Mengerti

22.7K 1.8K 8
                                    

Drt

Bunyi dering ponsel di atas nakas itu membuat kedua mata yang terpenjam erat itu langsung terbuka lebar. Dadanya naik turun, peluh keringat membasahi tubuhnya. Ia langsung beranjak dan melihat sekelilingnya.

Sebuah ruangan yang ia kenal, tetapi bukan di kamarnya melainkan di Apartementnya.

"Tidak! Tadi aku berada di kamar Daddy dan ....." Ucapan berhenti ketika melihat ke atas nakas. Ia langsung mengambil ponselnya dan melihat sebuah nama yang tertera di ponselnya itu.

"Antonio." Elea memegang tenggorokannya yang terasa kering. Dia mengangkat panggilan dari Anton sahabatnya itu.

"Elea bagaimana keadaan mu? Katanya lambung mu kambuh. Aku sekarang berada di luar Apartement mu."

Elea terkejut, dia langsung menutup mulutnya. Ia mulai mengingat sesuatu, bukannya ia berada di kamar Daddynya?

Elea langsung melihat tanggal di ponselnya dan sontak membuatnya sangat terkejut. Ia bahkan mengingat kalau tanggal xxx akan menikah, tapi ia kembali ke satu tahun sebelumnya.

"Apa ini aku kembali?" Elea meraba perutnya. Berarti masih tidak ada janin dalam perutnya.

Air matanya kembali mengalir dengan deras. Ia mengingat anaknya, dialah yang menyerah pada semua ini. "Apa dia juga ikut?" Tanya Elea. Akan tetapi, mengingat tanggalnya semuanya belum terjadi.

"Elea ..."
"Elea ..."
"Elea ..."

"Maaf Anton, aku ingin istirahat, kau besoklah datang kesini," ucap Elea. Ia mematikan ponselnya dan menaruhnya dengan kasar di atas nakas. Ia langsung membaringkan tubuhnya dengan kasar.

Air matanya mengalir deras dari sudut kedua matanya itu. Hatinya sangat perih, dadanya terasa sesak. Ia hidup, tapi tidak dengan anaknya.

Untuk sepanjang malam ini, Elea tidak bisa memejamkan kedua matanya. Perasaan bersalah itu mengoyak hatinya yang paling dalam.

Derasnya air hujan membasahi kota London, hawa sejuk memasuki jendela kaca. Kedua mata indah itu menatap lurus ke arah jendela dengan pandangan kosong, namun air matanya selalu saja mengalir.

Ia perlahan bangkit dan bersiap-siap menuju ke tempat dimana semestinya ia berada. Ia memakai jens, sepatu putih dan hoodie sebagai penghangat tubuhnya.

Pintu lift pun terbuka, dia menuju ke arah mobilnya dan mulai menghidupkan mesinnya. Sejenak ia terdiam dan menarik dalam nafasnya kemudian mengeluarkannya dengan perlahan.

Ia meridukan kedua orang tuanya, ia sangat rindu dengan kehadiran mereka. "Dad, Mom."

Ia menancapkan gasnya, berada di dalam mobil begitu sangat lama. Padahal ia baru duduk beberapa menit yang lalu. Hatinya tidak sabar ingin pulang kerumahnya.

"Aku merindukan kalian."

Selang beberapa saat, Elea membelokkan mobilnya ke arah gerbang dan seorang penjaga gerbang membuka gerbang yang terkunci dengan lebar hingga membuat satu mobil masuk ke halaman itu.

Seorang pelayan yang sedang melihat halaman depan menghampirinya. "Nona Elea." Sapa pelayan itu.

Elea tak menjawab, ia langsung berlari menuju lantai atas ke arah kamarnya itu.

"Nona." Panggil pelayan tadi. Ia merasa khawatir dengan nona mudanya itu. Melihat wajahnya yang sembab. Jika ada sesuatu, nona mudanya itu pasti menangis dan mendiamkan diri.

Tok
Tok

"Nona!"

Pelayan yang bernama Amelia itu tidak menyerah. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan anak asuhnya itu. Dialah yang mulai semenjak kecil mengasuhnya dan menganggapnya seperti anak sendiri.

"Aku ingin istirahat!" Teriak Elea. Dia menutup kedua matanya dengan sebelah tangan kanannya.

"Hah! Lupakan, lupakan masa lalu." Ia bertekad akan melupakan masa lalu dengan Daddy Charles. Ia berjanji melupakannya dan tidak akan mengganggu hubungan Daddynya dengan wanitanya Lucy. "Yah aku sudah menyerah."

Elea bangkit dengan tekad yang kuat dan tangan yang terkepal kuat. Ia berjanji tidak akan merusak hubungan Daddynya. Cintanya telah pupus, ia tidak akan mengorbankan perasaannya lagi. "Ayo move On."

Drt

Elea mengambil ponselnya yang berada di dalam tas selempangnya itu. Ia melihat sebuah nama 'Daddy'.

"Sebaiknya aku tidak mengangkatnya, maafkan aku Dad. Aku belum siap untuk bertemu dengan mu."

Bip

Sedangkan pria di seberang sana mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Elea mematikan panggilannya. Tadi pelayan di rumahnya menghubunginya, Elea tidak pulang ke mansion. Ia khawatir pada putrinya itu. "Elea."

Sejenak ia mengingat pengakuan Elea yang mencintainya bukan sebatas sebagai seorang ayah tapi seperti pria lainnya. "Elea, Daddy harap kau mengerti."

Reinkarnasi Putri Angkat Daddy Yang Kejam (End Di Fizzo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang