Ch. 3 : Gryffindor

145 17 0
                                    

I DIDN'T OWN THIS STORY. THIS IS BELONGS TO ARGOSY

——

Setelah apa terjadi hari kemarin, Draco menjadi jarang sekali bertemu dengan Potter maupun Weasley. Draco hanya duduk di atas kasurnya seharian sampai dirinya sendiri muak dengan keempat dinding yang mengelilinginya sehingga memutuskan untuk turun ke ruang tamu, meskipun dia tetap akan menemukan dinding hijau yang mengerikan dan-tentu saja, Granger.

Wanita itu berdiri di tengah ruang ruangan, tidak melirik padanya sama sekali, tampak fokus mempelajari karakter dinding tua itu secara intens. Dia mengayunkan tongkatnya. "Decoro"

Kristal-kristal es bermunculan dari atas plafond, turun dan menyebar mengelilingi dinding yang berada dekat dengan Granger. Mereka bertahan di sana untuk sementara waktu, tampak begitu menakjubkan, sebelum meleleh dan membuat genangan air di lantai.

"Sial," dia mendengus, mengeringkan danau kecilnya menggunakan mantera pemanas.

"Dan kau adalah penyihir terpintar sepanjang masa"

"Ya" Dia tidak terpancing untuk memulai sebuah pertikaian. Draco sendiri merasa dirinya cukup bodoh. "Ini tetaplah rumah, padahal. Aku tidak mengerti. Sekarang ini adalah milik Harry. Dan sebenarnya dalam keadaan apapun kami tetap bisa mendekorasi rumah ini dua tahun yang lalu"

Draco berusaha mencari jawaban, tapi menyadari bahwa tidak ada satupun kalimat yang dapat merepresentasikan level ketertarikannya dalam percakapan ini.

Lagipula, Granger sendiri tidak membutuhkan sebuah jawaban. Dia mengayunkan kembali tongkatnya di tengah ruangan, tepat di belakang Draco. Sebuah pohon natal tumbuh tinggi dari dalam lantai untuk kemudian tumbang dan berubah menjadi tumpukan ranting pinus kering.

Granger melirik kekacauan yang dibuatnya, memutuskan untuk membiarkan lantainya tetap seperti itu dan beralih untuk duduk di atas sofa. Dia kembali mulai menganalisis ruangan lagi.

"Kenapa kau tidak ada di Hogwarts?" Draco bertanya dengan cepat. "Bukankah ini belum waktunya liburan, iya kan?"

"Tidak," jawab Granger. "Aku tidak masuk" Draco tidak bisa memalingkan wajahnya untuk berhenti menatap. Granger mengeluarkan ekspresi penasaran yang berbeda, terpisah seperti sengaja ditutupi.

"Aku tidak pernah berpikir bahwa kau akan pulang lebih awal," Draco melanjutkan. "Terutama ketika kau kenjadi Kepala Asrama Perempuan tahun ini. Bukankah itu bukan contoh yang baik untuk anak-anak?"

"Kita memutuskan untuk tidak sekolah tahun ini"

Draco mendongak, terkejut karena pernyatannya. Dia berusaha untuk mencari sesuatu, tapi tidak dapat menemukan informasi apapun dengan ekspresi Granger yang begitu tenang dan tak terbaca.

"Kita sedang berperang dengan Voldemort," Granger membalas.

"Dia ada di atas loteng? Mungkin, kau mengharapkan dia ada di dalam kotak tua berisi perlengkapan hiasan Natal?"

"Layak untuk dilihat" Wanita itu tersenyum.

Draco meraih bungkusan rokoknya dari kantung mantel, mengeluarkan sebatang untuk dihidupkan dan menggeram kesal ketika tiba-tiba bungkusan rokok itu diambil begitu saja dari tangannya.

Draco mengambil nafas panjang untuk menahan emosinya lalu berbalik menghadap Granger. Wanita itu meletakan dua batang rokok di mulutnya, dan menyulut keduanya sekaligus dengan api yang berasal dari tongkatnya. Sebelum Draco bisa memahami apa yang sedang terjadi, Granger berbalik ke arahnya dan meletakan satu batang ke dalam mulut Draco yang menganga.

