sebelas

3.2K 145 2
                                    

Yogi dalam perjalanan ke kantor setelah mengantar Rei kembali ke rumah. Sambil memasukkan satu tangan ke dalam kantong celana, ia berjalan di lorong. Sesekali menganggukkan kepalanya untuk membalas apaan dari karyawan. Yogi memang cukup ramah, meskipun menjawab dengan tanpa senyuman.

Perusahaan make up itu ia buat. Dilandasi atas kakak perempuan keduanya yang memiliki alergi khusus terhadap kosmetik, membuatnya ingin mendirikan sebuah perusahaan kosmetik untuk semua jenis kulit dengan memanfaatkan bahan-bahan terbaik untuk segala jenis kulit sensitif.

Sampai di lantai 3, ia berjalan masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan sudah ada Jimmy duduk menunggu sambil menatap layar ponselnya. Jimmy sudah menunggu, karena ingin meminta konfirmasi mengenai launching untuk make up terbaru musim ini.

"Gimana hari ini? Lo jadi ketemu cewek itu?"

Pertanyaan dari Jimmy mengindikasi kalau rajin sudah memberitahu mengenai apa yang terjadi padanya. Yogi menganggukkan kepalanya kemudian duduk di kursinya, dia kini berhadapan dengan Jimmy.

"Rajin bilang apa ke Lo?"

"Dia bilang katanya lo diminta buat deket sama cewek itu, supaya tahu gimana perasaan Lo sebenarnya." Jimmy menjawab pertanyaan sang sepupu. Kemudian dia mendekatkan wajahnya, penasaran.

"Sebenarnya tadi gue ngelakuin hal-hal yang sama sekali nggak gue pikirin awalnya."

Kedua alis Jimmy segera saja bertaut. "Emang lo ngelakuin apa?"

"Gue ingat dia punya anak perempuan, gue sempatin diri buat beli sarapan di McD. Gue malah minta anaknya manggil gua papi."

"What?! Kok iso?!"  Jimmy sontak terkejut. Tau sih sepupunya itu memang sering melakukan sesuatu di luar nalar. Tapi tetap saja, ini dia minta dipanggil papi?

"Iso, dan anaknya itu lucu dan cantik banget. Namanya juga lucu dan unik, namanya Strawberry. Tadi gue nganterin dia ke sekolah, terus waktu dia turun dan manggil gua babay papi. Kayaknya perasaan gue jadi gimana gitu. Apa ini ya rasanya jadi bapak?"

Jimmy hanya menggelengkan kepalanya. Yogi selama ini kurang kasih sayang dari sang ayah. Pria itu sejak dulu memang bercita-cita ingin memiliki banyak anak dan menjadi ayah yang baik. Tapi, bagaimana bisa menjadi seorang ayah jika dia terlalu pemilih? Hanya Clarissa saja yang bisa membuatnya ingin menyatakan perasaan. Meskipun, pada akhirnya dia malah dibuat gila sendiri oleh seorang wanita yang tak ia kenal.

"Lo jadinya bener-bener suka sama cewek itu?"

Yogi mah gelengan kepalanya perasaannya sendiri masih sulit untuk. "Gue sebenarnya tertarik sih. Dia itu, fisikly mungkin kurang. Tapi gue dibuat bener-bener mau Deket."

"Ya kalau gitu bagus deh. Lo harus buru-buru bawa dia ke kantor juga."

Yogi menatap dengan heran ketika mendengarkan apa yang dikatakan oleh Jimmy barusan. "Kenapa gue harus bawa dia ke kantor?"

Jimmy berdecak, bagaimana mungkin sih Yogi bisa lupa tentang apa yang dibicarakan oleh para karyawan di kantor. "Lo kan tahu, kalau karyawan di kantor itu kira kita pacaran. Gue nggak mau lah dikira pacaran sama lo. Gue itu normal, dan gue juga udah punya cewek."

"Ah, ngapain sih dengerin gosip orang kantor? Kenyataannya gimana? padahal Lo kan tahu. Kita enggak usah dneger orang lain."

"Iya, gue tahu kenyataannya. Tapi mau bagaimanapun sebuah kesalahan informasi itu harus diklarifikasi. Pokoknya, lo harus buru-buru dapetin cewek itu dan official deh." Jimmy mengatakan itu kepada Yogi. "BTW, gue mau klarifikasi lagi buat grand launching produk terbaru."

"Gue mau lihat dulu gimana desain akhir dari semuanya. Nanti kalau misalnya udah fix dan Oke gue kabarin lagi tanggalnya."

Jimmy mendadak saja lemas dan bersandar kepada kepala kursi di belakangnya. Yogi memang selalu seperti itu dia akan memastikan semua detailnya, kemudian baru memutuskan ketika dia sudah benar-benar puas dengan hasilnya. Kalau tidak? Semua akan dimulai dari awal lagi. Dan itulah sulitnya menjadi seorang karyawan Yogi Majendra.

"Kemarin kan udah oke? Buat poster sama video iklannya juga oke kan?"

"Gue kan belum lihat hasilnya. Baru mau lihat nanti siang. Jadi untuk keputusannya nanti siang setelah gue lihat semuanya."

Jimmy menggaruk kepalanya, setengah frustrasi. Karena tak mungkin seorang Yogi itu mengecek tanpa revisi. Setiap hal pasti direvisi sesuai dengan keinginannya. Kalau seperti ini para karyawan akan bekerja pulang dan waktu launching akan lebih lama lagi.

***

Rei telah selesai merapikan rumah. Ia kemudian segera berjalan untuk ke rumah indah mengantarkan susu dan segera berangkat bekerja. Ia berjalan keluar, lalu sedikit terkejut ketika melihat Tedi yang sudah berdiri di depan rumahnya.

"Pak Tedi?"

Mendengar sapaan Rei, membuat Tedi tersenyum. Pria dengan senyum kotak itu kemudian melambaikan tangannya. Rei berjalan mendekat dan kini berada tepat dihadapan Tedi.

"Bapak kok ke sini?"

"Aku sengaja mau jemput kamu. Bebe udah berangkat sekolah ya?"

"Udah dari tadi pagi Pak. Emangnya Bapak nggak kerja?'

"Saya nanti ke kantor sekalian, habis nganter kamu."

"Tapi saya mau ke rumah teman saya dulu Pak."

Pria itu tersenyum tentu saja itu tak masalah untungnya. "Enggak masalah kok." Yang dia lakukan selanjutnya adalah, membukakan pintu meminta wanita yang ia sukai untuk segera masuk ke dalam.

Rei menuruti, ia kemudian masuk ke dalam mobil. Setelah Rei masuk ke dalam ,Tedi menyusul. Mobil itu segera melaju Untuk mengantarkan Rei.

"Rumah teman kamu ada di mana?"

"Nanti sekalian searah sama jalan ke kantor Pak. Komplek yang ada di depan sebelum jalan layang itu."

Tedi mengantarkan wanita yang dia sukai itu menuju rumah Indah. Tedi kini bisa lebih berani, karena kemarin sudah merasa lebih dekat setelah mengantarkan Rei pulang ke rumah. Dan ia tak ingin kedekatan itu kembali berjarak. Maka pagi ini sengaja menyempatkan waktu untuk menjemput.

"Kamu udah sarapan belum?"

"Saya udah sarapan Pak."

"Kamu bisa nggak stop manggil saya Pak? Manggil saya mas Tedi mungkin?"

Rei sejujurnya jadi pusing sendiri karena pagi ini sudah dihampiri dua laki-laki. Sebenarnya sedikit terbiasa juga, karena sebelum tubuhnya membengkak seperti ini, ia pernah dalam posisi dikejar beberapa laki-laki. Bodohnya dia memilih mantan suami yang akhirnya meninggalkannya. 

Tapi memang  penyesalan selalu datang di akhir. Padahal dulu kedua orang tuanya sudah melarang untuk memilih Bumi. Ia nekat meninggalkan semua fasilitas yang ada hanya untuk seorang pria. Jika saja dia masih hidup bersama orang tuanya tentu tak akan sesulit ini.

"Ma-mas?" Rei tergagap jujur saja hal ini membuatnya merasa canggung.

"Itu juga kalau kamu nggak keberatan kok. Atau kamu mau panggilan lain asal jangan pak? Aku mau kita lebih santai aja."

Rei terdiam sejenak panggilan apa yang bisa ia ajukan kepada Tedi?

"Oke Mas Tedi." Sepertinya memang panggilan Mas adalah yang paling cocok untuk saat ini. Karena tak mungkin dia memanggil dengan sebutan sayang kan?

Tedi tersenyum, kini ia merasa sudah satu langkah lebih dekat dengan Rei. 

***

Assalamualaikum..
Untuk yang mau, Baca duluan bisa ke karyakarsa ya Kaka. aku udsh update sampai bab 28 di sana. Terima kasih

one night stand with janda Gendut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang