Octagon 3 - 177 : Kejelasan

221 30 35
                                    

"Dengar dulu."

Dengan kesal, sejak mengetahuinya, Wooyoung berusaha menjauh dari San. Namun jelasnya, San terus mengikutinya, sampai ke kamar, bahkan menutup pintunya. Yang mana membuat Wooyoung menoleh, dan tampak semakin ingin marah karenanya.

"Dengar dulu, Wooyoung. Bukan maksud gue—"

"Apa sih, San? Gue gak butuh dikasihani." Wooyoung
menyela cepat, marah dengan menghadapnya.

San jelas tahu akan yang Wooyoung maksud, membuatnya berjalan mendekat dengan hati-hati. "Gue serius, bukan itu maksud gue—"

"Ya, dari semua anak, cuma gue doang yang dikasih tau bayarnya 3 juta, karena ternyata lo bayarin gue sisanya!" Wooyoung membentak, tak tahan, bahkan dadanya terasa sesak. "Kalau lo lakuin ini karena gue yang ajak tinggal bareng tapi—"

"Wooyoung, please." San kini berdiri tepat di hadapannya. Berusaha sekuat tenaga untuk menenangkannya. "Bukan gitu. Gue bukan ngeremehin kondisi keuangan lo, atau apapun itu. Oke? Tapi gue ngelakuinnya karena cuma lo yang bantu gue, di masa berat gue sebelumnya. Lo ada waktu orang tua gue meninggal, di saat orang lain cuma ngelihat gue sebagai si Desanrio yang likely gak punya masalah."

Wooyoung hendak membalas, tetapi terkejut juga.

Karena itu, San mengambil kesempatan untuk menyentuh tangannya.

Ditolak, memang.

Namun San mencoba kembali. "Dengar, Wooyoung. Gue serius. Gue cuma mau bantu lo karena lo selalu bantu gue. Gak ada sedikit pun niat gue buat nganggap lo gak mampu atau sejenisnya."

Wooyoung tampak seperti menahan air matanya sendiri.

Rasanya San merasa sangat bersalah. "Maafin gue, tolong... gue cuma... gue cuma ngerasa nyaman sama lo, dari dulu, tanpa gue sadar. Jadi gue mau lakuin apapun buat lo, walau fokus gue ke banyak orang. Tolong... tolong jangan salah pengertian..."

"Gue gak bisa, San..." bisik Wooyoung, yang menelan ludahnya susah payah. "Gue... hh... kenapa lo lakuin itu? Kenapa sih, San...? Lo tau gue suka sama lo... dan tau fakta ini sekarang cuma nyiksa gue..."

"Ssh, jangan gitu." San melihatnya melunak, membuatnya mampu mendekat, merapat tepatnya, untuk memeluk tubuhnya. "Jangan kayak gitu. Gue gak ngerasa terbebani kok. Oke? Gue senang ngelakuinnya. Gue senang ada lo di sekitar gue..."

Wooyoung tak menjawab, tapi mulai meremas pakaian terbawah dari San.

Dalam senyuman tipis, San menyamankan pelukan, dan mengusap punggungnya secara hati-hati. "Udah, ya? Gak masalah. Sekarang kita mau pindah. Harganya juga transparan. Jadi lo—"

"Gue mau bayar yang pernah lo bayar kalau gitu..."

"Jangan." San menolak, lalu mencium pipinya sekilas, dan mengeratkan pelukan lagi. "Jangan... kita pakai uang dari kakeknya Hongjoong untuk hal lain. Lo mau apa? Ada yang lo ingin?"

"Ada, sih..."

"Apa itu?" tanya San lembut, cukup menjadi tenang, lantaran Wooyoung sudah menjadi tenang. "Coba bilang, nanti gue antar..."

Wooyoung agak menyembunyikan wajahnya di bahu San. "Gue pengen... pakai motor lagi. Gue juga gak mau beli yang mahal-mahal... kisaran 15-20 juta aja..."

"Udah berani? Hm?" Suara San semakin lembut, sembari dirinya memberi jarak, untuk menangkup pipi Wooyoung. "Yuk, gue antar, ya? Nanti coba dulu pelan-pelan, jangan langsung ke jalan. Terus hati-hati. Oke?"

Dalam gerakan pelan, setelah menatap, Wooyoung mengangguk.

San semakin tersenyum, mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, dan mengangguk. "Oke. Simpan uangnya. Jangan lupa, bilang makasih ke Hongjoong. Kita belum sempat, 'kan, baru ketemu pagi ini?"

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang