~3~

90 8 0
                                    

Happy reading~

...

Tokyo, Jepang

Sudah setahun setelah Yoshi pergi ke Korea, ia tidak pernah bisa pulang karena larangan dari ayahnya yang menginginkan dia hanya fokus pada kuliahnya.

"Ayah bilang apa?" Tanya Asahi kepada kembarannya yang baru saja mendapatkan telepon dari ayah mereka. "Ayah mau kita juga kuliah di Korea seperti Yoshi-kun." Jawab Mashiho. "Jika kita pergi, bagaimana dengan Haruto?" Tanya Asahi lagi. "Itulah yang membuatku khawatir. Sejak Yoshi-kun pergi, dia jadi lebih pendiam, dia juga seperti menjaga jarak dari kita. Semua ini salahku, aku terlalu sibuk dengan urusanku sampai-sampai melupakan janjiku kepada Yoshi-kun untuk menjaga Haruto." Mashiho merasa bersalah. "Jangan salahkan dirimu, kamu sudah berusaha keras. Biar aku yang bicara dengan Haruto nanti." Asahi mencoba menenangkan kembarannya.
.
.
.
Jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, Haruto baru saja pulang entah darimana. "Haruto, bisa kita bicara sebentar?" Tanya Asahi yang sejak tadi menunggu Haruto di ruang tengah. "Aku lelah niichan, kita bicara besok saja." Jawab Haruto yang langsung melangkah menuju kamarnya, tanpa ia ketahui Asahi mengikutinya dari belakang. "Akhh-" Rintih Asahi, menyadari tangan kakaknya yang terluka karena berusaha menahan pintu, Haruto dengan sigap membawa Asahi masuk ke kamarnya dan mengobati luka kakaknya itu.

"Gomen niichan." Haruto terus saja meminta maaf karena merasa bersalah. "Berhentilah meminta maaf, aku tau kamu tidak sengaja." Asahi menenangkan adiknya. "Sebenarnya apa yang ingin niichan bicarakan hingga menungguku pulang?" Tanya Haruto. "Kamu sudah dewasa sekarang dan bisa melakukan semuanya sendirian." Ucap Asahi dengan sedikit ragu. "Apa ayah menyuruh oniichan pergi?" Haruto seperti memahami arah pembicaraan Asahi. "Ayah menyuruh aku dan Mashi untuk kuliah di Korea bersama Yoshi-kun." Jawab Asahi. "Aku mengerti. Niichan tidak perlu khawatir, seperti yang tadi niichan bilang, aku sudah dewasa sekarang dan bisa melakukan semuanya sendiri." Asahi tersenyum kecil sambil mengelus puncak kepala Haruto. "Aku tau ini berat bagimu." Batinnya.

"Tidurlah, kamu pasti lelah. Aku akan kembali ke kamar." Haruto mengangguk sebagai jawaban. "Apa sekarang aku akan benar-benar sendirian? Tentu saja, lagipula aku tidak akan bisa menahan mereka, kan? Semua sudah menjadi keputusan ayah, aku bisa apa?" Ucap Haruto pada dirinya sendiri. Tanpa ia tau, Asahi mendengar ucapannya dari balik pintu.
.
.
.
Hari berganti hari, sampailah pada waktu dimana Asahi dan Mashiho harus pergi menyusul Yoshi ke negeri ginseng. Haruto tengah bersiap untuk pergi, hingga Asahi masuk ke kamarnya "Ada apa niichan?" Tanya Haruto. "Aku punya hadiah perpisahan untukmu, mungkin ini akan berguna nanti." Asahi memberikan kanvas kecil yang berisi lukisan rumah dengan 4 anak laki-laki di depan rumah itu. Belum Haruto bertanya maksud dari ucapan Asahi tadi, Mashiho sudah lebih dulu masuk ke kamar Haruto. "Sahi, kita harus berangkat sekarang." Ucapnya. "Ahh, hati-hati di jalan niichan. Maaf aku tidak bisa mengantar kalian ke bandara." Ujar Haruto "Tidak apa-apa, jaga dirimu ya. Kami pergi dulu." Pamit Mashiho.
.
.
.
Selama di perjalanan, Mashiho terus memandang keluar jendela mobil seakan ada yang menggangu pikirannya. "Tenanglah, dia akan baik-baik saja." Asahi berusaha menenangkan kembarannya. "Semua ini pasti berat untuk Haruto, selama ini aku terlalu sibuk hingga melupakan adikku sendiri. Dia pasti kesepian, ditambah dengan kita yang juga harus pergi meninggalkannya." Mashiho merasa bersalah. "Aku mengerti perasaanmu, tapi jangan salahkan dirimu, ini bukan keinginan kita. Yang perlu kita lakukan sekarang hanya percaya pada Haruto, dia pasti bisa melewati ini semua." Asahi masih terus menenangkan Mashiho. "Kamu akan menemukan jalan pulang, Haruto." Batin Asahi.

Hari itu, keberangkatan Asahi dan Mashiho menambahkan rasa sepi di rumah yang Haruto tinggali. Setelah ini, entah kemana lagi dia harus pulang.
.
.
.
Satu lagi hari yang melelahkan untuk Haruto, lagi-lagi ia pulang larut malam. Tapi, kali ini tanpa Asahi yang menunggunya pulang. Dengan lesu ia masuk ke dalam rumah, tak disangka seseorang tengah menunggunya. "Kamu sudah pulang? Apa kamu sudah makan?" Sambut wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Haruto, tentu saja kehadiran ibunya membuat Haruto cukup terkejut.

