Bagian 1

160 21 2
                                    

Semua anggota Pawn yang bertugas di salah satu negara konflik bersama pemimpinnya yaitu Ranvi, sedang berkemas untuk pergi ke daerah terpencil sebagai markas mereka selanjutnya. Terkecuali Zoya yang malah sibuk memanjat pohon dan memetik buah mangga, karena dia pikir akan memerlukan buah sebagai perbekalan mereka nanti di perjalanan.

Hal itu tentu membuat Ranvi naik darah, gadis nakal itu selalu saja seenaknya berbuat di saat yang tidak tepat. Padahal kalau dipikir lagi, Zoya sendiri sudah mengemas semua barangnya, dia sudah siap. Namun, tetap saja, Ranvi putuskan untuk menemui Zoya dan memarahinya.

"Hei, Gadis nakal! Cepat turun!" titah Ranvi yang dihadiahi senyum manis Zoya.

"Sebentar, Paman!" teriak gadis itu sembari memasukkan tiga buah mangga ke dalam tas dari karung goni yang dia selempangkan.

"Cepat! Sebentar lagi kita berangkat." Ranvi dengan wajah garang dan balok kayu di tangannya mulai mendekati pohon yang Zoya panjat.

Gadis itu masih tidak menghiraukan perintah dari Ranvi. Dia tidak peduli dengan gertakan pria yang usianya berjarak sangat jauh darinya. Gadis cantik itu tetap bersikeras mengambil mangga-mangga yang hampir masak di dekatnya.

"Zoya, ayo, turun!" seru Ranvi sekali lagi yang masih diacuhkan oleh Zoya.

"ZOYA!" kesal pria itu membuat anggota yang lainnya terkejut mendengar suara khas komandan itu menggelegar, sedang orang yang diteriaki dengan malas menatap Ranvi. "Turun atau paman pulangkan?"

Zoya mendengkus, kali ini dia menuruti perintah Ranvi untuk segera turun. Sudah Ranvi duga ancaman itu lebih manjur ketimbang harus lelah berteriak agar gadis nakal itu menuruti perintahnya.

"Awas saja kalau nanti Paman minta mangganya," kesal Zoya mencebikkan bibirnya sesaat setelah turun dari pohon, dia pun langsung pergi menghampiri yang lain.

Ranvi ikut mengekor di belakang Zoya dengan wajah tegasnya yang menampilkan senyum simpul. Gadis nakal itu pasti selalu merajuk kalau sudah mendengar ancaman tadi. Ranvi juga sebenarnya tidak akan pernah sanggup jika harus memulangkan gadis kesayangannya itu. Zoya adalah orang kedua setelah istrinya yang amat sangat dia sayangi. Gadis itu sudah seperti putrinya sendiri.

Setelah memakan banyak waktu untuk memasukkan barang bawaan serta perbekalan mereka ke dalam truk dan juga mobil box yang mereka miliki. Akhirnya, mereka pergi ke tempat yang dituju. Beberapa dari mereka menaiki jeep willys, tetapi kebanyakan anggota memilih untuk menaiki truk termasuk Zoya. Dia naik bersama dengan truk yang ditumpangi Ranvi dan keempat anggota Pawn lainnya.

Zoya menyandarkan punggungnya pada setumpuk barang bawaan mereka yang menyita seperempat bagian dari belakang truk itu. Dia lalu mulai mengupas dan memotong-motong mangga yang tadi dia petik, untuk kemudian dimasukkan ke dalam wadah mangkuk besar. Ada sekitar delapan buah mangga yang sudah dia kupas, padahal masih banyak buah yang Zoya miliki, tetapi dia keburu tidak tahan untuk segera mencicipinya.

"Ayo, kita makan sama-sama mangganya," tawar Zoya yang sudah mencomot satu potong buah mangga.

Tiga anggota laki-laki dan satu orang perempuan yang berada di truk yang sama dengan Zoya, tentu saja langsung mendekatkan diri dan ikut memakannya. Mereka juga sudah ngiler sejak tadi, saat gadis itu masih sibuk mengupasnya. Ranvi sendiri memilih untuk memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Dia harus beristirahat, mengingat apa yang akan terjadi ke depannya pasti menyita cukup banyak waktu tidur dan istirahatnya.

Menyadari Ranvi yang hanya diam saja tidak ikut memakan buah mangganya, membuat Zoya menghela napas. Dia pun segera mengupas tiga buah mangga lagi seperti tadi dan dimasukkan ke wadah yang terpisah.

Gadis itu menghampiri Ranvi yang masih memejamkan matanya. "Makan buahnya, Paman. Tadi aku hanya becanda," ujar Zoya dengan nada yang mengartikan kalau dia masih merajuk kepada pria itu.

Ranvi membuka matanya, tangannya perlahan mengambil satu buah mangga dalam wadah dan menyodorkan potongan mangga itu ke depan wajah Zoya.

"Paman tidak mau, kau saja yang makan."

Mendengar itu wajah Zoya berubah murung. Gadis itu juga mengacuhkan suapan buah mangga itu dari Ranvi sehingga dia terkekeh dan memakan buah mangga di tangannya.

"Paman tidak marah, Zoya," ujarnya tahu apa yang sedang dipikirkan Zoya.

Gadis itu memang sering sekali membuat Ranvi kesal, tetapi dia sendiri tidak mau jika kenakalannya itu membuat Ranvi marah dengan mendiamkannya seharian seperti terakhir kali. Untuk itu dia takut, jika kali ini Ranvi juga benar-benar marah kepadanya.

"Kalau tidak marah, kenapa tidak mau memakan buah mangganya?" tanya Zoya dengan wajah yang masih cemberut. Pasalnya, meskipun Ranvi sedang kesal kepadanya, pria itu tidak akan pernah menolak makanan dari Zoya. Apalagi ini mangga, buah kesukaan Ranvi.

Ranvi tersenyum menatap gadis itu. Tangannya mengambil wadah berisi buah mangga itu dari tangan Zoya. "Paman akan memakannya."

Raut wajah gadis itu berubah senang. Dia sedikit menarik sudut bibirnya kala melihat pamannya itu memakan dengan lahap buah mangganya. Gadis itu selalu senang melihat Ranvi makan dengan ketenangan seperti ini, karena besok, lusa, ataupun nanti, mereka tidak terjamin akan menikmati makanannya.

"Paman Chen," panggil Zoya kemudian, setelah dia puas memperhatikan Ranvi yang menyebabkan pikirannya melanglang buana.

Ranvi dan empat orang lainnya yang tadi sibuk melahap potongan demi potongan buah mangga kini beralih menatap Zoya.

"Kenapa?" tanya Ranvi, karena memang dialah yang Zoya panggil. Paman Chen adalah nama panggilan khusus untuk Ranvi yang diberikan oleh gadis itu.

"Apakah keputusan Paman untuk memulangkan aku setelah urusan di sini berakhir bisa ditarik? Aku ingin selalu bersama Paman dan yang lainnya."

"Tidak." Wajah Ranvi berubah kusut. "Keputusan paman sudah bulat. Kau harus pulang ke keluargamu dan melanjutkan pendidikanmu, Zoya."

"Paman, bukankah aku lebih aman jika bersama kalian?"

Ranvi menundukkan pandangannya. Zoya benar, orang-orang yang dulu mengejar gadis itu tidak lagi menampakkan diri, semenjak ancaman yang dia katakan kepada mereka. Ranvi juga tidak mau jika harus kehilangan Zoya.

"Ada kakakmu, Zoya. Dia akan selalu menjagamu lebih dari paman yang selama ini bersamamu."

"Tetapi, Paman ...."

"Sudahlah, Zoya. Setelah semua urusan di sini berakhir kau harus pulang. Dan berjanjilah pada paman, kau akan menjaga dirimu dengan baik."

Zoya mengangguk lemah, dia harus menerimanya. Keluarga, terutama kakaknya sudah lama menunggu kepulangan Zoya. Dulu mereka anggap Zoya sudah tiada, saat bencana alam longsor itu terjadi tepat di penginapan Zoya ketika sedang mengikuti pelatihan.

"Jika nanti aku tidak lagi bersama Paman dan kalian semua. Kalian juga harus menjaga diri baik-baik." Zoya mulai menyeka air mata di sudut matanya. "Apalagi Paman Chen yang sering sekali kurang istirahat. Paman sudah tua tahu," ujar Zoya mengundang gelak tawa dari empat anggota yang sedari tadi mendengar percakapan mereka.

"Usia boleh tua, tetapi jiwa dan raga paman masih muda, Zoya," kata Ranvi yang tidak setuju kalau dirinya dikatai sudah tua. Mengingat di usianya yang kurang lebih setengah abad ini masih mampu mengalahkan para musuh meskipun dengan tangan kosong.

"Iya, aku tahu. Paman memang masih gagah dan pem—"

Suara dentuman keras menginterupsi ucapan Zoya, membuat semua orang yang berada di sana terkejut karena terdengar tepat di belakang truk yang mereka tumpangi. Ranvi dan anggota pria lainnya segera siaga dengan senjatanya masing-masing, saat truk yang mereka tumpangi juga ikut berhenti berjalan.

Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang