by sirhayani
part of zhkansas
___
Tidak. Bukan seperti ini. Ini tidak boleh terjadi. Tubuhku luruh. Aku menutup bibirku agar tak mengeluarkan suara tangis.
Ini lebih menyakitkan daripada jika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Kaisar telah hidup dengan perempuan lain.
Aku mohon aku salah dengar. Aku mohon! Aku mohon Kaisar masih hidup.
"Beliau sudah meninggal tiga tahun lalu.... Rumah ini masih selalu dibersihkan karena permintaan sahabat mendiang Kaisar."
Telingaku berdenging. Aku tak lagi mendengarkan percakapan di antara mereka. Hatiku terasa berdenyut sakit. Aku memegang kepalaku yang juga terasa sakit. Aku segera keluar dari tempat persembunyianku untuk menghampiri Bibi dan memeluk Bibi, tetapi pandanganku pada Bibi tertutupi oleh tubuh Prof. River yang melangkah ke arahku.
Tiba-tiba saja Prof. River memelukku. Aku berontak, tetapi langsung terdiam saat Prof. River mengatakan bahwa akan melakukan teleportasi yang membawa kami ke sebuah tempat pemakaman. Hatiku terasa mencelos. Aku memukul lengan Profesor tanpa sadar ketika dia menjaga jarak dariku.
"Kenapa?" tanyaku sambil terisak. "Saya mau bicara dengan Bibi!"
"Tidak," katanya dengan tegas dan membuatku frustrasi. "Jangan memberi dia harapan."
"Harapan?" gumamku. "Apa yang Profesor maksud?"
Dia menatapku dengan tatapan dinginnya. "Untuk sementara, kamu ikut saya pulang ke abad 22."
"Pulang...? Saya sudah pulang sekarang!"
Dia menatapku lekat-lekat. "Kita akan zaman di mana kamu terlahir ke dunia. Tempat kamu harusnya pulang."
Aku menggigit bibirku dengan kencang sampai merasakan bau darah yang menguar dari sana. Aku kesal padanya, tetapi aku tetap selalu menuruti perkataannya. Profesor mengenyit sambil menatap bibirku, lalu dia memalingkan wajah dan memandang pada sebuah titik.
"Kamu tidak mau berpamitan pada Kaisar?" tanyanya. "Kita di samping makamnya sekarang."
Kupalingkan wajah ke samping dan melihat sebuah nama yang tercantum di sana.
Melviano Kaisar Alfarian
Oh, jadi ... benar Kaisar sudah pergi?
Kenapa aku hanya merasakan kehampaan? Aku tidak bisa menangis kencang seperti normalnya orang yang merasa kehilangan. Aku tidak bisa menangis melihat kenyataan di depan mata, tapi jantungku terasa sakit. Rasanya aku sulit bernapas. Kutatap sekeliling dan melihat makam Papa, Mama, dan ibu kandung Kaisar. Aku terjatuh, berlutut di samping makam Kaisar dan hanya bisa memandang dalam kebisuan.
Ini pasti mimpi. Kalau nyata, aku pasti sudah meraung-raung dan mengais tanah yang sudah menimbun Kaisar di dalam sana.
"Ini pasti mimpi." Aku menggigit bibirku kencang. "Bibir gue nggak sakit, tuh," gumamku sambil memandang nama lengkap Kaisar. "Kayaknya gue masih tidur di hotel bareng Dena dan Ivy, terus gue mimpi ke Malioboro. Terus gue tiba-tiba ada di masa depan. Ketemu orang yang suaranya mirip lo, tapi lihat mukanya aja jelas bukan lo. Tiba-tiba gue bisa ngerasain yang namanya teleportasi. Itu aja udah aneh, kan?"
Aku terus bicara tanpa henti.
"Nanti kalau gue bangun dari tidur, lo yang pertama kali gue ceritain tentang mimpi aneh gue. Kira-kira respons lo kayak gimana, ya? Gue jadi nggak sabar. Eh, apa gue lagi ngalamin lucid dream? Kita pernah bahas soal itu, kan? Ingat nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Paradox
Teen FictionSELESAI ✔️ Aku memejamkan mata. Ingatan samar kembali muncul. Kegelapan dan sesuatu seperti petir muncul di mana-mana. Hawa panas, rasa takut, tangisan pilu yang terus memanggil-manggil papa. Rasa terbakar di kaki yang bekasnya sampai sekarang. Inga...