"Sejak kapan ibu datang? Mengapa tidak memberi kabar?" Tanya Haruto. "Sejak tadi so-" Sebelum ibu Haruto menyelesaikan ucapannya, seseorang telah lebih dulu memotong ucapannya. "Jika kami memberi tahumu, kami pasti tidak akan tau kelakuanmu selama ini. Pulang larut malam seperti ini sampai tidak ada waktu belajar. Lihat ini! Nilai sains-mu rendah sekali." Omel ayah Haruto sambil melemparkan rapornya. "Sayang! Sudahlah, jangan omeli Haruto" Ibu Haruto mencoba menenangkan suaminya itu.

"Apa ayah jauh-jauh dari luar negeri hanya untuk memarahiku? Ayah belum puas dengan menjauhkanku dari kakak-kakakku? Ayah sangat egois, selalu saja kami harus mengikuti maunya ayah. Apa ayah pikir kami ini robot hingga bisa melakukan apapun tanpa membuat kesalahan? Apa ayah tidak pernah bercermin? Ayah juga tidak sesempurna itu. Ayah pikir sudah menjadi ayah yang baik? Ayah bahkan tidak tau apapun mengenai kami. Lucunya ayah tidak pernah punya waktu untuk kami, tapi selalu ada waktu untuk memarahi kami." Satu tamparan mendarat di pipi kanan Haruto. "Jaga ucapanmu Haruto, ayah tidak pernah mengajarimu melawan orang yang lebih tua." Ucap ayah Haruto marah.

"Memangnya apa yang pernah ayah ajarkan kepada kami selain mengatur kehidupan kami?" Ucapan Haruto jelas membuat ayahnya semakin naik pitam. "Dasar anak tidak tau di untung! Ayah selama ini bekerja agar kamu bisa menikmati semua fasilitas ini, tapi inikah balasanmu kepada ayah?" Haruto tersenyum miring "Kehidupan mewah ini hanya sia-sia jika tidak ada kebahagiaan di dalamnya." Haruto mengeluarkan kartu atm dari dompetnya. "Aku tidak butuh itu." Ucap Haruto lalu masuk ke dalam kamarnya tanpa memperdulikan panggilan dari ibunya.

Dengan emosi yang menggebu, Haruto melempar semua barang yang ada di dekatnya, hingga tidak sengaja ia menjatuhkan hadiah pemberian Asahi tadi pagi. Seketika itu ia tidak bisa membendung air matanya dan memeluk erat lukisan itu, remaja itu benar-benar merindukan tempatnya pulang. Ia tidak menginginkan banyak hal, ia pun tidak menginginkan kehidupan mewah itu. Ia hanya ingin bersama kakak-kakaknya, hanya itu yang ia butuhkan.

Tak lama Haruto menyadari sesuatu di lukisan yang digenggamnya, senyumnya perlahan merekah. "Terimakasih niichan" Dengan cepat ia memasukan beberapa pakaian ke dalam tas lalu bergegas pergi dari rumah. Ia menghentikan sebuah taksi "Tolong antar saya ke bandara." Ucapnya kepada supir.
.
.
.
Seoul, Korea Selatan
Kediaman J-line

"Apa yang kamu lakukan disini, Asahi? Kenapa jam segini kamu belum tidur?" Tanya Yoshi kepada adiknya yang kini tengah duduk sendiri di taman belakang rumahnya. "Aku belum mengantuk, jadi aku memutuskan untuk menikmati pemandangan langit malam." Jawab Asahi. "Pemandangan malam ini memang sangat indah, dan itu mengingatkanku pada Haruto." Ucap Yoshi sembari duduk di sebelah adiknya.

"Terima kasih, Asahi. Jika bukan karenamu, aku pasti belum tentu bisa menikmati pemandangan indah itu bersama kalian sebelum keberangkatanku." Lanjutnya. "Tidak masalah niichan, waktu itu aku juga ingin menikmati hari bersama-sama sebelum keberangkatan niichan." Ucap Asahi jujur. "Kamu memang paling peka, selain itu aku juga senang karena kamu sudah mulai lebih banyak bicara." Ucap Yoshi sambil memandang langit.

"Itu karena oniichan yang memintanya." Jawab Asahi. "Maafkan aku jika keinginanku membuatmu tidak nyaman, sepertinya aku terlalu pilih kasih antara kamu, Mashiho, dan Haruto." Ia jelas merasa bersalah. "Tidak apa-apa niichan, selama ini niichan tidak pernah meminta apapun dariku. Tidak ada salahnya jika niichan meminta sesuatu dariku, karena niichan sudah menjagaku selama ini. Oniichan tidak pernah pilih kasih, dan selalu adil kepada kami semua. Jika bukan karena niichan, Asahi kecil pasti juga akan menjadi robot ayah"

Malam semakin larut, namun percakapan kakak beradik itu masih terus berlanjut. "Jika seseorang tengah lelah dengan kehidupannya, kemana dia bisa pergi?" Tanya Asahi. "Seseorang yang lelah ya? Biasanya dia akan mendatangi orang yang dia sayangi, untuk menumpahkan semua perasaan yang ada. Terkadang orang yang lelah dengan kehidupannya membutuhkan pelukan. Kenapa? Apakah kamu membutuhkan pelukan?" Yoshi membuka lebar tangannya sambil tertawa kecil. Tak lama terdengar suara bel berbunyi, "Siapa yang bertamu tengah malam begini?" Tanya Yoshi sambil melangkah menuju pintu diikuti oleh Asahi "Mungkin seseorang yang sedang butuh pelukan Yoshi-kun." Jawaban Asahi jelas membuat Yoshi bingung.

~Bersambung~

Jangan lupa vote dan komen ya yeorobun, kamsahamnida:⁠-⁠)

It's Okay That's FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang