Beberapa hari ini rumah Tok Aba sedang dalam masa renovasi. Setelah satu-satunya cucu kesayangannya berevolusi menjadi tujuh orang, Tok Aba mulai memperbesar serta memperluas rumahnya, serta menambah beberapa kamar untuk para cucu-cucunya.
Ice request pada Kakeknya itu agar ia dan Blaze satu kamar berdua saja, dengan catatan sedikit lebih besar dibanding kamar yang lain. Setidaknya cukup nyaman untuk dua orang. Sedangkan para elemental lain kecuali Blaze, request agar satu kamar untuk sendiri saja.
"Icyyy.~" Blaze berlari kecil menuruni tangga, menghampiri Ice yang sedang rebahan di sofa panjang.
"Hmm, dalem Sayang?" sahut Ice, bangkit duduk menyender pada tangan sofa.
Blaze senyum-senyum, gemes sendiri mendengar sahutan Ice yang setiap hari semakin aneh dan romantis saja. Dengan agak manja, ia mendudukkan bokong sintalnya di pangkuan Ice dan nemplok dengan nyaman di dada bidangnya.
Senyuman senang Ice merekah indah di wajah rupawan-nya ketempelan Blaze yang lagi manja. Tangannya terangkat, melingkar di pinggang Blaze sembari sesekali mengelusnya. Siapa yang tidak senang ditempeli bini sendiri? Ekhem- maksudnya kekasih. Ice mikirnya kejauhan.
"Kenapa Hm?" tanya Ice lembut banget, kek salju.
"Gak papa. Lagi pengen kelonan aja," jawab Blaze sambil sesekali ngedusel di dada bidang Ice.
"Betewe nanti dinding kamar mau dicat warna apa Icy?" tanyanya sambil mendongak, menatap Ice dari bawah sembari menumpu dagunya di dada bidang Ice.
"Kamu maunya warna apa Hm?" Ice bertanya balik. Tangan satunya tidak menganggur, kini sudah bertengger di punggung Blaze. Mengelus punggung itu dengan lembut naik turun.
"Mmm..." Blaze tampak berfikir. "Maunya sih warna merah atau oranye gelap, tapi takutnya entar kamar kita malah kesannya kek ruangan para pengabdi setan. Apalagi kalau mendung-mendung malam hari," ucapnya, lalu tertawa geli membayangkan tidak ada yang berani masuk ke kamar mereka.
Ice terkekeh kecil. "Iya sih...apalagi kalau warnanya merah gelap dipadu hitam." Ia mendekat pada telinga Blaze, lalu berbisik. "Kek jaketnya Halilintar."
"Pftt-! Hahahaha.~" Blaze tertawa renyah. "Kok bisik-bisik? Takut disetrum ya kalau kedengeran si Lilin?" godanya.
"Gak kok. Cuman males ribut aja," balas Ice santai.
"Halah.~ Bilang aja takut kalah."
"Gak tuh. Aku bisa saja menandingi Halilintar kalau mau," balas Ice lagi, penuh percaya diri.
"Ah masaaaa?~"
Ice menopang dagunya sembari memiringkan sedikit kepala, menatap Blaze dengan intens sembari tersenyum miring, membuat sang kekasih yang ditatap meremang tiba-tiba dan menelan saliva dengan susah payah.
"Jangan ganteng-ganteng napa Ice, entar banyak yang naksir. Aku kan gak mau punya saingan, takut kalah," tutur Blaze, cemberut dengan bibir mengerucut lucu.
Tawa Ice pecah mendengar penuturan Blaze yang amat jujur itu. Dengan gemes ia mengecup berkali-kali bibir Blaze yang sedang mengerucut. "Kamu lebih sempurna dari pada mereka yang mengharapkan-ku nyata Sayang. Di hatiku, kamu lah satu-satunya pemenang, tidak ada yang lain. Sampai kapanpun itu."
"Lah anjir malah nge-gembel! Jijikin!" Blaze bergidik ngeri. Namun detik berikutnya ia malah tertawa salah tingkah sembari memukul-mukul pelan dada bidang Ice dengan wajah memerah hingga telinga.
Ice jadi makin gemes saja dengan bini-ekhem! Kekasihnya ini. Pecahan pengendali air dan es itu lantas mendekap erat tubuh Pecahan pengendali api yang sekarang sudah terlihat jauh lebih mungil darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I love My Self 2 (End)
FanfictionCerita ringan dari kelanjutan fanfic I Love My Self... Shipper: IceBlaze, IceLaze Shipper figuran? : Masih samar-samar (Maybe semuanya kebagian) #Oneshot #Boboiboy Elemental's #Tamat