🐿️ Branch 3: Ayunda, Boleh Bicara? (Part 3)

134 17 3
                                    

Tok tok! Suara ketukan terdengar dari balik pintu.

Karena memang berekspektasi akan kedatangan tamu, wanita ini pun menjawab dan mempersilakan sang tamu untuk masuk. "Silakan masuk!" kata sang wanita.

Melirik dengan ujung mata karena fokusnya masih terpaku pada ulangan-ulangan muridnya, terlihat siluet seorang anak gadis yang datang dengan gugup dan menunduk malu.

Wanita ini menengadah, barulah kemudian terlihat lebih jelas perawakannya.

Gadis tersebut memiliki rambut bob cokelat yang kering dan kusut? Ada banyak helaian rambut yang berantakan di seluruh kepalanya. Matanya sayu dan lelah, seperti kekurangan tidur dalam beberapa waktu terakhir. Bajunya pun lusuh, kusut, warnanya memudar, bahkan terlihat banyak noda seperti tidak dicuci dengan baik.

Udah kayak anak miskin di kolong jembatan, aja, pikir sang wanita terganggu dengan muka masam memperhatikan sang gadis.

Ah, gak peduli! Bukan urusan gue!

"Risu, nilai kamu kok turun? Dua minggu terakhir juga kamu jadi sendirian aja. Banyak diem, gak ngomong sama teman-teman. Kamu buang air besar di celana, ya?" terka sang wanita seenaknya sambil mengendus aroma Risu yang tidak begitu nyaman, tapi tentu bukan karena tebakan asal-asalannya.

Masih dengan kepala yang menunduk, Risu tidak bergeming.

Tidak bersuara, tidak menjawab, bahkan tidak bergerak memberi respon meski hanya anggukan atau gelengan kepala.

"Kamu itu sudah besar! Tapi kenapa gak bisa ngurus diri sendiri, sih?" protes sang guru hanya ingin menghujat saja. "Hah! Sudahlah. Saya pinjam ruang BK karena ini adalah urusan penting. Risu! Saya gak mau melihat anak yang saya wali kelasnya jadi bahan obrolan guru-guru lain, ya! Kalau mau jadi pusat perhatian, jadi murid berprestasi, dong! Jangan jadi murid bermasalah kayak kamu ini! Gimana, sih?! Mau ditaruh dimana muka saya nanti di depan guru lain?" keluh sang wanita masih lanjut memeriksa ulangan-ulangan muridnya.

"..." Risu masih tetap diam, masih tidak merespon apa-apa.

"Kamu lagi ada masalah, ya? Cepetan selesaikan, ya. Masalah anak SD cecunguk kayak kamu palingan masalah sepele. Berantem sama temen, lah. Pundung ke orang tua, lah. Gak penting banget! Kamu itu ada tanggung jawab sebagai siswa untuk menjadi murid yang teladan! Fokus sekolah, fokus pendidikan! Kalau ada masalah di rumah jangan dibawa-bawa ke sekolah! Professional dong kalau jadi murid!" bentaknya tanpa henti masih terus sibuk memeriksa ulangan.

Tanpa menatap Risu sama sekali.

Tampak tidak begitu peduli pada anak walinya.

"Jangan macam-macam kamu, ya! Kalau masih mau seenaknya kayak gini, besok saya panggil orang tua kamu ke sini, ya?!" ancam sang wanita kali ini menatap Risu dengan dingin dan penuh rasa benci.

Mendengar nama orang tuanya disebut, seperti baru saja mimpi buruknya dikeruk untuk merusak kesadarannya, Risu mulai mengangkat wajah untuk memberikan ekspresi takut. Matanya melotot, mulutnya menganga ingin berkata sesuatu, tangan dan kakinya kembali gemetaran.

Risu ingin mengatakan sesuatu.

Risu ingin membantah sesuatu.

Tetapi, rasa takutnya yang sudah bersemayam di dalam perutnya menarik tenggorokannya, membuatnya kering seperti kemarau panjang, sulit untuk menggetarkan pita suara dan merubahnya menjadi ujaran.

"Kenapa kamu?! Malah jadi kayak orang idiot betulan, deh! Kalau mau ngomong tinggal ngomong, dong!" bentak sang wanita lagi. "Lebay banget sih anak SD jaman sekarang!"

Lebay? Risu memang ingin mengucapkan sesuatu!

Ingin sekali rasanya berbicara.

Tapi, pengalaman mengajarkan Risu untuk diam dan tutup mulut saja!

HoloRoot - Hololive FanFictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang