"Kau terlihat seperti membela atau mungkin mengenal salah satu seperti mereka para Werewolf itu, Brighton."
SCOTLANDIA di pertengahan bulan Oktober adalah dimana hari-hari yang lebih dingin dan curah hujan yang membuat suhu menjadi lebih lembab. Meskipun tidak sedingin musim salju, musim gugur di Scotlandia juga berarti api kayu bakar yang mulai menyala. Membayangkan tidur di depan perapian dan suhu yang rendah, membuat siapapun akan berpikir untuk memilih tidur dengan nyaman dan tidak melakukan aktivitas apapun.
Meskipun tidak sepenuhnya salah cuaca, tetapi Edelweiss mengutuk hal itu yang telah membuatnya terlambat bangun pagi ini dan juga mengutuk para Marauders yang mengantarkannya ke asrama terlalu malam kemarin.
Sebenarnya tidak terlalu terlambat, Edelweiss juga masih memiliki waktu untuk sarapan di Aula besar. Tetapi waktu ia bangun saat ini sedikit melenceng dari waktu biasanya, membuat gadis itu sedikit panik apalagi ia tidak menemukan Thea di ranjang. Ya, musim Quidditch seperti ini, membuat si Nott satu itu selalu bersemangat bangun lebih pagi.
Edelweiss menarik lengan jubah sebelah kirinya yang sedikit turun karena berlari di sepanjang koridor. Edelweiss juga sesekali mengucapkan kata maaf saat tak sengaja menyenggol beberapa siswa yang berlalu larang di koridor itu.
Edelweiss lalu memutuskan berhenti berlari dan berjalan kecil saja sambil mencoba mengatur nafasnya. Dia berpikir akan membalas dendam saat sarapan nanti, karena saat ini sepertinya lemak dan kalorinya sudah terbakar dengan baik. Edelweiss sedikit mendengus, ingatkan ia juga untuk mengomel kepada Thea yang tidak membangunkannya padahal gadis itu selalu ia bangunkan tiap paginya.
Karena merasa sudah lebih tenang, Edelweiss mencoba untuk berlari lagi. Tinggal satu belokan di ujung sana maka ia akan sampai di pintu aula. Edelweiss tersenyum kecil sambil memeluk erat buku-buku didekapannya. Ketika sampai di ujung koridor, Edelweiss berbelok ke arah kiri.
Bruk!
Sebenarnya suara itu cukup keras, tetapi karena memang koridor yang sedang ramai oleh siswa yang berlalu lalang, sehingga tak ada yang terlalu mempedulikannya. Kecuali pemuda itu, sang pelaku.
Edelweiss jatuh terduduk dengan buku-buku yang telah berserakan setelah menabrak dada bidang pemuda menyebalkan itu, yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya tadi. Ia mendongak menatap si pelaku dengan tajam dan ekspresi yang kesal.
"Kau tidak apa-apa, Bright?" Sirius Black bertanya sambil berjongkok, memperhatikan gadis yang baru saja ia tabrak beberapa detik yang lalu. Ia juga membantu mengutip beberapa buku yang berserak milik gadis itu.
Edelweiss mendengus, ia masih sibuk mengutip buku-bukunya lalu menatap si Black satu itu. "Bloody hell, bisakah kau tidak muncul tiba-tiba dan menghalangi jalan orang lain?" Edelweiss bertanya dengan kesal.
Sirius menaikkan sebelah alisnya, kenapa gadis ini tiba-tiba marah padanya? Jelas ini bukan salahnya sendiri. "Kenapa juga kau harus berlari di koridor? Jelas itu salah mu sendiri."
Edelweiss gelagapan. Yang dikatakan pemuda itu memang benar, ia tak seharusnya berlari di koridor padahal jam masuk kelas juga masih cukup lama. Tetapi karena mood Edelweiss sudah buruk pagi ini, jadi ia mengabaikan perkataan pemuda itu. Ia lalu merebut buku-bukunya yang ada di tangan Sirius dan berlalu begitu saja.
"Hei, hei!" Sirius mengejar langkah gadis itu dan menyamai langkah mereka. "Tak ada permintaan maaf atau ucapan terima kasih untukku karena sudah membantu mengutip buku-buku mu itu?"
Sirius rasanya ingin tertawa keras melihat wajah kesal gadis itu. Dan sepertinya otaknya mulai bermasalah, karena ia berpikir bahwa Edelweiss Brighton terlihat menggemaskan di pandangannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bright and Black
FantastikDemi jenggot Merlin, apakah ia penuh dosa sehingga arwahnya tidak diterima di dunia akhirat? ini benar-benar tak bisa dipercaya. Harusnya malaikat pencabut nyawa sudah menjeputnya setelah Bellatrix sialan itu mengucapkan mantra Tak Termaafkan kepada...