Meskipun bel istirahat sudah berbunyi dua belas detik yang lalu, namun masih belum ada tanda-tanda pelajaran ekonomi hari ini akan berakhir. Justru Pak Purna malah ngobrolin hal yang nggak penting. Padahal kan satu detik setelah bel istirahat itu sama berharganya kayak tidur siang.
Seisi kelas 12 IPS 1 gelisah. Ezra apalagi. Padahal dia yang paling excited dengerin bel tadi, tapi sekarang malah masang wajah masam. Dia nunggu jam istirahat bukan karena mau kabur ke belakang sekolah terus ngudud atau semacamnya. Dia nunggu jam istirahat supaya bisa ngajak Atma makan di kantin.
Ezra noleh ke arah Atma. Ngeliatin Atma malah jauh lebih menarik daripada dengerin celotehan tidak bermutu dari Pak Purna.
Tepat di detik keseratus empat puluh tujuh setelah bel istirahat, akhirnya guru itu meninggalkan kelas. Ezra sontak berdiri, memandang Atma untuk beberapa saat.
"Ayo." ucapnya.
Atma tak banyak merespon, ia segera berdiri dan mengekor di belakang tubuh tinggi-besar Ezra.
Selayaknya Princess Jasmine yang nggak pernah keluar kerajaan, begitulah penggambaran Atma beberapa hari terakhir. Dia baru tahu banyak hal tentang sekolahnya setelah dua minggu bersekolah di sini. Dia baru tahu bentuk kantinnya kayak gimana, baru tahu bentuk lapangan basketnya, baru tahu muka-muka murid di sini yang kebanyakan cakep-cakep, pokoknya baru tahu.
Begitupun sebaliknya, banyak siswa yang baru melihat wajah asing Atma. Tidak sedikit yang menaruh atensi kepadanya. Hal itu justru membuat Atma sedikit tidak nyaman.
Seperti kali ini, masih banyak siswa yang mencermatinya ketika ia dan Ezra berjalan di koridor. Atma sedikit menunduk, tidak berani menatap wajah murid-murid di sekitarnya. Ia lebih memilih memandang langkah kaki Ezra yang lebar-lebar di depannya itu.
"Duduk." ucap Ezra, menarik sebuah kursi untuk diduduki oleh Atma setelah keduanya sampai di kantin, "Mau apa?"
"Gue bingung." gumam Atma.
"Bakso." kata Ezra masih dengan nada dan ekspresi yang datar, "Mau?"
Atma cuma mengangguk, ia nggak punya pilihan banyak kalo sudah sama Ezra.
Laki-laki tinggi-besar itu lantas beranjak menjauh, meninggalkan Atma sendirian di salah satu bangku. Ada banyak siswa di sekitarnya, dan kebanyakan dari mereka sedang menaruh atensi kepadanya. Atma menelan ludahnya. Dia gugup bukan main diperhatikan kayak gitu.
"Oy bro." sapa seseorang, menggebrak pelan meja tempat Atma duduk. "Ezra mana?"
Atma mendongak, namun segera ia alihkan pandangannya ketika beradu pandang dengan mata menyeramkan itu. Penampilannya persis seperti Ezra; urakan dan tidak rapi. Namun hal itulah yang membuatnya tampak menakutkan di mata Atma.
"Ck, jawab napa." laki-laki itu masih berdiri di sana, "Ezra mana njir? Bisu lo?"
Atma mau nangis.
Dia nggak bisa berada di situasi kayak gini, dia⸺trauma.
"Kalem, Jep." datang lagi suara baru, yang ini terdengar lebih friendly.
Atma mengenali suaranya, itu suara teman sekelasnya. Mahes.
"Atma." panggil Mahes, "Ezra bareng lo, kan? Mana dia?"
Pertanyaannya memang sama, tapi yang ini jauh lebih baik, lebih ramah.
Laki-laki kecil itu memberanikan diri untuk mendongak, ia tatap Mahes takut-takut. "Lagi⸺"
"Jangan ganggu."
Suara berat-datar-dingin-ngajak gelud itu terdengar lagi. Ezra berdiri di belakang Mahes dan Jepri seraya membawa semangkuk bakso dan segelas es jeruk di masing-masing tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BxB] Playlist; MY MELANCHOLY BOY
Teen Fiction⚠️WARNING!⚠️ Cerita ini bergenre boyslove, untuk yang anti bisa meninggalkan lapak ini. Pertemuan tidak sengaja antara Dikka dan Moka membawa hubungan keduanya menjadi lebih jauh. Dikka yang romantis dan Moka yang melankolis *** Antara Ezra dan Atma...