.
.
.Setelah mengambil gambar obat yang ia temui di tong sampah dekat kamar Donghyuck, Taeyong segera meletakkan obat tersebut pada tempat semula, kemudian pemuda itu beranjak dari sana.
Taeyong mendengar suara mesin mobil berhenti di depan. Ia sangat yakin jika itu Donghyuck.
"Aws!"
Karena terlalu terburu-buru, Taeyong tidak sengaja terpleset dan hampir jatuh. Beruntung ia masih bisa berpegangan pada tangan tangga.
"Astaga! Untung aja gak jatuh," gumam Taeyong pelan.
Pemuda itu kembali melanjutkan langkahnya. Kali ini lebih hati-hati. Takut jika ia akan terpleset lagi.
"Lo abis dari mana?"
Taeyong tersentak ketika mendengar suara seseorang dari belakang tubuhnya. Dia menoleh untuk melihat siapa orang tersebut.
Seo Johnny.
"Err, gue...."
Taeyong terlihat bingung ingin menjawab apa atas pertanyaan tersebut. Johnny tampak melirik ke arah tangga.
"Lo ngapain ke loteng?" tanya pemuda itu.
"Eum, itu tadi gue kaya ngedenger suara aneh dari sana. Makanya gue cek," sahut Taeyong terdengar cukup terbata.
Johnny mengernyitkan kening. "Dari tadi gue belum tidur, dan gue gak denger suara aneh yang lo maksud."
"Ya, mungkin gue salah denger. Karena pas gue cek juga gak ada apa-apa," balas Taeyong.
"Lo jangan bohong sama gue," kata Johnny.
Taeyong menggeleng. Wajahnya terlihat gelisah. "Enggak. Buat apa gue bohong?"
Johnny mengernyit. Pemuda itu hendak kembali bersuara, namun tak jadi saat mendengar suara dari lantai bawah.
"Kayanya anak sial itu udah pulang," kata Johnny.
Taeyong mengangguk. Matanya sedikit melebar kala melihat Johnny ingin beranjak. Ia langsung memegang lengan pemuda itu.
"Jangan pukul dia buat malam ini," ucap Taeyong.
Johnny memandanginya dengan raut aneh. "Kenapa gak boleh?"
"Kita udah seharian mukul dia, kan? Biarin dia istirahat," kata Taeyong.
"Lo gak biasanya kaya gini," ujar Johnny. "Lo orang yang paling seneng kalau dia kesakitan. Ada apa sama lo?"
Taeyong melepaskan tangannya dari lengan Johnny. Pemuda itu menunduk.
"Kenapa, sih?" tanya Johnny. "Gue yakin ada sesuatu yang lo sembunyiin dari gue."
Taeyong menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Dia yakin itu Donghyuck.
"Taeyong, jawab pertanyaan gue."
Taeyong menatap Johnny, lalu kembali memegang lengan pemuda itu dan mengajaknya untuk pergi memasuki sebuah kamar. Bersamaan dengan kedatangan Donghyuck ke lantai atas.
Pemuda itu melirik sekitar karena dia sempat mendengar suara orang yang sedang mengobrol.
"Mungkin cuma perasaan gue doang," gumam Donghyuck seraya melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Donghyuck berhenti di dekat pintu kamar ketika melihat beberapa obat yang berada di tong sampah. Ia mengambil obat tersebut, lalu tersenyum getir.
"Gue emang udah capek, tapi ternyata lo masih dibutuhin buat bantuin gue hidup selama beberapa bulan," ucap Donghyuck seraya membuka pintu.
Pemuda itu berjalan ke arah jendela, lalu memutup gorden. Donghyuck mengambil sebuah bunga Dandelion yang sudah layu. Ia jadi teringat pada semua tanamannya yang dihancurkan oleh anggota lain.
Donghyuck melirik jam kecil di dinding. Jam sebelas malam. Mungkin malam ini ia harus begadang lagi untuk merapikan tamannya.
.
.
.Johnny menatap photo yang Taeyong tunjukkan padanya. Pemuda itu mengerutkan kening karena bingung apa maksud sang leader.
"Lo nyuruh gue buat beli obat ini?" tanya Johnny. Matanya sedikit melebar. "Lo sakit, Tae?"
Taeyong menggeleng. "Bukan gue," sahutnya.
"Terus kalau bukan lo siapa?" ucap Johnny bingung.
"Gue nemuin obat itu di tong sampah deket kamar Haechan. Gue photoin karena penasaran," kata Taeyong.
"Gue udah ngeduga kalau lo abis dari kamar anak itu," ucap Johnny.
Taeyong menggigit bibir bawahnya. "Sorry. Gue bohong karena takut lo marah."
Tangan Johnny terangkat, lalu mengusap rambut Taeyong. "Gue gak mungkin marah sama lo," kata pemuda itu.
Taeyong sedikit tersenyum mendengar kalimat tersebut.
"Jadi, anak itu lagi sakit?" tanya Johnny.
"Gue gak tau. Kemungkinan iya," sahut Taeyong. "Makanya gue photoin buat nyari tau di internet itu obat apa."
Johnny tak menjawab karena saat ini ia tengah mencari tahu mengenai obat yang ditemukan oleh Taeyong di tong sampah kamar Donghyuck.
Kedua mata Johnny tampak melebar. Taeyong terlihat mengernyit bingung.
"Ada apa, John?" tanyanya. "Itu obat apa?"
Tubuh Johnny tampak sedikit limbung. Pemuda itu mengusak rambut. Wajahnya terlihat terkejut. Benar-benar membuat Taeyong penasaran.
"John?"
"Ini gak mungkin."
Johnny menggelengkan kepala, lalu duduk di sisi tempat tidur. Raut terkejut pemuda itu sungguh membuat Taeyong takut.
"John, ini ada apa, sih?" tanyanya.
Johnny tidak menjawab. Taeyong memutuskan untuk mengambil ponselnya yang berada di tangan pemuda itu.
Raut terkejut kini terlihat di wajah Taeyong.
"Tuhan."
Taeyong menutup mulutnya. Tangan pemuda itu terlihat sedikit gemetar. Dia menatap Johnny yang masih berekspresi sama.
"John, ini salah, kan?" tanya Taeyong. "Haechan gak mungkin sakit," gumam.
Johnny melirik sang leader, kemudian terkekeh pelan.
"Lo sadar gak, sih? Selama ini dia udah sakit. Bahkan sebelum ada penyakit itu di tubuhnya," kata Johnny dengan suara parau. "Kita yang udah bikin dia sakit."
Taeyong terdiam. Tubuhnya bersandar pada dinding. Johnny terlihat mengusak rambut sembari mengucapkan beberapa kalimat makian.
Keduanya memang sering menyakiti Donghyuck. Memberi pukulan yang menyakitkan pada tubuh pemuda itu. Namun, setelah tahu kenyataan jika sang mentari di grup tengah terserang penyakit yang mematikan, tak dipungkuri kalau mereka terkejut dan mungkin takut.
"John, kita harus ngapain?" gumam Taeyong lirih. Air matanya terlihat menetes membahasi pipi. "Haechan sakit, John. Dia lagi sakit."
"Gue gak tau," balas Johnny.
.
.
.Tbc~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion Promise(Brothership)
FanfictionPada akhirnya aku hanya bisa berjanji, walau tidak bisa ditepati. Warning ⚠️ It's Bromance story of Lee Donghyuck NCT. Not boyslove. Happy Reading!