Untuk full story ada di aplikasi KARYAKARSA. Di sini tetap di upload, tapi tidak sepenuh di apk sebelah ya. Thank you. ❤️❤️❤️
Moza duduk menyilangkan kaki, menunjukkan betapa dingin dan angkuh dirinya saat ini. Tak akan membiarkan orang-orang di hadapannya merasa menang seperti sedia kala karena mengintimidasinya. Kali ini Moza yang berada di hadapan mereka bukanlah Moza yang lima tahun lalu menangis dan meraung karena kematian mamanya setelah dikhianati oleh papa yang kini juga sudah pergi dari dunia.
Di hadapannya, duduk juga orang-orang yang menatapnya dengan berbagai macam ekspresi dan perasaan. Seorang pria jelas-jelas menunjukkan tatapan perang yang dibalas sama tajamnya oleh Moza.
"Baiklah karena semua sudah berkumpul, maka saya sebagai pengacara Bapak Revangga akan membacakan surat wasiat yang ditinggalkan oleh beliau dan dibuat dengan sangat sadar tanpa paksaan atau ancaman dari pihak manapun."
Inilah yang ditunggu-tunggu oleh semua orang termasuk Moza sendiri. Yang mana ia yakin setelah surat wasiat dibacakan, dirinya bisa mendepak orang-orang tidak berguna ini dari rumah besar yang selama beberapa tahun ini ditinggalkannya.
Ya, setelah ibunya meninggal dan sang ayah menikah dengan selingkuhannya yang merupakan cinta pertama pria itu maka Moza memutuskan untuk keluar dari rumah ini dan tidak sudi untuk menginjakkan kaki di sana hingga kabar kematian ayahnya terdengar dan membuatnya harus kembali.
Kini melihat orang-orang itu duduk dengan gaya sombong dan pakaian yang bermerek di mana Moza tahu bahwa semua yang mereka kenakan itu adalah hasil dari jerih payah papanya maka ia tidak akan pernah terima.
"Tolong bacakan dengan cepat, jangan membuang-buang waktuku yang berharga," ujar Moza datar sehingga membuat beberapa orang terkesiap. Ke mana perginya Moza yang dulu lemah lembut dan sangat rapuh itu?
Sementara pria bernama Gavi yang duduk tepat di hadapannya mendengkus sinis dan mengepalkan tangan diam-diam.
"Mozaku, Sayang. Papa berharap tidak ada lagi kesedihan di hidupmu setelah ini. Karena itu Papa mewariskan villa dan juga seluruh kebun teh di kota Utara untuk kamu miliki."
Senyum samar tercetak di wajah wanita itu, tak masalah jika ia hanya mendapatkan bagian itu saja. Karena sejatinya Moza sudah terbiasa hidup sederhana tanpa harta Papanya yang setiap kali datang memberikannya uang dia selalu menolak dan mengembalikannya.
"Tapi dengan beberapa syarat yang harus kamu penuhi."
Sang pengacara melirik Gavi yang tenang, dan Moza yang tampak menahan napas saat menunggu.
"Yang pertama, kamu harus menikah dengan Gavi Delano."
"Apa?!" Moza berdiri dengan kasar dan memekik dengan kencang.
"Papa tidak mungkin menulis seperti itu! Anda pasti berbohong! Anda bersekongkol dengan mereka!" tuduhnya.
"Untuk apa Gavi bersekongkol menuliskan hal seperti itu, dia bahkan tidak sudi menikah dengan wanita sepertimu!" Dewi adalah sekretaris Gavi yang Moza tahu memiliki mulut sampah seperti bosnya.
"Jangan ikut campur! Kau bahkan tidak berhak menginjakkan kaki di rumah ini, kau bukan siapa-siapa selain wanita yang dipungut bajingan itu untuk menghangatkan ranjangnya, Sialan!"
"Moza, tenanglah," pinta Mama Gavi yang bangkit berdiri dan menghampiri Moza.
Wanita itu menepiskan tangannya hingga perempuan paruh baya itu terhuyung ke belakang.
"Moza!" bentakan itu membuat Moza berjengit kaget meski dulu ia seringkali mendengar pria itu mengamuk pada bawahannya dengan intonasi yang sama.
"Apa? Mau mukul? Ayo! Kamua adalah orang paling pengecut dan tidak tahu malu yang aku kenal," desis Moza sebelum meludah ke lantai.
Wanita itu meraih tasnya dan hendak pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Pengacara belum selesai membacakan surat wasiat Papa, Moza Revangga!" geram Gavi yang ingin sekali mengikat tubuh wanita itu agar tidak pergi kemana-mana lagi.
Moza menoleh sedikit ke belakang saat ia berhenti. "Aku tak perlu mendengar lebih jauh lagi, lebih baik aku tidak mendapatkan apa-apa daripada harus menikah dengan pria monster sepertimu!"
Gavi mengepalkan tangannya erat. "Bacakan dengan keras," ucap pria itu datar yang yakin Moza pasti masih bisa mendengar suara pengacara yang menggema di ruangan itu.
"Dan jika Moza menolak syarat tersebut, maka bagian itu akan jatuh kepada Gavi Delano."
"Wow, menyenangkan sekali. Aku akan meratakan tempat itu dan membangun pabrik di sana," ucap Gavi gembira yang sepertinya terlalu dibuat-buat.
Langkah Moza yang hampir sampai di pintu berhenti seketika. "Jangan coba-coba melakukan hal itu!" desisnya dengan emosi yang jelas terlihat di matanya.
Gavi melangkah pelan ke arah wanita yang sudah bertahun-tahun hanya bisa ia lihat dari jarak jauh. "Itu milikku, jadi kamu tidak punya hak untuk mengatur pilihanku," ujarnya datar.
Moza menatap Gavi dengan penuh kebencian. "Aku tidak menyangka ternyata kamu benar-benar manusia yang paling tidak punya perasaan," kata wanita itu.
"Oh, Moza Revangga, Sayangku. Bukankah kamu lebih dulu yang mengajariku," sindir Gavi berbisik di samping telinga perempuan itu.
TBC
Tes ombak duluuu ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Short Story II
Short StoryKumpulan cerita pendek yang diceritakan dengan sederhana tapi tetap bisa menghibur kalian semua. Ini bagian ke dua ya, bagian pertama bisa kalian cek di work aku. Semoga terhibur ❤️