Dia menarik nafas, menghisap rokoknya dan menghembuskan nafas beserta asap rokok. Bagaimana wanita itu memegang dan memainkan rokoknya berbicara seolah dia telah berpengalaman. Draco kehilangan kepingan galleon miliknya-galleon terakhirnya, Draco memperhatikannya, memikirkan kesedihan yang terjadi dengan perubahan keadaan ini-menyadari bahwa Granger tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya di depan Potter dan Weasel.

Jadi Granger berpikir bahwa dia sudah menjadi perempuan nakal, sekarang, pikir Draco, memutarkan mata dan mengalihkan pandangannya. Gryffindors.

Menarik nafas yang dalam, wanita itu menggembuskan asap rokok yang dibentuk sempurna menyerupai cincin-cincin kecil sebelum melirik Draco dan menatapnya dengan pandangan yang ingin tahu, ekspresi penasarannya lagi. Draco pikir semua itu sudah cukup.

"Berhenti menatapku seperti itu. Aku bukan untuk dianalisis seperti soal Arithmancy"

"Tidak," Granger setuju, tapi pandangannya tetap tidak berubah. "Hanya itu yang bisa aku ketahui darimu"

●●●

Potter kemungkinan tengah berusaha menyelesaikan masalah Draco dengan berpura-pura dirinya tidak ada. Sebuah solusi yang cukup brilian, Draco menghargainya. Jika mereka berdua bertemu, yang mana itu jarang sekali terjadi, Potter hanya meliriknya, hanya melalui ujung bahunya dan berlalu begitu saja. Draco mempertimbangkan untuk mengolah tanaman Jobberknoll yang bersarang di luar jendelanya dan menaruhnya di atas bahu supaya Potter memiliki sesuatu untuk dilihat darinya.

Potter dan Weasley akan berjalan bersama di sepanjang koridor, berbicara dengan suara yang setengah berbisik, merencanakan sesuatu dengan jelas. Kemudian mereka akan melihat Draco sekilas dan menghilang ke balik pintu dengan ekspresi yang penuh konspirasi. Hal yang paling aneh adalah mereka tidak pernah melibatkan Granger. Draco menimbang, kemudian menyanggahnya, sebuah ide tentang cinta monyet. Percakapan di sepanjang koridor berisi tentang peperangan di antara mereka, tidak, terima kasih Merlin, semua itu hanya tentang romansa.

Dan Orde tampaknya tetap bertahan tentang sandiwara mereka bahwa Draco bukanlah seorang tahanan. Mereka memberikannya kebebasan untuk berlarian di dalam rumah, tidak terlalu peduli tentang upayanya kabur dari sana. Ayahnya berada di Azkaban, dan dia secara pribadi telah gagal dalam misi pemberian Pangeran Kegelapan, yang secara konsisten menginginkannya juga untuk mati. Draco menganggap semua itu sudah cukup menjadi alasannya untuk tetap tinggal. Meskipun tetap saja, ilusi tentang seorang penjaga akan lebih memuaskan egonya, diremehkan juga tetap ada gunanya. Lucius mengajarinya seperti itu.

Sikap apatisnya membawa kegelisahan, dia berkeliaran di dalam aula larut malam. Dia dapat melihat sekilas bayangan anggota Orde yang datang atau pergi, meninggalkan tempat atau datang setelah menyelesaikan sebuah misi. Terkadang mereka akan meliriknya sebentar, terkadang juga tidak. Suatu kali dia pernah melihat McGonagall berjalan terhuyung-huyung di pintu depan, dituntun oleh salah satu keturunan Weasley, sebercak darah mengotori permukaan wajahnya.

Dia bertemu dengan Granger malam itu, berkeliaran di bawah tangga. Wanita itu tampaknya kurang tidur juga. Draco menyalakan rokoknya, menawarinya sebatang, memperhatikan mulutnya ketika wanita itu menghembuskan asap rokok.

"Aku tidak akan pernah bisa dipercaya" Draco berbicara.

"Aku akan mengingatnya," Hermione membalas.

——

fanart by jupiter : https://jjuuppiter.tumblr.com/post/695558583189913600/fanart-of-as-sharp-as-any-thorn-by-argosy-i-just

As Sharp as Any Thorn | DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang