LUL | 01

2.1K 410 246
                                    

"Hilang dulu ya, jangan dicari kan nggak penting."

Laut Untuk Langit

"Pokoknya aku nggak mau, Pah!" desah Ethan, helm yang baru saja dilepasnya dilemparkan dengan kasar ke lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pokoknya aku nggak mau, Pah!" desah Ethan, helm yang baru saja dilepasnya dilemparkan dengan kasar ke lantai. Seragam sekolahnya yang masih terkancing rapi tidak mampu menyembunyikan gelombang emosi yang memenuhi matanya.

Sesampainya di rumah setelah sekolah, hari yang seharusnya biasa tiba-tiba terguncang oleh kabar yang mengejutkan.

"Kamu sendiri kan yang nyetujuin keputusan ini?"

Ardjuna mencoba meredam api emosi yang berkobar dalam hati Ethan, berusaha memahami dan menghadapi situasi ini dengan kepala dingin.

"Batalin sekarang juga! Yang aku mau Kanaya bukan cewek itu!" balas Ethan, suaranya penuh dengan penolakan dan kekecewaan yang mendalam.

"Jenia juga bagian dari keluarga Agribata. Itu kan yang kamu mau?!" potong Satya, mencoba mempertahankan argumennya, meskipun sedikit terbawa oleh gelombang emosi yang sama.

"Yang aku suka Kanaya bukan Jenia!"

"Mereka udah setuju, Ethan! Proyek Papah udah mulai jalan, udah terlambat buat batalin semuanya!"

Ethan berteriak frustasi, bibirnya mengerucut dalam ekspresi kesal. "Yang lebih Papah peduliin perusahaan kan, ketimbang anak sendiri?" gumamnya dengan nada pahit.

"Ethan!"

Suasana semakin memanas. Kata-kata mereka bertabrakan seperti ombak di laut yang sedang badai. Emosi yang dipendam dan harapan yang terpendam saling bersinggungan, menciptakan kekacauan dalam percakapan mereka.

"Ethan, kamu jalani aja dulu. Bisa jadi Jenia emang yang terbaik buat kamu."

"Papah tau apa?"

Setelah melepaskan kalimat itu dengan nada emosi, Ethan meraih helmnya yang tergeletak dan menatapnya sejenak. Dia menghela nafas berat, mengekspresikan rasa frustasi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tanpa berbicara lebih banyak, dia melangkah keluar pintu rumah.

Dengan langkah mantap, dia menuju Honda CBR nya yang terparkir di halaman. Dalam sekejap, mesin itu hidup dan bersahutan dengan dentuman yang menggelegar. Saat melaju ke jalan raya yang ramai, kecepatan motor itu meningkat dengan cepat.

Jalanan yang biasanya penuh dengan kendaraan kini seolah menjadi satu-satunya medan pertempuran untuk mengungkapkan emosi yang meluap dalam dirinya. Pedal gas diperas dengan kuat, dan motor itu meluncur dengan cepat, seolah mencerminkan kegelisahan dalam hatinya.

LAUT UNTUK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang