Sesuai yang ia katakan pada Rayno, kini Salvia berdiri di depan sebuah rumah minimalis berlantai 1. Tangan kirinya menenteng 3 kilo buah-buahan dan tangan satunya memegang sebuah kotak keik matcha. Ia tidak tahu apa yang disukai kedua orang tua Salvia asli, jadi, ia membeli apa pun yang ada di pikirannya tadi.
Salvia mendorong pagar kayu mahoni, berjalan sampai di depan pintu kemudian menekan bel. Ia sedikit cemas kalau-kalau kedua orang itu tidak mengharapkan kehadirannya. Sebenarnya apa yang dipikirkan Salvia asli sampai-sampai tidak pernah mengunjungi orang tuanya?
Suara pintu yang terbuka membuat Salvia menegakkan tubuh seolah-olah akan bertemu dengan atasannya di pabrik tahu. Wanita setengah baya dengan wajah sedikit pucat yang membuka pintu tersebut. Kelopak mata wanita itu terbuka lebar menandakan ia sangat terkejut akan kehadiran Salvia.
“Se-selamat sore—” Salvia bahkan belum menyelesaikan kalimatnya, tapi suara pintu tertutup dengan kasar membuatnya terperanjat. “Aneh. Alih-alih mengizinkan aku masuk, dia malah menutup pintu.”
Salvia meletakkan kedua benda di tangannya ke lantai. Ia kembali menekan bel, tapi tidak ada yang menyahut sama sekali membuatnya terheran-heran.
“Apa mereka begitu membenci Salvia?”
Ia memutuskan untuk menunggu sampai beberapa saat. Duduk di kursi rotan di depan rumah orang tuanya sembari memperhatikan jam tangan yang mengikat pergelangan kirinya.
“Satu kali lagi. Tidak, aku berikan mereka dua kesempatan.” Kemudian berdiri dengan tidak sabar menekan bel.
“Pergilah, Salvia.”
Mendengar suara parau wanita tadi, menghentikan Salvia dari kegiatannya menekan bel pintu. “Bu, bisakah Ibu membuka pintu? Aku membawakan buah-buahan dan keik matcha.”
“Kami tidak suka keik matcha. Kau bisa bawa pulang,” sahut Aryanti dari balik pintu.
“Ya sudah, aku belikan keik lain. Katakan apa yang Ibu suka. Tapi setelah itu izinkan aku masuk.”
Aryanti membuka pintu lalu melangkah keluar dan menutup pintu rumah kembali. Salvia mengerjapkan mata karena aksi tiba-tiba Aryanti.
“Aku sudah bilang untuk pergi!” bentak Aryanti.
“Tapi, kenapa?”
“Selama kau masih menjadi istri kontrak seseorang, jangan pernah berharap aku dan ayahmu akan mengenalimu sebagai putri kami.”
Rupanya kedua orang tua Salvia juga tahu mengenai pernikahan kontraknya dengan Bintang. Itulah sebabnya mereka marah dan tidak mau mengakui Salvia sebagai putri mereka.
“Sekarang pergilah!” Aryanti membentak sekali lagi seraya mendorong lengan Salvia. Wanita itu kemudian masuk ke dalam rumah.
Ia menaruh hadiah kecil itu di atas meja rotan. Kemudian berbalik dan melewati pagar mahoni bersamaan dengan telepon yang ia terima.
“Ada apa lagi?”
“Jadi berkunjung?” Rayno bertanya.
“Ya, dan Ibu mengusirku. Kau harusnya mengatakan padaku kalau mereka masih marah.”
“Maaf, kau terlambat bertanya. Kau tidak boleh menyerah. Datanglah lagi pekan depan.”
“Aku menyerah dan jangan hubungi aku lagi!” setelah meluapkan kekesalan pada Rayno yang hanya ingin menyemangatinya, ia menonaktifkan smartphone, memasukkannya dalam tas.
“Ada kerutan di bawah matamu,” kata seorang tetangga perempuan yang agaknya sebaya dengan Aryanti. Salvia tentu saja menyentuh bawah matanya untuk merasakan kerutan yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
Viễn tưởngSalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...