"(Name)! Kau apakan Mio?!"
"B-bibi tadi Mio jatuh sendiri!"
Anak perempuan yang berusia tujuh tahun itu mengelak dengan keras ketika disalahkan menjatuhkan sepupunya yang berusia tiga tahun.
"Ck! Bermainlah sendiri! Jangan lupa bereskan atau kau akan ku hukum!"
Ditinggal sendirian di kamar yang penuh dengan mainan berserakan, (name) memeluk erat boneka gadis chibi yang imut. Salah satu hadiah yang dibelikan oleh mendiang mama nya.
Bell adalah naman yang (name) berikan untuk boneka teesebut. Ia begitu menyayanginya dan menjaganya, hingga tidak pernah sekalipun (name) membawanya keluar rumah, dan tidak pernah sekalipun boneka itu diletakan dalam keranjang dan bertumpukan dengan mainan lain.
Boneka berparas imut dan cantik, terkadang tidak cukup menjadi hiburannya dikala sedih.
(Name) yang menangis mencoba untuk menahan suara tangisannya supaya tidak terdengar oleh siapapun. Kecuali dirinya sendiri. Orang dewasa bilang tangisan anak kecil itu menyebalkan.
Sebelumnya, Bibi Sena dan suaminya adalah orang yang begitu menyayanginya. Tapi berumur empat tahun, bibinya hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Kehadiran Mio membuat keberadaan (name) meredup. (Name) juga tau posisinya.
Anak yang terabaikan.
"Aku.. Bodoh ya? Nenek sudah pergi menemui mama ke sisi tuhan, dan bibi.. tidak menganggap ku anaknya lagi karna sudah memiliki anak."
(name) meletakan boneka yang di beri nama -Bell, atas ranjang supaya tidak tercampur dengan mainan lain. Ia mengusap kelopak matanya yang berair kemudian menatap cermin.
Ia melihat dirinya yang malang."Ayahku juga pergi ke jerman meninggalkan ku sendirian.. ah-aku tidak sendirian, kan ada Bell."
(Name) tersenyum tipis melihat ke arah bonekanya. Ia ia memulai beres-beres, memasukan mainan yang berserakan satu persatu ke dalam keranjang. Setelah menyapu dan memastikan semua telah tertata rapi, (name) meraih sebuah buku panduan Belajar Bahasa Jerman yang dipinjamnya dari perpustakaan umum.
"Tidak papa (name)! Kalau kamu belajar bahasa Jerman kamu bisa memarahi ayah ketika bertemu!" Semangatnya pada diri sendiri.
(Name) saat ini sedang mempelajari dua bahasa, Jerman dan Inggris. Karna jika dewasa nanti, (name) memiliki sebuah impian yaitu pergi jauh dari sini supaya bibinya tidak bisa melihatnya lagi.
"Tidak papa kau bisa melakukannya! Tadi kan sudah diajari pengucapan bahasa Jerman oleh paman Sora dan bahas Inggris oleh Paman Rin! Aku punya dua guru.."
Gadis kecil itu mengoceh sendiri di dalam kamarnya untuk mengubur rasa kesepian.
"Tidak papa.. sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit.."
"... Memangnya aku bisa?"
"Hentikan.. jangan berfikiran buruk."
(Name) menampar kedua sisi pipinya dengan keras hingga merah dan menutup telinganya.
"Aku sudah mencobanya sejak lama, aku pasti bisa."Tinggal di lingkungan penuh dengan tekanan membuat (name) memiliki daya nalar yang jauh lebih tinggi diantara anak-anak sebayanya.
"Untuk hari ini aku harus menghafal 5 kosakata bahasa Jerman dan sepuluh untuk bahasa inggris!"
..
.
Sementara itu di tempat lain..
"Kaiser! Kau tidak mau bergabung? Mereka sudah mulai minum-minum loh?" Ujar seorang pria bersurai merah muda.
Orang yang disapa kaiser itu hanya menatap datar pemandangan di depannya. Kota yang megah, dengan gedung-gedung bertingkat yang menjulang ke langit dan jalanan yang ramai dengan kendaraan.
"Kaiser?"
"Aku.. berfikir untuk menjemput putriku. Bagaimana menurut mu Ness?"
Alexis Ness, menatap heran rekan kerjanya. "Kau yakin? Yah itu bagus, kau selalu menundanya sampai enam tahun ini."
"Ya, malam ini juga aku akan berangkat ke jepang. Jika menundanya terus aku mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya seumur hidupku."
-bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐫𝐨𝐯𝐚𝐢𝐥𝐥𝐞𝐬 ; 𝐊. 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥
RastgeleHujan turun deras sore itu, menyelimuti kota dengan suara gemerisik yang menenangkan. Di halte yang sepi, seorang anak perempuan, (name), berdiri di halte dengan sedikit gemetar. Rambutnya basah, meski payung kecil di tangannya mencoba melindunginya...