•••
Setelah sampai di pinggir kolam dan duduk di kursi santai, Jaka dan Jake akhirnya memulai pembicaraan.
Sejujurnya, Jaka cukup terkejut ketika Jake yang baru saja datang langsung menghampirinya dan mengatakan ingin berbicara tentang sesuatu hal yang penting dan serius.
Seumur hidup, tidak pernah diantar ketiga putranya berkata demikian kepada Jaka.
"Jadi, kamu mau bicara apa?"
Jake nampak menarik nafas, dari gerak-geriknya, Jaka tahu putra keduanya sedang tegang dan mengumpulkan keberanian, membuat Jaka semakin penasaran hal seserius apa yang membuat Jake nampak seperti ini.
"Aku selalu nyari kesempatan untuk bicara sama papa mengenai ini, aku gak bisa kasih tahu mami, aku takut mami akan sedih, marah terlebih lagi kecewa sama aku. Dibanding mami, aku lebih takut papa yang kecewa sama aku."
Jaka diam, tidak menyela kalimat Jake, dia akan diam sampai Jake selesai dengan penjelasannya.
"Dari kecil, papa sama mami selalu kasih apa yang aku minta, bukan hanya aku tapi James dan Jeno juga. Papa gak melarang aku melakukan hal-hal apapun, papa gak marah waktu pergokin aku ngerokok, papa juga gak marah ke Jeno waktu papa nemuin kondom di tasnya. Papa cuma bilang, lakukan apapun yang kami mau, sementara tanggung jawabnya ada pada diri kami sendiri."
Jake berhenti sejenak. "Papa ngebebasin aku, dengan syarat aku harus bertanggung jawab sama apa yang aku perbuat."
Jaka mengangguk, apa yang dikatakan Jake memang benar. Dia membebaskan ketiga putranya melakukan apapun--namun masih dalam kedali Jaka--dengan syarat bahwa ketiga putranya harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.
"Dan sekarang, aku sedang bertanggung jawab sama apa yang sudah aku lakukan." Jake menghembuskan nafasnya pelan, ia kemudian menatap tepat pada mata Jaka. "Aku akan masuk Islam."
Kening Jaka yang tadinya nampak datar dan baik-baik saja kini berkerut, antara bingung dan sedikit marah mendengarnya. Sekarang ia tahu, kenapa Jake begitu serius padanya.
"Bisa papa tahu alasannya?"
Jake mengangguk. "Sekitar kurang lebih 2 bulan yang lalu, waktu perjalanan bisnis ke Spore, aku ons sama perempuan."
Jaka lantas mengalihkan wajahnya, yang tadinya menghadap pada Jake menjadi menghadap pada kolam yang airnya tenang.
Jake merasa down melihat Jaka mengalihkan wajah darinya, namun ia tetap melanjutkan kalimatnya, Jake tidak mundur lagi dia akan melakukannya hari ini, tidak besok ataupun nanti.
"Terus aku ketemu dia lagi dirumah sakit, dari sana aku tahu kalau dia hamil. Anak aku."
Jaka diam. Apalagi yang bisa ia katakan selain diam? Setelah mendengar Jake akan masuk Islam, ia mendengar bahwa seorang perempuan sedang mengandung anak Jake yang dimana adalah calon cucunya. Bayangkan seterkejut dan semarah apa Jaka sekarang?
Tapi bagaimanapun, seberapa besarpun emosi Jaka saat ini, ia tidak bisa mengeluarkannya. Ia mengajarkan pada Jake untuk bertanggung jawab, dan putra keduanya tersebut memberanikah diri mengungkapkan semuanya dan berinisiatif untuk bertanggung jawab, Jaka bangga untuk kenyataan yang satu itu.
"Pa-"
"Sudah bicara sama orang tuanya?"
"Sudah. Orang tuanya marah, gak menerima aku-"
"Karena kamu bukan Muslim?"
"Bahkan jika aku menjadi muslim."
Jaka menoleh, kembali menatap Jake yang kepalanya kini tertunduk.
"Lalu sekarang, kamu mau bagaimana?"
"Aku akan menyakinkan orang tuanya, aku pasti. Bagaimanapun juga, anak aku yang sedang dia kandung, dan aku berhak untuk-"
"Kalian belum menikah, Jake." tegas Jaka. "Kamu gak memiliki hak untuk mengklaim-"
"I already loved her. Not only the baby."
Jaka menatap mata putranya, dia dapat melihat bahwa Jake sungguh-sungguh dengan kalimat yang ia ucapkan.
"Kamu perlu bantuan papa untuk berbicara dengan orang tuanya?"
"Gak." Jake menggeleng dengan tegas. "Aku sendiri yang akan menyakinkan kedua orang tua Digta."
Jaka mengangguk.
"Aku cuma mau izin dari papa." ada jeda sebelum Jake melanjutkan. "Izinkan aku masuk agama Islam."
Jaka diam. Sekali lagi menatap mata Jake, mencari celah disana, namun yang terlihat hanya kesungguha dan tekad yang sudah bulat yang seakan mengatakan bahwa bahkan tanpa izin dari Jaka sekalipun, Jake pasti akan masuk Islam.
"Jumat." putus Jaka. "Papa antar kamu ke masjid."
Kelegaan membanjiri dada Jake, membuat matanya nampak berkaca-kaca.
"Sebelum hari Jumat, mami sudah harus tahu tentang ini. Papa gak peduli gimana caranya kamu minta izin ke mami."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jaka beranjak dari duduknya, meninggalkan Jake yang duduk sendirian di sana. Jaka bahkan tidak singgah duduk bersama ketiga anaknya yang lain dan Rosa yang ada di ruang keluarga, ia langsung naik ke lantai dua rumah menuju ruang kerjanya.
Sementara Jaka mendinginkan kepala disana, Jake berjalan menghampiri Rosa, bersiap untuk meminta izin.
•••
Tbc.
Wah, wah, wah, wah.
Pertama kalinya ye, si papa Jaka serius, biasanya kan anteng aja gitu.
Btw, maaaaaaaaaap banget besti aku gak updet. Tau gak kenapa SLTS sama DKB lambat updet? Soalnya aku lagi ngerjain projek lain😆😆.
Projek itu bernama City of Swan, dan genrenya adalah Romance-Mature. (Tenang, aman, aku bukan underage) Di COS, ceritanya gak lawak kayak disini yah, itu tuu serius bin serius.
Jadi gitu, satu lagi, aku gak bikin note apa di chapter 12, kusatuin disini semua.
Dan seperti biasa besti, maafkan typoku dan jangan lupa parkir biar makin sayang sama cerita ini.
See next chpter, lot of luv.
Bestimu.
💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Keluarga Bahagia
FanfictionMenurut google, keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan dengan ikatan perkawinan, darah atau adopsi dalam lingkup rumah tangga yang saling berinteraksi dengan posisi sosial yang jelas. kalau menurut kamu, keluarga itu apa? #picbypinterest #...