[29] Picasso Never Leaves

316 16 0
                                    

Kenneth tengah berada di kamar mandinya saat ia mendengar bunyi ponsel itu terdengar dari meja wastafel. Dengan handuk yang hanya membalut tubuh bagian bawahnya, pria itu menatap layar ponsel. Dahinya mengerut tatkala ia membaca nama yang terpampang di sana.

"Kenapa kau menghubungiku?" tanyanya saat mereka sudah tersambung.

Bukannya menjawab, gadis yang diseberang itu malah tertawa-tawa. "Picasso," katanya di sela-sela tawa. "Kau ada di mana? Aku tidak melihatmu di tempat ini."

Kenneth menggeram pelan. "Apa kau mabuk, Noella?"

"Mabuk? Aku tidak mabuk, Picasso! Kenapa kau selalu bilang bahwa aku mabuk saat bertemu denganmu," katanya sambil terus-terusan tertawa.

"Ya, karena memang itu yang terjadi," batin Kenneth. Alasan apa lagi memangnya yang membuat Noella tiba-tiba menghubunginya? Gadis itu hanya akan melakukannya jika ia mabuk atau memang butuh bantuan Kenneth terkait pekerjaan.

"I miss you," katanya tiba-tiba. "I want to see you so bad."

Rahang pria itu berkedut menahan perasaan aneh yang tiba-tiba saja muncul di dalam hatinya. "Aku akan segera datang. Jangan lakukan apa pun sebelum aku sampai di sana." Tak menunggu jawaban apa-apa dari Noella, Kenneth langsung memutus sambungan itu.

Ia bergegas mengenakan pakaiannya, mengambil kunci mobil, dan langsung turun ke basement untuk mengambil mobilnya. Dalam hati pria itu ia berharap agar Noella benar-benar tidak berbuat hal yang macam-macam sebelum ia tiba di sana. Namun, Kenneth tahu, jika Picasso-nya sudah bertitah, Noella akan sangat menurut.

Hanya butuh waktu tujuh menit bagi pria itu berkendara dan ia langsung saja memarkirkan mobilnya dengan asal. Kenneth setengah berlari memasuki bar langganannya itu. Ia sontak merasa lega saat melihat seorang gadis yang duduk diam dengan botol-botol memenuhi seluruh mejanya. Noella benar-benar menuruti apa kata Kenneth.

Pria itu menghampirinya. Ia langsung duduk di sebelah Noella dan menyentuh tangannya dengan lembut. "Aku sudah datang."

Noella menoleh. Tatapan matanya berbinar dan terlihat senyum merekah dari bibir merah muda itu. "Picasso," katanya sambil mengalungkan kedua tangannya di perut atletis Kenneth. "Kau selalu menepati janjimu."

Kenneth menghela napasnya. Ia membiarkan Noella memeluknya beberapa lama lagi sebelum ia sendiri yang mengurai pelukan itu. Manik cokelatnya beradu dengan manik biru langit milik Noella. Ia mengelus rambut gadis itu perlahan.

"Apa yang terjadi, Noella? Mengapa kau mabuk sampai menghabiskan belasan botol ini sendirian?"

Gadis itu malah terdiam. Ia tak berheti menatap Kenneth dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Aku lelah."

"Kau ingin aku antar kembali ke rumahmu?"

"Aku tak ingin kembali ke sana," ujarnya dengan suara tertahan. "Aku tidak mau pulang. Bawa aku ke tempatmu saja, Picasso."

Mata Kenneth langsung membelalak mendengar pernyataan itu. "Kau gila? Xavier akan langsung menghajarku jika ia tahu. Kau harus pulang, Noella. Mereka pasti sangat mengkhawatirkanmu."

Bukannya menjawab Noella malah menjatuhkan kepalanya di dada Kenneth. "Rumah itu sudah bukan rumah lagi bagiku, Picasso."

"Kenapa kau berkata demikian, Noella?"

Noella tak menjawab lagi. Gadis itu membenamkan kepalanya semakin dalam seraya terisak pelan. Melihat hal itu, Kenneth langsung memeluknya untuk menenangkan hatinya. Ia menepuk-nepuk kepala Noella, memberi tanda bahwa pria itu akan selalu berada di sisinya. Tangan pria itu terkepal seakan tengah menahan sakit saat melihat gadisnya terus-terusan menangis.

Billionaire's DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang