Ahra pernah bermimpi hal mustahil dalam angannya, keterpurukannya di usia muda membuatnya menjadi gadis pintar dengan kepribadian yang tak terduga. Julukannya saat masih di bangku sekolah adalah gadis gila. Ahra tidak tahu julukan itu datang dari mana tapi yang pasti ia tak gila hanya karena kesepian, ia hanya membutuhkan seorang teman.
Sulit beradaptasi di lingkungan yang selalu memaksanya untuk membaur padahal kenyataannya orang tuanya terus memasukkannya di sekolah yang berbeda-beda.
Tak punya kawan tak punya kenangan, Ahra tak pernah peduli tentang hal itu memang tapi senyum dari uluran tangan Baekhyun kala itu mengubahnya. Memberi energi baru dalam hidupnya yang gelap menjadi terang dengan perlahan.
Tatapan hangat, senyum yang menawan, suara merdu yang terus terngiang di telinganya, semua itu adalah satu-satunya kenangan indah yang Ahra punya.
"Ayo kita bercerai. ---aku tidak ingin menyakitimu lebih jauh. Kita akhiri saja pernikahan kita seperti apa yang kau inginkan."
Ahra diam, mulutnya membisu seketika. Harapan yang membawanya untuk berpisah ternyata justru menyakiti hatinya teramat parah. Tak menyangka akan sesakit ini untuk Ahra rasakan. Dadanya begitu sesak sulit untuk bernafas, rasa mualnya pun bergejolak ingin muntah saat ini juga.
Berlari meninggalkan Baekhyun di ruang ganti, Ahra segera masuk ke dalam kamar mandinya memuntahkan seluruh isi perutnya kemudian.
"Kau sakit? Wajahmu pucat sayang." Ucap Baekhyun ikut panik menatap kondisi istrinya itu dari pantulan cermin di hadapan mereka.
Ahra ingin menjawab tapi raganya tak mampu membuatnya bersuara, bahkan ketika Baekhyun itu berkata pun pendengerannya tak terlalu jelas mendengarnya. Matanya yang sayu dan pucatnya wajahnya dari pantulan cermin di hadapannya sungguh memperlihatkan betapa kacaunya kondisinya sekarang.
Menoleh menatap Baekhyun bermaksud menyuruh pria itu mengambilkan obatnya dalam tas justru kesadarannya perlahan menghilang dan jatuh di pelukan Baekhyun tepat dengan sigapnya suaminya itu menahan tubuh sang istri yang pingsan tak sadarkan diri.
"Ahra!! Byun Ahra!! Sayang!!" Panggilnya panik.
****
Nari melepas bibir tipisnya yang terpoles lipstik berwarna merahnya itu dengan terpaksa lalu mengusap bibirnya sebentar memperbaiki diri. Kalungan tangannya pada leher jenjang Sehun masih ia letakkan di sana sambil sesekali memainkan rambut belakang pria Oh itu dengan manja.
"Kau tidak fokus denganku malam ini." Lirih Nari menebak situasi.
"Aku memikirkan Ahra." Jawab Sehun jujur.
Nari tersenyum berdecih mendekatkan dirinya lagi mempersempit jarak mengecup leher Sehun memberi tanda di sana lebih banyak lagi.
"Kau yang menahan diri tak mengatakan jujur tentang perasaanmu padanya. ----padahal kau punya banyak kesempatan." Sindirnya.
Sehun memejamkan matanya setengah menikmati dengan apa yang tengah wanita itu lakukan sekarang di atas pangkuannya namun tak menutup kebenaran bahwa pikirannya justru terus memikirkan Ahra saat ini.
"Bagaimanapun juga aku tidak berhak untuk menyatakan cinta pada Ahra, wanita itu masih milik pria lain."
Dengan perlahan Nari membuka matanya menggulirkan bola matanya dan menjauhkan diri dari tubuh Sehun, turun dari atas pangkuan kawannya itu kemudian mengambil gelas wine miliknya dan menegaknya hingga tandas.
Menghela nafasnya kasar lalu menoleh ke arah Sehun, "kau mau aku membantumu?"
Sehun diam, wajahnya terlihat serius dengan pancaran matanya yang menajam menatap ke arah luar jendela di hadapannya memikirkan banyak hal.