Love Scenario (2)

15.4K 1.3K 28
                                    


Langkah Selina terasa berat ketika ia menghampiri Gina di Fakultas tempat gadis itu mengajar.

Ia menenteng paperbag berisi makanan yang ia masak dengan inisiatifnya sendiri untuk diberikan pada Bima sebagai bentuk permintaan maafnya.

Semalam ia tidak bisa tidur, akhirnya Selina berseluncur diinternet dan mendapatkan ide untuk memberikan pria itu makanan.

Menurutnya, mereka memang setidaknya harus memberikan pria itu sesuatu sebagai bentuk permohonan maaf.

Karena Selina tidak ingin Bima menganggap dirinya dan Gina merendahkan pria itu, terlebih mereka berdua membicarakan urusan pribadi pria itu yang belum tentu benar.

Bisa dibilang ini adalah bentuk sogokan, maka dari itu ia berharap rasa masakannya tidak mengecewakan dilidah pria itu.

"lesu banget lo!" sapa Gina ketika Selina sampai dihadapan meja gadis itu.

"au ah!"

Gina terkekeh kemudian melirik penasaran pada apa yang Selina tenteng. "apaan tuh?"

"gue bawa makanan, buat bantu nyogok" bisik Selina sembari melihat kanan dan kiri.

"pinter lo!" puji Gina sumringan.

"ini sih bukan cuman dimaafin, bisa-bisa pak Bima langsung klepek-klepek sama lo" celetuk Gina yang membuat Selina melotot tak terima.

"iya, iya, gak usah ngamuk. Ayo kita keruangan pak boss" ajak Gina cepat sebelum Selina mengomelinya.

"Gin, bentar deh. Duh, gue deg-degan banget sumpah" ujar Selina menahan Gina sebentar.

"kok lo bisa santai banget sih?" tanya Selina setengah kesal, karena disini seolah hanya dirinya yang berada diambang kematian.

"kan ada lo!" ujar gadis itu santai.

Selina memutar bola matanya malas lalu segera mengajak gadis itu untuk masuk sebelum pemikirannya semakin menggila.

Saat suara berat Bima mempersilahkan mereka untuk masuk, dipastikan jantung Selina mulai tidak baik-baik saja. Entah kenapa perkara meminta maaf ini menjadi begitu menegangkan baginya.

Dan Selina rasanya ingin membunuh Gina saat ini juga ketika gadis itu malah mendorongnya masuk lebih dulu.

Saat berhadapan dengan Bima pun, gadis yang sedari tadi berkoar santai itu terus berdiri dibelakang bahu kirinya.

"kalian gak mau duduk?" tanya pria itu.

"eh iya pak" sahut Gina lalu menarik tangan Selina untuk duduk pada sofa dihadapan pria itu.

"kopi? Teh?" tanya pria itu santai.

"enggak usah pak, hehe" jawab Gina lagi, mereka tentu saja menolak.

"jadi?" tanya pria itu lagi menyilangkan kakinya. Gesturnya tampak santai namun bagi Selina justru berbahaya, karena mata pria itu memaku mereka dengan tajam.

Selina menyenggol pelan lengan Gina agar gadis itu mulai berbicara. Namun lagi-lagi membuatnya kesal, Gina hanya terdiam seolah menunggunya yang berbicara.

Melihat wajah Bima yang kian mengkerut karena tingkah mereka, akhirnya Selina memberanikan diri untuk berbicara.

Ia hanya berharap tidak tergagap dan berujung mempermalukan diri sendiri. Demi tuhan dia bukan anak kecil lagi, kini dirinya adalah wanita dewasa yang bahkan berprofesi sebagai dosen. Tapi intimidasi pria itu membuat Selina merasa kerdil.

"kedatangan kami kesini bermaksud untuk memohon maaf atas tindakan kami kemarin yang mungkin sudah menyinggung bapak" ujar Selina dalam satu tarikan nafas, kedua tangannya bahkan saling bertaut erat.

My Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang