Tirani Hujan

169 15 7
                                    


================================

Memori masa lalu semakin menggoyahkan benteng pertahanannya, pondasi diri yang berusaha untuk tetap tegar kembali merapuh karena lara yang tak kunjung reda.

Kesenjangan begitu kuat antara dirinya dengan orang-orang itu. Harapan besar itu kini hilang diterpa angin. Terganti dengan pusaran badai meteor yang singgah dan menghuni jiwanya. Begitu gelap, dan menakutkan.

Gadis itu memegang erat payung birunya. Di balik tirani hujan tangisan itu bersenandung dengan luka. Senyuman itu kembali sirna. Langkah lunglai dan mata sayu itu menandakan dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini,

Hancur.

Masa lalu dengan hidupnya sekarang sama saja, tak ada yang berubah. Tak sedikitpun kebahagiaan menghampirinya bahkan untuk satu detik pun dirinya tak berkesempatan untuk sekedar mendapat ketenangan.

Ke mana ia akan pergi?

Kepada siapa gadis itu mengadu?

Kepada siapa ia meminta pelukan hangat?

Tak ada.

Tak satu pun orang yang bisa menjadi sandarannya.

Bahkan untuk sedetik saja dunia tak memberinya kesempatan untuk merasakan ketenangan.

Kini gadis itu benar-benar hancur. Hidupnya hanya didedikasikan sebagai pelampiasan atas luka yang tak kunjung berbalas. Dia tak memiliki semangat akan cinta, kebahagiaan, ataupun harapan. Semua yang saat ini terlihat hanyalah ilusi semu dari fase yang ia ciptakan.

Kapan semua ini akan berakhir?

Kapan kehancuran ini tak lagi bersemayam pada dirinya?

Di mana keadilan?

Yang ia butuhkan saat ini hanyalah keadilan.

Sorot mata sayu itu mengisyaratkan,"Ya Allah, aku sudah tak sanggup."

Tubuh mungil itu hanya berbalut kain lusuh, tapak kaki nan putih itu telah dipenuhi goresan yang memerah terlihat begitu miris saat tak memakai alas. Kondisinya sungguh malang. Takdir telah membawanya ke dalam jurang kegelapan. Bersemayam dengan relung kehampaan.

Apakah ini akhir dari semua kesengsaraan yang ia dapatkan? Lahir sebagai manusia yang dipertaruhkan dan berakhir menjadi gadis malang yang menderita.

Langkah kakinya terhenti. Ada getir yang tersirat, tatapan sayu itu tertuju pada sebuah gelang yang melingkar di tangan kanannya. Sedetik kemudian tubuh itu ambruk.

"Maaf telah menghancurkanmu."

================

-M E N E N T A N G  T A K D I R-















...........

Assalamu'alaikum
Apa kabar kalian?
Semoga selalu sehat ya
Author kali ini menghadirkam Menentang Takdir revisi 3, pastinya yang lebih berbeda dari yang sebelumnya. Maaf telah membuat kalian digantung hehe^^

Semoga tulisan kali ini bisa kelar sampai end ya, n author butuh semangat dari kalian dengan cara vote komen dan rekomendasikan cerita ini ke teman-temanmu^^

Menentang Takdir (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang