Warna.

58 22 2
                                    

bxg.

Hikaru dulunya adalah pelukis yang sangat
hebat, Hampir semua karya gadis berhati
dingin itu habis di lelang oleh orang-orang
elit.

Sehingga keangkuhan gadis itu perlahan mulai tumbuh karena banyak nya harta yang ia miliki, dan reputasi yang di banggakan nya sepanjang tahun.

Suatu hari selembar surat terselip ke bawah pintu rumahnya dan Sampulnya sudah berdebu.

Hikaru melihat nama pengirim namun Tidak ada. Alamatnya pun juga tidak ada.

Tetapi, surat itu memang di tujukan untuk nya, Bibirnya melengkung ke atas melihat barisan huruf yang terangkai rapi itu.

Suatu kehormatan bagi saya apabila bertemu dengan Nona Hikaru secara pribadi.

Mungkin kita hanya akan bertemu satu kali seumur hidup. Namun, jika Nona berkenan balaslah ini secepatnya.

Saya akan mengirimkan alamat untuk kita bertemu nanti.

" Serius sekali." Yui yang entah sejak kapan
berdiri di samping Hikaru.

Hikaru mengerjap, Segera melipat
surat tanpa nama pengirim tersebut.

" Kapan kau datang?" tanya Hikaru setenang
mungkin.

" Baru saja."

" Boleh aku lihat sebentar? Tulisan surat yang tadi bagus sekali."

Hikaru mendecak.

" Kau tau ini privasi, kan?"

" Sebentar saja." Yui memohon.

" Huh, baiklah. Jangan lama-lama." Hikaru
mendengus, tapi menyerahkan lipatan surat
yang kusut itu.

Mata Yui terlihat berbinar membaca
untaian kalimat itu. Bahkan bukan sebuah puisi.

Lantas, apanya yang bagus? Paling-paling
ulah penggemar Hikaru dengan maksud
tertentu. Ugh, mengapa ia menjadi berpikiran negatif? Rasa senang barusan menguap begitu saja.

" Tampaknya aku pernah melihat tulisan ini sebelumnya, Terasa tidak asing."

Yui menyodorkan kertas lusuh itu lagi pada
Hikaru.

" Di mana?"

" Risao juga pernah menerimanya."

Hikaru tidak bertanya apa-apa lagi setelah
itu.

.

.

.

Jarum jam terus bergerak. Meskipun ada
Yui dan Risao yang dengan senang hati menemani Hikaru, tetap saja dia merasa kesepian.

Hikaru mengusir rasa sepi lewat media kanvas.

Semestinya, seni adalah hasil torehan emosi para pembuatnya. Sekarang, Hikaru hanya
termenung.

Merasa kosong.

" Hikaru, kau sakit?" tanya Risao.

Lamunan Hikaru pun terputus, Menatap
kanvas dan temannya secara bergantian.

" Tidak, Tidak apa-apa. Mana Yui?"

" Sedang mencuci tangan. Oh, ya Sebentar lagi jam makan malam. Apa kau ingin hidangan tertentu?"

Hikaru menghela napas, Tidak tau harus memilih apa.

" Ramen saja." jawabnya ragu-ragu.

Menyadari ada keanehan, dan jemari
kaku yang tengah menggenggam kuas itu,
membuat satu-satunya teman lelaki Hikaru
mengernyit heran.

Pastinya ada sesuatu, tetapi Risao tidak bisa mengatakannya secara terang-terangan.

Apalagi pada Hikaru yang merasakannya.

" Jika ada yang mengganggumu, katakan lah."

Hikaru hanya menggeleng.

" Hanya sedang tidak fokus, Mungkin lebih baik menonton film."

Beberapa menit terlewat Sesekali, Yui
tertawa melihat adegan lucu di film yang
mereka putar.

Sambil mengunyah makanan kecil Di antara mereka, hanya Hikaru yang memandang lurus ke lembaran surat.

Terbesit sebuah firasat, yang membuat
perasaannya tiba-tiba tercubit.

Surat itu sudah di bacanya puluhan kali
tanpa bosan.

Bahkan, Hikaru hafal di luar kepala.

Risao melihat gadis itu tertunduk, seakan-akan meresapi apa yang di bacanya.

" Tidak bermaksud membalasnya?"

" Aku tidak tau siapa orang ini. Dan di mana alamatnya."

" Hmmm. Kurasa tidak ada salahnya kalau
kau membalas."

" Mungkin orang itu memang ingin bertemu denganmu."

Di kamarnya, Hikaru merobek kertas binder.

Dia menghela napas sambil mengumpulkan keberanian, Tangan terlatih itu menulis
kalimat.

Saya rasa kita akan canggung. Mungkin, Anda mengenal saya lebih dari saya mengenal Anda.

Tetapi, baiklah. Jika ada waktu, saya akan
menemui Anda. Tolong kirimkan alamatnya.

Senyum Hikaru tidak luntur selama
menulis.

.

.

.



























Lanjut gak ya? Lagi gak ide huaaa.

TenRun AreA! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang