Cerita Kita

7 0 0
                                    

“Tidak bisakah kita seperti dulu?” tanya Shane.

“Seperti dulu yang seperti apa, Shane. Antara kau dan aku telah usai. Aku memilih jalan sendiri dan kau pun sama,” sahut Hesley mulai serius menanggapi pertanyaan Shane.

“Tidak. Kita belum usai,” sahut Shane cepat menatap wajah Hesley dari samping.

Menutup buku kasar lalu menatap Shane yang kini tengah menatapnya intens. Pandangan keduanya lurus saling menembus ke dalam kornea lawan.

“Aku tidak bisa. Bahkan sekedar menjadi teman,” ucap Hesley datar.

“Jika berteman tidak bisa, lalu celah mana agar aku bisa masuk ruang di hatimu?”

“Cukup terima takdir kita masing-masing. Kau tetap menjadi pria mapan dan aku sebagai gadis penjual bunga. Selesai. Jika kau bertanya celah di ruang hatiku, maka jawabannya tidak ada.” Hesley mengungkapkan dengan suara dan ekspresi datar.

Ia hanya mengatakan apa yang tersimpan dalam jiwa. Menguapkan rasa kesal yang telah lama terbelenggu di sisi paling pojok hati Hesley.

“Semua bisa dirubah, ini belum terlambat. Kita perbaiki semuanya,” ucap Shane meyakinkan.

“Shane!” teriak Hesley. Seketika ia berdiri.

“Kau yang harus memperbaiki diri! Bukan aku!” Teriak Hesley sambil menunjuk wajah Shane.

“Kau jahat, Shane. Kau tarik diriku masuk dalam hidupmu hanya demi keuntunganmu. Sekarang, kau menawarkan lagi hal sama juga untuk keuntunganmu, bukan?” Lanjutnya.

“Sley, kau salah paham.” Shane ikut berdiri.

“Bagian mana yang tidak aku pahami! Jelaskan!” kedua mata Hesley mulai panas. Ia tahan air yang mulai menggenangi.

“Kita hanya butuh waktu untuk saling memahami perasaan, Sley. Berikan aku sedikit waktu. Tolong?”

“Kau! Kau yang  butuh waktu untuk menerima kehadiranku yang kau sendiri paksa masuk!” sahut Hesley cepat.

“Aku mencintaimu! Men.cintaimu.” Shane potong cepat dengan penuh penekanan di setiap kata.

“Berhenti. Aku bilang berhenti!” teriak Hesley sambil menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangan.

Saat itu juga, air matanya tumpah dan tak lagi bisa ditahan. Kedua kakinya lemas diikuti tubuhnya yang gemetar. Mundur beberapa langkah hingga menabrak pembatas kayu, disitulah ia meluruhkan tubuhnya lalu menyembunyikan wajah pada lutut yang ditekuk. Ia tutup wajahnya dengan kedua lengan yang melingkar pada kaki. Tanpa suara tapi punggungnya bergejolak dan isakan kecil samar-samar terdengar.

Hembusan angin yang mengelilingi mereka menjadi saksi. Saksi luapan hati Hesley yang tidak diketahui oleh siapa pun. Tangis diamnya sebagai bukti betapa sakit luka yang Shane tanamkan.

Langkah ragu Shane perlahan menghampiri Hesley yang meringkuk. Ia pun ikut duduk di depan Hesley yang sedang menangis dalam diam. Bibir pria itu mulai bergetar, pun tangan yang dijulurkan untuk mengusap punggung wanita rapuh itu.

“Pergi, Shane.” Usir Hesley masih pada posisi sama. Shane hanya mampu menggelengkan kepala.

“Sakit, Shane. Aku lelah menghapusmu dalan hidupku,” ungkap Hesley. Tangisnya kian berat dan sesak hingga nafasnya terputus-putus.

Shane memeluk Hesley lalu detik berikutnya terjungkal ke belakang karena Hesley mendorong kuat.  Di pandang lekat Shane dengan wajah sembab penuh air mata.

“Menjauh.” Ucapnya tanpa suara.

Shane kembali memeluk wanita itu erat. Sangat erat seolah tidak ingin wanita itu bergerak meski satu inchi. Ia tenggelamkan wajah penuh air mata itu di dadanya. Mendekap erat untuk memberi kenyamanan yang layak meski wanita itu terus memukul punggungnya agar Shane melepaskan dekapan.

“Sekalipun kau menusukkan ribuan pisau, aku akan tetap berdiri di depanmu dan tersenyum. Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dalam hidupku. Aku tidak sanggup melihatmu jatuh pada pelukkan lain. Tidak! Aku tidak mampu jauh darimu lagi....” Shane bongkar seluruh isi dalam hatinya.

Teman? Tidak akan ia terima status itu. Hesley miliknya sejak awal dan hanya boleh ia miliki. Tidak peduli seberapa keras wanita itu menolak, ia akan tetap mengejar. Egois, itulah sifat mutlak dirinya.

“Kau jahat Shane, kau jahat...” ucap Hesley melemah.

“Akan aku lakukan segalanya agar kau kembali padaku,”

Tidak ada jawaban sepatah kata dari Hesley. Hanya tangis dan tarikkan nafas yang terdengar. Berkali-kali Shane mengecup puncak kepala Hesley.
Dalam pelukkan pria itu, ingin ia melawan. Namun seluruh tubuhnya seolah dikunci. Setiap kata yang keluar dari bibir Shane terus mendengung dalam telinganya.

Menarik tubuh Hesley untuk melihat wajah wanita itu. Ia tatap lekat seluruh garis wajah. “Sungguh, aku tidak ingin menyakitimu lagi. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki,” ucap Shane lembut.

Diam. Tak lagi bisa ia ucapkan satu kata. Jiwa dan otaknya belum bisa menerima kehadiran pria itu lagi. Kepalanya kian memberat pusing, tatapannya mulai mengabur lalu detik berikutnya Hesley ambruk.

Jejak air mata masih tersisa di wajah tampan Shane. Ia angkat tubuh wanita itu untuk membawanya pulang. Tidak ia biarkan cerita cintanya dengan Hesley sampai disini.

The Flower GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang