#4 - Hari Sial

143 16 0
                                    

Mampus!

Hari Selasa minggu kedua semester ganjil. Gara-gara bergadang mempelajari materi Pak Restu terhormat, Keana jadi bangun kesiang . Padahal mata kuliah dosen itu setelah mata kuliah Teori Akuntansi.

Kemeja yang entah mengapa terasa terbuka membuat Keana seringkali menurunkannya, tas yang hanya ia sampirkan di bahu kirinya malah melorot terus, buku yang ada di tangannya terasa mendadak berat, belum lagi rambutnya yang mencoba ia ikat tapi malah berakhir seperti gembel.

Bruk!

Makin mampus!

Dua buku yang ada dipelukan Keana langsung terjatuh bersamaan dengan gelas karton yang ikut terjatuh, menumpahkan isinya.

"Aaaaa astgfirullahal'adzim!" Keana langsung mengambil buku-bukunya yang salah satunya sudah mendapat tumpahan air kopi. "Wah, Bapak kok gak liat-liat kalo jalan!" rengeknya sambil mengibas-ngibas buku yang terkena tumpahan kopi itu.

Orang itu, Restu, memasang wajah datar ke arah Keana. "Kamu yang lari-lari gak jelas kenapa salahin saya? Menurut kamu cuma buku kamu aja yang kena tumpahan kopi? Ini apa?" protesnya sambil menunjuk kemeja putihnya.

Keana seketika langsung tersenyum kikuk. Astaga, mana kemeja putih! Pake vanish hilang tidak?! Apa pake beklin yang seputih kasih ibu? Memang masih jaman?

"Kesiangan?" sinisnya.

Gadis itu seketika langsung manyun. Udah tau kesiangan kenapa malah nanya? Oh iya, Keana kesiangan, ya? Silahkan pergi saja gak apa-apa. Kenapa gak gitu aja, sih?

"Kamu itu jangan kebiasaan ngumpat!"

Mata Keana membeliak setelah keningnya merasakan sentilan dari Restu. "Apa, sih, Pak? Astagfirullah, ngumpat dari mana?" Gadis itu mengusap keningnya dengan kesal.

"Ekspresi kamu gak bisa bohong. Kernyitan kamu nunjukin kekesalan kamu sama saya."

"Pak Restu cenayang? Banyak kamunya, deh."

Restu tak tahu harus berkata apa lagi. Ia benar-benar speechless dengan setiap kalimat yang diutarakan oleh Keana, apalagi dengan nada khas sekali. "Kamu mau tanggung jawab?"

Keana menekan bibirnya dalam satu garis lurus. "Ck, saya tanggung jawab apaan, Pak? Emang saya ngapain Bapak?"

"Kamu numpahin kopi saya, Keana." Restu terdengar gemas dengan gadis itu. "Kamu nyari masalah terus sama saya sampai-sampai saya sudah hapal nama sama wajah kamu."

Gadis itu memberenggut. "Itu kan kopi Bapak bukan kopi saya. Terus kopinya tumpah ke kemeja Bapak. Bapak yang harusnya tanggung jawab karena kopinya tumpah ke buku saya!"

Pagi-pagi Restu sudah terserang sakit kepala karena bertemu dengan Keana. Ia bisa-bisa darah tinggi. "Saya bakalan tanggung jawab buku kamu, walau kamu yang nabrak saya. Terus apa tanggung jawab kamu sama saya? "

Ini dosen perhitungan banget! "Ya udah, buka baju Bapak."

"Maaf?" Restu terkejut bukan main. Ia menatap Keana dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan.

"Buka baju Bapak," ulang Keana. "Saya bawa pulang buat dicuci."

Restu berdecak kesal. "Terus saya harus telanjang di kampus?"

"Oh iya, ya." Keana tersadar. Ia sangat bodoh mengatakan hal itu.

"Kata-kata yang kamu ucapin terlalu ambigu. Saya jadi mikir yang macem-macem!" kesal Restu yang langsung pergi meninggalkan Keana.

"Lah, ditinggal!" Keana mendengkus menatap pungguh Restu yang menjauh. Ia kemudian melihat sekeliling. Sepi. Kemudian perhatiannya teralih ke lantai dimana kopi Restu tumpah. Dengan hati-hati, Keana langsung melihat sekeliling memastikan suasana aman. Tidak ada yang melihat. Secepat kilat, ia langsung berlari ke kelasnya. Semoga Bu Veni belum sampai.

The StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang