2020.06.10
Shaka KWS x Sena HSW
Kamu tahu warna biru? Ya, bisa berarti langit atau laut. Tapi buatku itu menggambarkan rindu yang seluas angkasa dan sedalam samudera. Rindu yang tak terbalas sejak kamu bersama dia.
Kamu tahu warna ungu? Itu mungkin kondisi hatiku yang remuk redam setelah kamu memutuskan untuk pergi dari hidupku. Awalnya berdarah dengan luka menganga yang belum pulih dalam hitungan tahun.
Kamu tahu warna hitam? Pekat, gelap, tak berdasar. Begitulah hidupku saat kamu satu-satunya cahaya yang aku kenal menghilang dari pandanganku. Semua yang indah tak lagi sama semenjak itu.
Apa kabarmu? Apakah dia bisa memuaskanmu seperti aku? Apakah rasa sayangnya bisa bersaing dengan semua tawa yang aku lukiskan pada mata dan bibirmu? Aku di sini selalu merindumu, Sena.
Sejak awal harusnya aku tahu hanya menjadi pengganti sementara dirinya. Namun, empat tahun ternyata tak cukup untuk mengubah pikiranmu. Ribuan kecupan dan ratusan malam bersenggama seakan belum mumpuni untuk menjadikan aku sepenuhnya milikmu.
Masih segar dalam ingatanku pertemuan pertama kita. Apakah kamu juga sering mengenangnya di malam-malam hujan seperti sekarang ini? Ya, hujan mempertemukan kita di kantin kampus.
Aku yang baru saja berlari menghindari hujan akhirnya menabrak punggungmu. Alhasil semangkuk bakso yang kamu pegang tumpah mengenai celana jeans dan kemeja putihmu.
“Maaf!” teriakku panik.
Aku tidak bisa menawarkan sapu tangan atau handuk karena tas punggungku juga telanjur basah oleh hujan. Mata teduhmu menyapu penampilanku yang kuyu. Seulas senyum merekah di bibirmu.
“Santai. Lumayan bikin hangat kok di tengah hujan gini.”
Sarkasme atau bercanda? Aku tidak bisa membedakannya. Aku hanya tertegun menatap. Senyuman lebarmu tidak putus sehingga aku yakin itu caramu meringankan masalah.
“Mas, aku ganti deh baksonya. Tapi aku nggak bisa bantu untuk baju atau celana yang ketumpahan kuah.”
“Iya, nggak apa-apa. Tolong pesankan boleh? Saya mau ke toilet dulu buat ngebersihin baju.”
“Iya, Mas. Pakai semua kan?”
“Iya, lengkap.”
Kamu melangkah ke luar kantin untuk pergi ke toilet. Aku pun segera memesan dua mangkuk bakso lengkap sesuai permintaanmu. Begitu kamu kembali bakso sudah siap di meja.
“Bisa hilang, Mas?”
“Tinggal dikit lagi. Ntar kalo sampai rumah langsung direndam deh.”
“Kalo aku biasanya dikasih sabun mandi dulu, diamkan sebentar, baru gosok. Bilas di air terus cuci pakai detergen.”
“Oh gitu. Ya udah, nanti saya coba.”
“Ayo Mas dimakan baksonya, nanti keburu dingin.”
“Kamu juga makan kan?”
“Iya, kan udah pesan dua mangkuk. Kecuali Mas lapar banget, nggak apa-apa kalo makan dua-duanya.”
“Hahaha... kamu lucu. Siapa namanya?”
“Saya Wishaka. Paramayoga Wishaka. Mas siapa namanya?”
“Hara Bimasena. Panggil aja Sena. Kamu semester berapa?”
“Baru semester dua. Mas Sena?”
“Sebentar lagi skripsi. Eh, kamu juga minta sambal ya untuk baksonya?”
“Iya Mas, katanya minta lengkap?”
“Oh oke, nggak apa-apa,” ucapmu dengan wajah memerah kepedasan.