Hari ini Parish bebas dari selang yang melekat ditubuhnya, dia yang meminta untuk dilepaskan. Sudah tak ada yang sakit dan dia mulai fokus merawat Juni, Sheon datang dengan membawa pakaian untuk Parish.
"Ini gaun lama, mungkin bukan seleramu. Tapi cobalah dulu, selagi baju mu ibu jahit" Parish jadi biasa panggil Sheon 'ibu' karena beliau sendiri sering menyebut diri begitu, tapi ini hal biasa bagi Parish. Tidak dengan Sheon, wanita itu sangat senang. Tak ada kalimat 'anda' atau 'saya' lagi diantara keduanya.
"Ini bagus, ibu. Parish coba ya"
Sheon senang dengan senyuman itu, dia mengeluarkan sebuah kotak yang Parish yakini di dalamnya ada sebuah sandal atau sepatu. "Ya sudah, coba dulu"
Seperti biasa, membawa makanan sehat untuk keduanya. "Ibu bawa nasi kare, tapi sebelum itu kamu makan salad buah ini dulu ya" Memperlihatkan isi salad itu yang di penuhi buah buahan, Juni terkesima karena baru kali ini dia melihat beberapa buah di dalam kotak itu.
"Selamat makan" Juni mulai mencobanya, lalu mengangguk keenakan. Sementara itu Parish keluar dari kamar mandi dengan gaun hitam dengan corak putih yang melekat pas pada tubuhnya, berdiri di depan keduanya.
"Kakak memang cocok dengan gaun seperti ini" Puji Juni, Parish juga senang berputar membuat kain itu bergerak mengikutinya.
Sheon meletakkan flatshoes dihadapan Parish. "Ayo coba dengan ini"
Parish jadi tak enak, Sheon melakukan banyak hal untuk keduanya, namun Parish juga tak berani menolak. Dia memakainya, terlihat begitu sempurna. Sheon meminta Parish untuk duduk di depannya selagi Sheon menata rambut Parish, menyatukan semua helai panjang itu kemudian di kepang.
"Besok Juni sudah bisa pulang ya, tapi masih harus istirahat lagi"
Parish dan Juni saling pandang, keduanya merasakan kehangatan sosok ibu pada diri Sheon. Seakan tak mau dua gadis itu merasakan kekosongan sedikit pun, keduanya juga tak banyak tanya. Mereka bersyukur masih ada yang sepeduli ini terhadap mereka, intinya—Parish akan melakukan apapun demi Juni hidup semestinya.
"Ibu, Juni juga mau dikepang"
Sheon tertawa. "Tunggu ya, habisin dulu buahnya" Sheon menyipit ketika jemarinya menyentuh sesuatu kasar di permukaan kulit kepala Parish, dengan terpaksa kembali membuka kepangan yang dia buat. Parish tau apa yang Sheon lakukan, reflek meremas paha wanita itu.
"Parish gapapa, itu luka lama" Jelasnya langsung, tak ingin membuat Sheon khawatir.
Parish mungkin masih sulit membuka diri, Sheon tersenyum maklum. Menata kembali rambut itu, dia juga menemukan lebam di bagian bahu Parish. Menelan susah payah salivanya guna menahan sesuatu yang akan keluar, miris melihat keduanya. Terlebih Parish, bagaimana hidup yang keduanya lewati sebelum bertemu Sheon.
***
Shaka menatap miris banyaknya kuas yang ia beli beserta cat khusus, pagi ini dia berencana ke rumah sakit. Menyerahkan alat lukis pada Parish, sudah terbayang apa saja yang ia ingin lakukan disana. Namun kabar duka datang, sepupu satu-satunya beserta istrinya meninggal seminggu yang lalu. Seseorang baru bisa menghubungi Shaka hari ini."Apa kau benar saudaranya Yonggi?"
Shaka membungkuk memberi hormat. "Benar, saya sepupu Kak Yonggi"
"Aigoo, kami susah payah mencari dirimu. Ponselnya hancur dalam kecelakaan itu, dan kami tak pernah tau siapa kerabatnya. Untung saja anak ini kenal kamu, kami meminta bantuan polisi. Semuanya sudah terurus, kami hanya ingin kamu membawa anak ini dengan abu kedua orang tuanya"
Kuki, nama aslinya Min Rooki. Anak semata wayang sepupunya, betapa malang anak itu. Melangkah dengan pandangan tertunduk ke tanah, meraih telunjuk Shaka untuk digenggam tangan mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic - Sunsun
Short StoryTerjebak pada ruangan hampa, seakan bila pintunya terbuka sedikit akan memperlihatkan kehancuran yang dapat menanam trauma. "Kenapa kamu datang disaat posisi kita sama, yang saya butuhkan bukanlah orang seperti kamu" Dia yang juga hancur datang mel...