"The greatest day in your life and mine is when we take total responsibility for our attitudes. That's the day we truly grow up."
(John C. Maxwell)
---
Tring
Lonceng café berdenting kala pintu terbuka. "Selamat sore kak, ada yang bisa saya bantu dengan pesanannya?" Nisha Timira salah satu karyawan menyambut pelanggan sore hari ini, "Americano satu" pesan pelanggan tersebut, "atas nama siapa kak?" Tanya Nisha kepada pelanggan dengan ramah, "Mahatma" jawaban singkat dari pelanggan membuat Nisha sedikit kesal. "Baik, mohon ditunggu sebentar ya kak untuk pesanan Americano nya, terimakasih."
"Tar, Americano satu ya atas nama Mahatma meja nomor 15" ucap Nisha dengan kesal kepadaku,
"Lu kenapa Nis? Asem gitu muka lu" gurauku kepadanya, "lu tau pelanggan barusan kan Tar? Gue kesel kalo ada pelanggan yang singkat gitu ngejawabnya, untung aja cakep jadi masih bisa gue maklumin."
Nisha Timira adalah salah satu karyawan café yang cukup dekat denganku. Bekerja di café hanya untuk mengisi waktu kosongnya saja, bisa dibilang dia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Bagaimana tidak, ayahnya saja seorang petinggi polri dan ibunya pemilik resto milik keluarga. Sangat jauh berbeda denganku bukan?
Aku meletakkan Americano yang telah ku buat ke atas nampan untuk mengantarkannya. Mahatma, nama yang keren batinku. "Atas nama Mahatma? Americano satu ya kak?" mendengar namanya aku sebut dia hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop, yang entah apa sedang dia lakukan. Aku pun meletakkan kopi yang dia pesan di sebelah tanggannya seraya bertanya "Ada lagi, yang bisa saya bantu kak?", "Tidak" jawabnya sangat singkat, apakah kosakata yang dia miliki sangat minim?
Setelah mengantarkan pesanannya aku menuju tempatku kembali. Malam ini cukup ramai para remaja yang menghabiskan malam bersama orang terkasih mereka atau sekedar berbagi cerita dengan para sahabat. Dan ya, sudah hampir lima jam pria dengan nama Mahatma masih tetap setia dengan laptop yang menyala di depannya, tanpa terusik dengan keributan para pelanggan yang lain. Hari yang cukup melelahkan pikirku.
"Byee Tara, hati-hati di jalan oke?" aku hanya menganggukkan kepalaku sambil tersenyum. Berjalan menuju parkiran untuk mengendarai sepeda motor matic ku dan bergegas pulang. Selama perjalanan pulang aku merasa ada seseorang yang mengikutiku. Semakin kencang aku mengendarai sepeda motorku, semakin kencang pula seseorang itu mengikutiku. God please, I still want to alive.
Setibanya di rumah aku bergegas memasukkan motorku kedalam garasi dan menutup pintu gerbang. Dengan jantung yang masih berdegub sangat kencang aku mengunci pintu rumah, untuk berjaga-jaga dari orang yang membuntutuiku. Aku melihat keluar rumah dari balik jendela, sekedar untuk melihat apakah orang tersebut telah pergi atau masih tetap berdiam diri di depan gerbang rumahku.
Seperti dugaanku orang tersebut tetap berada di depan gerbang dengan mata yang melihat ke dalam rumah. Aku bergidik ngeri melihatnya sedetik kemudian aku menutup tirai jendelaku. Namun, ketika aku berbalik badan tiba-tiba—
Daaarrrr!
"ECAAAA!" teriakku "lu gila ya, jantung gue hampir aja pindah Ca" tanpa rasa bersalah sedikit pun Eca menyeringai kepadaku
"Lagi ngeliatin apa si kak, sampe ga sadar kalo aku daritadi ada di belakang kakak" tanyanya kepadaku.
"Ngga, ga ngeliat apa-apa cuma tadi ada orang aja di depan rumah" jelasku singkat kepadanya. "Gue ke kamar dulu ya Ca, mau mandi nih gerah banget."
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, akuu duduk di depan meja belajarku. Seperti malam-malan sebelumnya, aku selalu meluangkan sedikit waktu untuk sekedar membuat video mengenai hari ini, di mulai dari Devi yang berteriak memanggilku hingga ada seseorang yang membuntutiku sepanjang arah pulang setelah bekerja.
Sedikit beristirahat dengan membaringkan tubuhku, kembali muncul rasa ingin tau mengenai siapa orang yang membuntutiku. Apakah aku memiliki musuh? Aku rasa tidak. Namun, aku yakin bahwa orang tersebut adalah seorang pria, dilihat dari sepeda motor, pakaian yang serba hitam dan perawakan tubuh yang lumayan besar—jika dibandingkan dengan tubuhku tentu saja—
Apakah aku harus mengganti arah jalan pulang? Tapi jalan yang sering aku lewati adalah jalan yang paling cepat dan jalan yang menurutku paling aman. Well, mari kita coba besok apakah orang tersebut masih membuntutiku atau tidak. Jika memang masih membuntutiku, maka aku harus mengganti arah jalanku.
---
Btw ini motor yang ngikutin Tara ya guys, tapi kalo kalian ada imajinasi motor yang lain silahkan
aku juga bakal up terus ceritanya setiap dua hari sekali, jadi...
Stay tune buat kalian semua
Dan terimakasih banyaaak buat kalian yang udah nyempetin buat baca atau sekedar ngeliat cerita aku, that means a lot for me
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara
Teen Fiction"Gue tau lu orang paling mandiri yang pernah gue temuin Tar, tapi tolong libatin gue disetiap hiduplu." -Mahatma Gyan Sagara "Lakuin apa yang emang lu mau, lakuin apa yang emang lu suka. Apa pun itu. Tugas gue di sini cuma buat ngedukung lu Tar." -N...