Bagian 16 :: Perjalanan dari Perpustakaan

61 10 0
                                    

Soo-jeong tidak pernah menyangka bahwa kepergian Jong-in membawa pengaruh cukup besar dalam kehidupannya.

Tanpa kehadiran pria itu, kampus tempatnya mengajar menjadi tidak istimewa. Tidak terlihat lagi mobil berwarna merah metalik yang selalu diparkir di bawah pohon hackberry yang rimbun daunnya.

Dan di ruang kuliah, tidak ada lagi mahasiswa yang duduk menatapnya dengan pandang mata yang penuh rasa kagum. Juga tak ada lagi mahasiswa yang tiap sebentar mengangkat tangannya untuk menanyakan sesuatu atau untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya yang cukup berbobot.

Memang—dikehendaki atau tidak—Jong-in telah menjadi bagian dari kehidupan Soo-jeong di kampus.

Bahkan sekarang, juga di rumah.

Setiap melihat meja dapur, ia ingat ketika pertama kalinya pria itu menciumnya. Dan kalau melihat ruang tamu, ia juga ingat bagaimana pria itu telah membuat hati bekunya meleleh bagai lilin terbakar.

Jong-in telah mengisi hati dan pikiran Soo-jeong. Dan kepergiannya telah meninggalkan rongga kosong di dadanya.

Itu semua benar-benar suatu kenyataan yang tidak bisa ia elakkan. Ia yang selama ini tak ingin jatuh cinta kepada siapa pun, telah kena batunya.

💗

Hari-hari yang berjalan tanpa henti seiring dengan berputarnya Bumi mengarahkan waktu pada ujian akhir semester yang sudah ada di ambang pintu.

Liburan minggu tenang dipakai Soo-jeong untuk membaca buku yang ia pinjam dari perpustakaan dan belum sempat dibacanya.

Siang itu ia pergi ke kampus, bermaksud menukar dua buku yang telah selesai dibacanya. Tetapi entah buku apa yang akan ditukarnya, ia belum memikirkannya. Biasanya, keputusan itu akan datang di saat ia melihat-lihat katalog di perpustakaan.

Kebetulan ayahnya akan makan siang di sebuah restoran bersama bekas teman-teman sekantornya yang telah sama-sama pensiun, Soo-jeong menumpang mobilnya. Tempat pertemuan itu tak jauh dari kampusnya. Jadi diturunkan sang ayah di muka gerbang kampus.

"Tidak usah dijemput, Appa," kata Soo-jeong sebelum turun dari mobil. "Aku tidak tahu mau pulang jam berapa. Mau memilih-milih buku dan membaca perpustakaan."

"Oke. Hati-hati, ya."

"Ne, Appa."

Sebetulnya bukan itu alasannya.

Ia ingin memberi kebebasan pada ayahnya untuk berhandai handai kembali dengan teman-teman lamanya. Biarlah sang ayah menikmati waktunya bersama teman-teman lamanya.

💗

Ketika beberapa jam kemudian Soo-jeong memutuskan untuk pulang, ia mendengar suara Sehun memanggilnya. Saat itu kakinya telah menapaki pelataran, menuju ke pintu gerbang.

"Ya?" Soo-jeong terpaksa menghentikan langkah kakinya.

Mobil Sehun berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Kepala pria itu menjulur keluar dari jendela.

"Jeong~ah mau pulang atau mau pergi ke mana lagi?"

"Mau pulang, Oppa. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan di rumah," sahut Soo-jeong sambil memandang lelaki itu.

Siang itu ia tampak amat menarik dengan pakaiannya yang tak resmi.

Kemeja kaos warna terang yang pas membalut tubuhnya. Dengan kacamata hitam bertengger di atas hidung nya, ia juga tampak penuh gaya.

"Perempuan-perempuan lain pasti akan meliriknya lebih dari sekali kalau berpapasan dengannya," pikir Soo-jeong sambil memarahi dirinya sendiri.

"Bawa mobil?" Sehun bertanya lagi.

0 cm | Kaistal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang