Petir menyambar dan kilat bersahut sahutan, sehingga mengundang sang badai tuk ikut menghancurkan sekitarnya. Malam yang gelap pun berubah menjadi semakin menakutkan, bagaikan gelombang ketakutan. Hujan pun turut serta tuk menambah suasana yang riuh akan guncangan kekuasaan alam, laksana menjadi penyumbat telinga tuk menyembunyikan apa yang seharusnya didengar.
Dan dibalik gemuruh badai inilah, tersembunyi teriakan teriakan yang terus meminta orang orang tuk mendengarkan jeritannya. Namun, orang mana yang akan mendengarkan orang lain melantangkan suaranya, ketika bahkan ia tidak bisa mendengarkan suara hatinya berbicara?
Laksana telah membetonkan hati nuraninya hingga tiada, tangan kasarnya terus menghujamkan senjata penghilang nyawa pada sasaran dihadapannya, seakan akan ialah seekor singa yang tengah menanam dan mencabik cabikkan cakar tajamnya kearah mangsa buruannya.
Tanpa mendengarkan dan mempedulikan jeritan yang menyayat nyayat hati dari wanita wanita dihadapannya, ia terus saja melenyapkan dan melenyapkan mereka semua. Hingga akhirnya mereka semua merenggang nyawa dan tiada.
Melihat mangsa dihadapannya telah menghadap yang maha kuasa, iapun menyunggingkan senyuman sinisnya tepat diujung bibir pucatnya hingga akhirnya tawanya pun menggelegar disepanjang lorong dihadapannya.
Tudung kepala dari jas hujan yang ia kenakan, perlahan lahan tersingkirkan oleh telapak tangannya.
Bibirnya tak henti henti tuk terus menyunggingkan senyuman sadisnya. Sedangkan suaranya tak kunjung berhenti merebakkan tawa jahatnya.
Ia adalah selayak layaknya iblis yang menyerupai manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Boarding School
HorrorKeinginan dan hasratnya yang kuat tuk menjadi seorang santriwati pondok pesantren, lantas tak membuat harapannya lengah atas larangan ayahandanya tercinta. Berbagai carapun mulai ia lakukan dan praktikka tuk menggapai impiannya bersekolah dipesantre...