31. Hadiah Terindah

3.2K 209 10
                                    

Miyaz tidak pernah merasakan hidupnya seterpuruk ini. Saat dirinya jatuh dan nyaris kehilangan karirnya pun, masih ada cahaya kehidupan di matanya. Sebab dia percaya, semua yang dilaluinya akan menemui bahagia.

Tapi kali ini, netra sendu itu menggelap. Seolah hanya ada warna hitam dalam dunianya. Nyatanya dia salah, perjuangannya justru menemui nestapa.

Langit sudah hampir sepenuhnya tertutup mendung, tapi dia enggan beranjak dari tempat itu. Tangannya menyentuh tanah yang masih merah itu. Mengelus batu nisan yang terlukis nama yang begitu indah.

Michael. Miyaz memberinya nama yang memiliki arti hadiah dari Tuhan. Hadiah yang hanya mampir sebentar. Kebahagiaan yang hanya sesaat dapat dirasakannya. Namun meninggalkan kesedihan yang begitu dalam.

"Mami mencintai kamu," ujarnya untuk ke sekian kali. Padahal Miyaz belum sempat menggendongnya, tapi Tuhan malah mengambilnya.

Kata para pelayat yang menenangkannya, Tuhan lebih menyayangi anaknya, oleh karena itu diambil lebih cepat. Mereka tidak tahu seberapa sayang Miyaz pada buah hatinya yang selama enam bulan tumbuh di dalam perutnya. Miyaz sangat mencintainya, bahkan sebelum mereka bertemu.

Tiap denyut jantungnya dapat dirasakan oleh Miyaz, yang turut membuat jantungnya berdebar, tapi itu hanya akan tinggal kenangan. Apalagi tendangannya yang begitu kuat itu, ingin rasanya Miyaz merasakannya lagi.

"Yaz, ayo pulang, besok gue temenin ke sini lagi. Udah mau hujan," bujuk Freya, mengelus punggung Miyaz yang terus bergetar. Tangisnya tidak pernah reda.

"Nanti Mike juga kehujanan Frey," tolaknya, tak mau beranjak sama sekali. Miyaz tidak tega membiarkan si kecil itu sendirian di tempat asing ini. Sebab Miyaz sudah tahu bagaimana rasanya kesepian.

Menunggu menit demi menit berlalu hingga tengah malam menanti kedatangan Zaigham yang malah mengecewakannya.

Miyaz tahu bagaimana rasanya kedinginan tanpa pelukan, karena seseorang yang dia harapkan untuk memeluknya justru memeluk orang lain.

"Yaz, please... lo nggak boleh gini terus," Letizia ikut membujuk.

"Gue cuma mau sama anak gue, Let."

"Miyaz..."

"Gue cuman mau peluk dia. Cuma Mike yang gue punya."

Perih, Freya bahkan tak sanggup menatap mata sendu sahabatnya itu. Bertahun-tahun mengenal Miyaz, ini baru pertama kalinya dia melihat sosok yang begitu tegar itu kehilangan dunianya.

Miyaz yang selalu memiliki cara untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya kini memilih menyerah. Membiarkan langit menghujaminya dengan berbagai kesakitan dan sesak.

Freya sebagai sesama ibu jelas bisa mengerti bagaimana perasaan sahabatnya itu. Janin yang dia jaga dan ingin dipeluknya erat, namun tiba-tiba pergi begitu saja. Bahkan belum sempat dipeluknya.

"Lo punya kami Miyaz. Gue nggak akan ninggalin lo," Letizia memeluk sahabatnya erat, turut menangis dan tak tega. Walau belum pernah menjadi ibu, tapi dia memahami bagaimana perasaan sahabatnya itu.

Lalu langit benar-benar menjatuhkan air matanya. Sama seperti Miyaz, rintiknya turun begitu deras. Seolah mendukung kesedihannya, langit pun turut berduka atas perginya malaikat kecil itu.

Mata Miyaz yang sendu menemukan satu sosok yang jauh di ujung sana. Seorang pria dengan kemeja putih yang telah basah kuyup karena tak melindungi dirinya dari derasnya hujan.

Kemejanya yang putih jadi kecoklatan karena tanah pemakaman. Terlihat begitu lusuh dan menyedihkan.

Orang lain yang ikut kehilangan dunianya selain Miyaz adalah pria itu. Zaigham. Sekaligus penyebab segala kehancuran yang terjadi.

Marriage ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang