Pagi buta begitu dingin dan sunyi dibarengi suara-suara serangga serta embun putih yang hampir seluruhnya memenuhi pandangan.
Sedikit memperlihatkan pepohonan rindang yang tinggi dan hijau dan tentu udara dingin yang dapat menusuk tulang.
Di desa ini, yang berada di lereng gunung jauh dari perkotaan. Hanya rumah Amaiya yang berada sedikit jauh dari perkampungan, bahkan rumah Tita sedikit jauh karena rumahnya bersebelahan dengan tetangga sedangkan Amaiya tidak.
Maka beginilah pemandangannya, hijau dan embun serta tanah subur dan udara yang segar. Tidak ada pemandangan selain alam.
Mungkin sudah ada sinar matahari dan embun menutupinya, kabut-kabut putih yang cantik dan tak bersuara.
Amaiya merapatkan sweaternya rapat dan membuka pintu, sambil membuang napas kedinginan ia mengambil sapu lidi untuk menyapu halaman.
"Dinginnya," lirih Amaiya.
Ia hendak menyapu sambil mendengarkan lagu dari ponselnya, itu memang mengasyikkan. Ia juga memandangi pohon-pohon besar juga hijau tak jauh dari rumah.
Ada kakek yang baru saja keluar.
Amaiya menoleh, "olahraga pagi lagi, kek?"
Akhir-akhir ini kakek memang sering jalan pagi dan tak banyak melakukan aktivitas fisik lain. Bahkan ia sudah mempekerjakan dua orang yang mengurus kebun dan ternak setelah bertahun-tahun kakek sendirilah yang mengurus.
"Apa sekarang kakek selalu jogging? Besok aku ikut, ya, kek."
"Ya, kau harus banyak olahraga juga nduk. Kesehatan itu penting."
"Oke, besok aku menemani kakek, ya."
Pria tua itu hanya tersenyum dan Amaiya melihat kakeknya masuk rumah. Lalu Amaiya mulai berpikir apakah pagi ini waktu yang tepat untuk mengatakan liburan ini ia akan pergi ke Turki menemui Fazza?
•~•~•
"Apakah dalam buku ketiga ini anda menampilkan sesuatu yang berbeda?"
Fazza diam sejenak ditengah wawancara ini. Sekali lagi dia melihat buku ketiga yang baru ia rilis empat hari yang lalu dan mendapat sambutan yang cukup hangat dari masyarakat.
Dan sebenarnya jadwal ini dipercepat, seharusnya buku ini rilis beberapa minggu lagi.
Kini dua orang dari tim salah satu majalah Turki datang ke rumah untuk mewawancarai Fazza.
"Hanya merubah kata-kataku menjadi lebih nyata." Jawabnya.
"Bisakah anda menjelaskan pernyataan anda barusan?"
"Yang kusampaikan adalah apa yang aku rasa, tidak lagi mendeskripsikan keindahan sesuatu lainnya."
"Tuan Fazza. Banyak pembaca tulisan anda yang ingin tahu seseorang yang anda tulis sebagai inspirasi. Apakah anda tidak keberatan membagikan siapa orang tersebut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A: Sekata (End)
Teen FictionSeri kedua dari cerita pertama: F A Z Z A "Kau bilang akan kembali saat waktunya tiba, Fazza." Kata Amaiya bernada pasrah, namun masih terdapat harapan walaupun kini terasa kecil sekali. "Ini bukan waktunya." Singkatnya. "Lalu kapan?" Amaiya tahu s...