Octagon 3 - 156 : Pukul Satu Malam Pt. 3

241 31 49
                                    

Tak bisa tidur, sama sekali tak bisa tidur.

Di posisinya duduk di atas kasur, Soobin memikirkan bagaimana dirinya diberikan akses, pada salah satu penjaga, Kak Mia, yang menjadi akrab dengannya di rumah tersebut, dikarenakan diberi informasi dari Seungcheol bahwa ia memperbolehkannya. Walau memang Soobin juga tak mencari sendiri, melainkan membaca yang telah diberikan untuknya.

Berita-berita kematiannya...

Ternyata seperti ini, jika Soobin benar-benar mati; benar-benar bunuh diri. Ternyata seperti ini juga yang dirasakan Ibunya, membaca namanya sendiri, menjadi tajuk utama lantaran sang suami adalah orang ternama.

Soobin... merasakan keresahan itu.

Selama ini, Sarga tak pernah menganggapnya anak. Sekalinya Soobin mati, namanya diberitakan, disebarkan di mana pun. Seolah Sarga juga bersiap jikalau pahitnya kematian ini adalah tipuan, Soobin akan dibuat benar-benar mati.

Dalam artian... tak bisa hidup lagi.

Seluruh manusia yang bisa mengakses internet sudah menganggapnya mati, lepas dari dunia ini. Sehingga Seungcheol memang benar memberikan kematian pada Soobin dan sang Ibu.

Mereka... tak bisa hidup bebas lagi, bukan? Akan masuk ke ranah hukum, karena berita kematian mereka dimuat di publik.

Ini mengerikan...

Soobin menjadi takut... padahal jarang sekali ia takut.

Saking takutnya, tubuh Soobin merinding. Saking takutnya, tubuh Soobin menjadi dingin.

Mungkin... ini bagaimana caranya menahan selama lebih dari dua minggu. Namun, di detik itu, Soobin memutuskan untuk turun dari kasurnya, dalam keadaan tubuhnya sudah mulai membaik—luka jahitnya sudah lebih baik. Soobin pun berjalan secara hati-hati di waktu lebih dari tengah malam itu, untuk keluar dari kamar, dan kemudian berjalan menuju kamar sebelah.

Ada sebersit keraguan.

Walau pada akhirnya, Soobin mengetuk pintunya.

Tampaknya, Soobin tak mengganggu tidurnya. Dikarenakan Soobin mendengar suara dari dalam, mengalun lembut, mempersilahkannya untuk masuk.

Karena itu, Soobin membuka pintu, dan kemudian melangkah masuk.

Di sanalah, Soobin melihat, Alanna, sang Ibu mulai mendudukkan dirinya bersandar pada kasur.

Soobin melangkah dengan hati-hati, untuk masuk, dan menutup pintunya.

Kapan terakhir kali?

Sebelum... kejadian di SMP... kah?

Tak ingat.

Memori Soobin penuh dengan kepahitan, Soobin tak sanggup. Rasanya terlalu perih untuk diingat, padahal Soobin yakin, ada momen manis diantaranya.

Tak lain saat Seungcheol mengajaknya bicara sambil melakukan keliling malam menggunakan mobil; Seungcheol menceritakannya apapun, banyak hal, bahkan yang tak penting sekalipun. Atau juga saat Suzy datang, membawakan Soobin hadiah-hadiah dan makanan ringan, seluruhnya, untuk Soobin, yang mana dirinya juga bisa membeli sendiri. Namun Suzy memang hanya senang melakukannya, atau, hanya dengan menonton Soobin bermain basket atau bermain piano. Terakhir... setiap kali Ibunya pulang dari menetap di apartemen, hanya untuk memasakkan Soobin makanan favoritnya—sup kembang tahu.

Ada... momen-momen itu ada.

Soobin pernah bahagia.

Di antara temaramnya lampu, Soobin mendekat.

Alanna tentu tak berpikir dua kali, untuk membuka lengannya lebar, lembut dan tersenyum padanya.

Pelukan ini...

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang