Beginning and ending

10 1 0
                                    

Dinginnya deru angin yang berhembus menusuk hingga ke tulang-belulang. pergantian dari musim gugur ke musim dingin di pertengahan bulan Desember ini, membuat siapapun ingin berhibernasi.

"Yah, andaikan terlahir menjadi beruang pasti akan sangat membahagiakan. "

Mungkin kurang lebih seperti itu pemikiran siswa-siswi Sekolah Menengah Atas London yang sedang berjalan dengan terkantuk-kantuk menuju halte ini.

Tapi tak semua murid seperti itu, lelaki itu tidak.

Dia dengan semangat mengencangkan mantel dan syalnya, sambil berjalan dengan riangnya memasuki bus, tak lama bus sekolahnya langsung berjalan sesuai rute tujuan.

Bagaimana tidak, tadi pagi ia diberi sarapan oleh tetangganya. Mungkin roti tawar yang telah kering dengan gula bukan makanan yang enak, dan sarapan juga bukan hal yang spesial, tapi itu kebahagiaan untuknya.

Klekk, bunyi pintu bus yang terbuka.
Lelaki itu segera menuruni bus dan memasuki pekarangan sekolah.

Kebahagiaannya tak lama berlangsung, tatapan mata murid-murid di sekitarnya membuat itu sirna. Dia lanjut berjalan walau terus-menerus menatap lantai, setidaknya itu lebih baik daripada menatap mata-mata itu.

Perjalanan tadi sungguh terasa berat untuknya, tetapi ia selalu menguatkan diri dan berfikir "Tak apa, aku hanya ingin belajar. Tak ada kesuksesan yang instan".

Drkk, dengan perlahan dibuknya pintu geser kelas. Pandangan itu lagi...

Lelaki itu menuju ke tempat duduknya sambil berusaha menyibukan diri dengan membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Tetapi, para murid lain masih juga tetap memperhatikannya sambil sesekali berbisik dan tertawa, beberapa juga ada yang memasang wajah angkuh.

"He just sitting there, what's the problem." Pemikiran beberapa anak yang normal, tetapi tak berani berbuat apa-apa.

Bruk, lelaki lainnya melemparkan tas asal ke mejanya.

Lelaki yang baru masuk itu dengan cepat menghampirinya. "Hallo, Dan. Bagaimana weekend mu? Apa sedih tidak bertemu aku? Tunggu, sepertinya kulitmu jadi lebih hitam deh. Dan lagi, bajumu tidak kau setrika kan!"
Ucapnya sambil menarik lengan Danso dan memasang wajah jijik.

Kelas itu seketika gaduh, respon teman sekelasnya malah terbahak setelah mendengarkan lelaki itu merendahkan Danso.

"Haha Alex, kau masih saja lucu. Jangankan bajunya, lihat rambutnya! Itu kusut!" .

Teman-teman lainnya ikut terpancing mengejek Danso. Lelaki itu bernama Alex, si kaya yang suka memilih orang untuk bersenang-senang, entahlah kesenangan macam apa yang dia maksud.

Danso sendiri memang memiliki kulit yang gelap dengan badan tinggi yang tidak gemuk dan tidak kurus, rambutnya ikal khas orang Afrika, dan memiliki fitur wajah yang cukup menarik. Tetapi mereka terlalu condong memperhatikan warna kulit dan kekayaan.

Sejujurnya mungkin Danso sudah mulai terbiasa dengan sikap teman-temannya, walaupun terkadang merugikan saat dia di siram air pel, di kunci di ruang olahraga, ataupun dijambak dan dipukul. Setidaknya saat ini dia masih bisa sekolah, itu masih jauh lebih baik.

"Kau benar, ayo coba kita luruskan. Sini Dan ku bantu, mungkin kau bisa jadi lebih tampan haha" Alex dan teman-temannya menjambak rambut Danso, mereka terlihat bahagia dan terbahak saat melakukan itu. Sedangkan Danso, ia meringis kesakitan mengepalkan tangannya, ini sakit dan juga memalukan. Danso hanya berharap bel secepatnya berbunyi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ExchangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang