

Rae Hyun diam, tidak menjawab pertanyaan Yoo Shin dan melepaskan jaket bombernya untuk dipakaikan pada An Na.

"Semua sudah aman," ucap Rae Hyun menenangkan. Butuh beberapa saat untuk An Na menenangkan diri dan Rae Hyun menunggu tanpa protes.

"Aku nggak bisa ikut ke bengkel sekarang. Aku harus pulang dan belajar," ucap An Na dengan nada yang lebih tenang. "Kita bertemu dua minggu lagi?"

Rae Hyun tidak bisa menolak karena prihatin dengan kondisi emosional An Na. Obrolan singkat tadi, tampaknya benar-benar berpengaruh besar hingga memunculkan sesuatu yang tidak ingin An Na bagi dengan yang lain.

"Baiklah, aku akan jelaskan ke yang lain. Kamu mau pulang naik apa? Kami bisa mengantarmu pulang dulu," tawar Rae Hyun, tapi An Na lebih dulu menggeleng.

"Jangan khawatirkan itu," ucapnya kemudian berjalan pergi lebih dulu dengan langkah lesu.

Rae Hyun mengamati kepergian An Na dalam diam, berpikir apakah akan lebih baik kalau Yoo Shin tau mengenai hal ini? Walaupun pasti dia akan menceritakannya pada teman-temannya nanti.

###

Nggak menarik, ya?

ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang