70 : Sisa Tumpukan Bom Waktu

707 78 27
                                    

nanti kalo gk nemu kata "to be continued" kuucapkan selamat karena satu bagian lagi kamu akan bertemu epilog ^_^

Bab 70


"Hitung! Udah berapa hari kita di sini?"

"Setahun kali!"

"Serius bangsat!"

Tentunya mereka tidak baik-baik saja dengan semua keadaan ini. Tak menyangka orang asing itu menyekap dalam keadaan benar-benar kosong. Mereka digeledah habis-habisan, dimasukkan ke dalam ruangan gelap, sampai tidak diberi makan selama berhari-hari. Yang ada hanya bunyi cicitan tikus yang bersarang di atap. Kadang, dengan brengsek tahi-tahi cicak itu mengotori rambutnya.

Ini adalah penculikan yang tidak keren sama sekali. Tidak seperti di film-film yang para penculik meminta uang tebusan sekian juta supaya tawanan dikembalikan. Karena sekali lagi, ini bukan perihal penculikan, tapi pembunuhan berencana.

"Lo kenapa nginjak kaki gue, sih!" Nesya mengaduh. "Sakit tahu nggak!"

"Ih, gue udah nggak tahan banget, Nesya! Gue mau pipis!" Sofia merengek. Sejak hari itu dia berusaha melepaskan tali yang mengikat kedua tanganya. Dengan susah payah mengingat jenis simpul supaya tahu bagaimana cara melepaskannya, berbekal pengalaman selama mengikuti pramuka dulu. Sampai akhirnya.... "Kebuka, Nes!"

"Buruan bantu lepasin gue!"

Keduanya mencari jalan keluar untuk kabur dari tempat antah-berantah ini. Mereka menemukan sebuah pintu yang rupanya tidak dikunci oleh para penculik. Ah, panggilan itu terlalu keren untuk ukuran para bedebah-bedebah sialan.

Pintu itu menghubungkan kedua ruangan khusus. Ya kalau dilihat-lihat, seperti ruang tengah dan ruang tamu. Mereka yakin, ini bangunan rumah yang sudah lama tak ditempati. Sarang laba-laba memenuhi tiap sudut ruang dan lantainya pun sangat kotor. Sangat tidak layak untuk disebut rumah, apalagi tempat pulang.

"Lo yakin Raihan disekap di sini juga?" tanya Sofia. Gadis itu mati-matian menahan sesuatu agar tidak keluar di saat-saat paling mengerikan. "Ini sih kalau dilihat-lihat kayak rumah, bukan gudang. Cuma desainnya aja sedikit kuno."

"Gue rasa rumah ini punya ruang bawah tanah. Dan Raihan... disekap di sana!" ujar Nesya. "Lihat deh ada tangga menurun!"

"Berarti kita ada di lantai...."

"Dua?"

Langkah kaki mereka perlahan mendekat. Siap untuk mematri langkah menuruni anak tangga satu per satu, dengan sangat hati-hati.

"Minimal kita bisa turun sampai sepuluh anak tangga buat tahu ada apa di bawah sana! Tapi gue khawatir suara hentakan sepatu kita ngalihin perhatian para penjaga. Dan---"

"Nesya, suara langkah kaki itu frekuensinya kurang dari 20 Hertz. Lo tahu kan kalau bunyi infrasonik nggak bisa didengar sama telinga manusia?" kata Sofia. "Kecuali, kalau yang di bawah bukan manusia!"

"Sejak kapan lo suka fisika? Lagi cosplay jadi Albert Einstein lo?" hardik Nesya.

Ngomong-ngomong soal fisika, ada sesuatu yang tiba-tiba....

"Ye... bilang aja lo kangen sama---" Tidak, Sofia tidak mau membahas orang itu lagi. "Kita di sekolah belajar teori, itu gunanya buat kita terapin di kehidupan sehari-hari. Jadi kalau lagi di situasi gawat kayak gini, kita nggak cuma PPKM!" ralatnya cepat.

"Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat?"

Sofia berdecih. "Plonga-plongo kayak monyet!"

Demi Tuhan, seandainya waktu bisa diputar, Nesya tidak akan pernah memulai misi bodoh untuk mengungkap sang impostor. Energinya hampir terkuras 75 persen selama tiga bulan berjalan. Ini sama sekali tidak pantas untuk disebut sebagai misi penyelidikan. Jelas-jelas ini adalah misi membunuh diri sendiri.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang