01. awalan

42 10 2
                                    

Tak

Tak

Tak

"Belom ketemu ya bang?" Tanya seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar 8 tahun. Anak itu terus memandangi kegiatan kakaknya sembari memegang perut kecil miliknya akibat kelaparan. Berharap ada sebuah makanan yang akan mereka dapatkan malam ini.

Mereka berada dilorong samping toko roti saat ini. Lorong yang sangat gelap dan berantakan, hanya ada mereka dilorong itu tidak ada siapapun disana kecuali mereka. Siapa juga yang mau pergi ke lorong tersebut malam-malam begini? Orang-orang bahkan lebih memilih untuk tidur dikasur empuknya dengan perut yang sudah terisikan makanan ketimbang mengobrak-abrik kardus roti dilorong tersebut.

Tetapi mereka tak begitu, dua anak itu saat ini mati-matian menahan laparnya untuk sekedar mendapatkan satu potong roti sisa dilorong itu. Mereka tidak sekaya orang-orang yang dengan mudahnya mendapatkan makanan lalu tertidur lelap dan bermimpi indah. Mereka hanya anak-anak miskin yang butuh pengertian dari orang-orang baik yang masih ada di zaman ini.

"Maaf ya dek, abang belum dapet" usai membuka banyak kardus roti, anak berumuran 13 tahun itu hanya mendapatkan lelah, tak ada sepotong- ah tidak bahkan remahan roti sisa pun tidak ada dalam kardus itu. Padahal biasanya dalam akhir-akhir bulan ini banyak roti yang akan dibuang dikarenakan sudah mulai mendekati kadaluarsa. Mungkin rezeki belum ada dipihak mereka saat ini.

Yang lebih muda tersenyum simpul, "yaudah deh bang, kita pulang aja lagian udah malem gini pasti dicariin ibuk" dengan berat hati mau tidak mau si kecil harus menahan laparnya lagi untuk keesokan hari. Tak apa ia juga sudah terbiasa.

Berbanding terbalik dengan si sulung, ia malah enggan untuk pulang sekarang tanpa membawa makanan. Pikirnya, bagaimana nasib dua adiknya dirumah yang menunggu janji ia akan membawakan banyak makanan yang enak untuk mereka makan bersama.

Malam semakin larut, waktu menunjukkan pukul 22.05 WIB. Toko roti itu pun sudah mau ditutup oleh karyawannya. Tak ada pilihan lagi, mereka harus pulang.

"Ayo bang" tangan yang lebih muda menarik tangan si sulung agar bergegas ikut pulang, namun si sulung masih saja berdiri ditempat menatap lamat-lamat tangan kecil adiknya yang menarik ia agar pulang kerumah. Sedangkan, dengan pikirannya sendiri ia terus mencari cara agar mendapatkan makanan supaya ia bisa pulang dengan hati yang tenang.

Janji yang belum ditepati akan selalu membekas dihati. Begitu perasaannya sekarang.

Brak

Pintu belakang toko roti terbuka lebar, menampakkan salah satu pegawai disana yang membawa nampan besar.

"Buang kene ae ya?"

"Hooh hooh"

Suara pegawai-pegawai tersebut menarik perhatian netra kedua anak yang sedari tadi belum juga melangkahkan kakinya untuk pergi, mereka menyimak para pegawai yang sedang berinteraksi dan menatap nampan yang salah satu pegawai disana bawa. Apakah itu roti?

"Lah bocah ngapain malem-malem disini? Pulang noh dicariin emak lo" Pegawai tersebut sadar akan kehadiran dua anak tersebut sembari meletakkan nampan yang ia bawa diatas tempat sampah besar.

"Anu nyari.. kucing bang, ah hooh nyari kucing. Aduuh tau mpus aku engga bang?" Dusta si sulung

"Kok boho--"

"Suutt" si sulung dengan cekatan membekap mulut kecil milik adiknya, anak kecil tidak boleh ikut campur urusan orang dewasa.

Bukan maksud apa-apa si sulung dengan cepat menutup mulut adik kecilnya itu, sebab jika terus terang ia dengan adiknya tengah mencari makanan sisa ia takut pegawai disana enggan untuk membuangnya ditempat biasa karena setiap hari 2 anak laki-laki itu sering pergi ke lorong itu untuk mencari roti sisa. Orang-orang semakin aneh, tak adakah hati nurani mereka sedikit pun untuk membantu kaum kurang mampu.

Pesan dari 5 insan || TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang