Pulang kerja seperti biasa, sore hari dengan suasana desa yang damai dengan angin dan rindang pohonya. Aku mencoba istirahat di kamar dengan menyalakan kipas angin yang sudah lumayan berumur. Tak lama
"Assalamu'alaikum" Terdengar suara salam dari luar rumah. Aku membuka pintu dan ada seseorang yg tak kukenal sambil memberikan sebuah undangan pernikahan "dari Jamal a". " Jamal?" Aku bergumam dalam hati "oh yah teman SD ku dulu.Masuk ke dalam dan duduk diruang tamu, ibu bertanya
" Jamal siapa?"
"teman SD" Jawabku.
"Terus tadi siapa? " Bertanya lagi
"Nggak tau, nggak kenal"
"Iyalah, gak pernah gaul!" Dengan mimik menyindir
"Ya kan jauh mah"
"Orang mana emang?"
"Ya jauh Dusun sana, jauh lagi" agak ketus
"Ya biasa aja atuh jangan sambil begitu" Dengan nada mengejek
"Ya lagian benci banget sama anak sendiri, baru aja satu orang gak kenal dikata gak bisa gaul". Sambil berpaling pergi ke kamar.
" hadehh.. serba salah gw, gak kenal sama yang nganterin undangan aja udh nyindir gw terus gak gaul kayak temen-temen di kampung gw" Gumamku dalam hati.Aku merasa tak bisa percaya pada diriku sendiri, keluarga terdekat pun tak bisa jadi rumah yang nyaman untuk ku berkeluh kesah, selalu salah tanpa ada tabayyun terlebih dahulu.
Kudengar ibu masih bergumam perihal tadi merasa tak dihargai, merasa tersakiti. Dan akupun mulai berpikir dalam hati "kena adzab deh gw, pengen gitu damai kayak orang lain.. Tapi kok gw salah teruss ya, diem salah, ngejawab dikata anak durhaka, gw harus gimana sih?" Sambil berfikir seharusnya aku pulang agak malam agar tidak terlalu sering berinteraksi, bukan aku tak sayang ibu namun seperti yang sudah-sudah hanya menambah dosa saja, dan lagi-lagi ia ingin aku lembut tapi dia tak pernah mengajarkan ku bagaimana menjadi seseorang yang lembut. Aku bingung, bimbang, tak percaya diri, tak bisa mengemukakan pendapat, hanya bisa bicara dengan diri sendiri hanya bisa bertanya sendiri, tanpa adanya jawaban tentang apa yang harus aku lakukan"