Peluk Langitku

114 9 2
                                    

Lama berdebat dengan hatinya, akhirnya Senja memutuskan sesuatu, yang sangat penting.

Senja menceritakan semuanya kepada Akasa, menumpahkan semua yang selama ini ia sembunyikan kepada laki-laki itu tanpa terkecuali. Akasa tentu terkejut, tidak henti melayangkan tatapan tidak percaya, bahkan sampai titik dimana ia mendengar bahwa Mamanya adalah korban dari pemerintah yang sampai hari ini memang kematiannya masih tidak jelas, namun Akasa masih tetap mendengarkan Senja bercerita penuh perhatian.

Hari sudah malam, tapi di bukit itu masih ada Senja dan Akasa dalam kegelapan.

"Maaf, aku nggak bermaksud ninggalin Elo hari itu, tapi semuanya udah diatur sama Papa. Sekarang aja, gue nggak tau bakal bisa liat elo lagi besok."

Akasa menatap bingung. "Ha? Maksudnya, elo mau pergi lagi?"

"Di sebelah timur, dibelakang pohon mangga sana, ada anak buah Papa gue lagi ngawasin kita. Ada juga di belakang gue diantara pohon pisang, terus di bawah sana ada dua orang. Mereka semua dengan sangat waspada lagi pantau kita dan gue yakin bakal dilaporin ke Papa," kata Senja tanpa menoleh sedikitpun.

"Ha? Lo tau dari mana." Akasa spontan menoleh ke arah yang Senja bilang tadi, tapi matanya tidak melihat apa-apa.

"Sa, gue anak mata-mata dan anak pembunuh bayaran, gue tentu tau keberadaan mereka bahkan tanpa nengok."

Senja memeluk Akasa sangat erat, seperti benar tidak akan bertemu lagi setelah ini. Akasa tentu membalas pelukan Senja, lebih erat lagi.

"Apapun itu, gue nggak perduli Ja. Gue nggak bakal pergi lagi dari lo dan nggak akan lagi biarin elo pergi. Gue siap nanggung semua risikonya kalaupun nanti gue bakal berhadapan langsung sama Papa lo, atau bahkan mati di tangan dia."

Akasa mengengam tangan Senja, menatap wajah gadis itu di dalam kegelapan. "Gue nggak bisa jauh dari elo lagi, gue sayang sama lo lebih dari apapun. Tolong yaa, biarin gue ada di sisi lo lagi dan selamanya."

"Tapi Sa, elo yakin sama keputusan elo ini? Nggak gampang buat ada di sisi gue, elo bisa bener-bener dibunuh sama Papa gue."

"Nggak perduli, Senja.. gue cuma mau sama lo dan terus sama lo."

Senja menghela napas. "Yaudah, kalo emang keputusan lo gini, bentar lagi Papa gue tau dan bakal mulai bertindak, elo harus siap-siap. UDAH OM, INFORMASINYA UDAH SELESAI, PERGI LAPORIN KE PAPA!!!" Senja mengeraskan suaranya di akhir, agar anak buah Papanya yang tengah bersembunyi mendengar perkataanya.

Satu persatu dari mereka mulai pergi, namun tidak semua. Senja kembali menatap Akasa yang masih terdiam. "Sejujurnya bukan cuma elo yang punya perasaan kayak gitu, gue juga pengen. Awalnya gue mikir kalau gue nggak bakal bisa ketemu elo lagi, tapi setelah hari ini dan denger perkataan elo barusan, gue jadi pengen bebas."

"Sa, jadi pembunuh atau mata-mata bukan mau gue. Gue nggak pernah minta dilahirkan jadi anak pembunuh, nggak pernah minta dilahirkan jadi anak mata-mata. Gue nggak suka hidup sebagai orang lain, entah Karin, Amalia atau siapapun itu, gue nggak mau. Gue cuma mau jadi Senja, dan ketika gue jadi Senja itu cuma sama elo."

Senja menatap Akasa lama, kemudian tersenyum walau senyumnya tidak terlalu jelas dimata Akasa. "Bantu gue keluar dari dunia gelap ini Sa, bantu gue biar gue nggak bunuh orang. Ajak gue ke dunia yang dimana cuma ada elo sama gue, kita bahagia seperti permintaan elo pas hujan waktu itu."

"Gue juga sayang sama elo, Akasa.. langitnya gue."

Senja Dan Langit [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang