002

151 27 2
                                    

Selamat Membaca!

1778 words

Jeongwoo menoleh kearah jendela di sebelah kiri belakangnya, memperhatikan bagaimana matahari mulai naik dari arah timur.

Dia terus melihat kearah jendela walau matahari sudah naik dengan sedikit tinggi, dengan kedua tangan yang berusaha saling menghangatkan satu sama lain karena dinginnya AC Jeongwoo melamun.

Pikirannya penuh, sudah dua bulan berlalu tapi trauma yang di alaminya kala itu masih belum juga hilang.

Dia sudah melakukan terapi setiap hari dengan dokternya tetapi semua itu terasa tidak berarti.

Terapi terakhir yang di lakukannya adalah dua minggu yang lalu. Setiap terapi dia selalu bertingkah seolah trauma yang dimilikinya sudah hilang dan dia sudah baik-baik saja di depan dokter yang menanganinya maka dari itulah jangka waktu terapinya terbilang singkat.

Jeongwoo melakukan itu karena dia muak melihat wajah dokter dan juga suster yang terlihat mengasihani dirinya. Dia tidak ingin di kasihani, dia tidak butuh!

Lamunan Jeongwoo terputus kalah mendengar pintu ruangannya di buka dan melihat Haruto masuk dengan penampilan yang sudah rapi.

"Loh?" Bingung Haruto ketika membalikkan badannya dan melihat Jeongwoo duduk di brankar menatap ke arahnya, "Kok udah bangun? Ini masih jam 6 loh?" Haruto berjalan mendekat dan menaruh buah tangannya di atas lemari kayu kecil di sebelah brankar Jeongwoo.

Haruto hanya bisa maklum ketika sepupunya itu tidak menjawab pertanyaannya.

"Selamat pagi..." Haruto duduk di pinggir brankar Jeongwoo dan menatap kearahnya dalam dengan mata tajam miliknya.

"Iya."

"Gimana tidur kamu semalam?" Haruto membawa tangannya untuk mengelus rambut Jeongwoo yang tebal dan lembut.

Tangan Haruto merangkul bahu Jeongwoo lalu mendorong tubuh Jeongwoo sampai menempel ke tubuh miliknya.

"Tidur ya...kakak temenin." Haruto tersenyum dan mulai membaringkan tubuh Jeongwoo dengan dirinya yang memeluknya erat.

Jeongwoo tidak mengatakan apapun mengenai tindakan Haruto yang terbilang seenaknya tersebut, namun juga tidak menutup matanya seperti apa yang Haruto katakan.

"Je..." Ucap pelan Haruto melihat Jeongwoo yang tak juga menutup matanya walau sudah lewat sepuluh menit lebih.

"Aku bakal lihat ayah dan ibu kalau menutup mata," matanya menatap lurus kearah atap rumah sakit, "Aku ngga mau..." Lanjutnya lambat dengan suara serak.

Haruto menutup matanya menahan sakit yang tiba-tiba datang ketika mendengar suara Jeongwoo.

"Ada Haru, jangan takut.." dia mencium atas rambut Jeongwoo ringan, berharap sang pemilik tidak merasakannya.

Dia menarik Jeongwoo mendekat kearahnya sekali lagi dan menaruh kepalanya tepat di atas kepala Jeongwoo lembut.

"Tidurlah.." tangan Haruto yang bebas mengelus punggung Jeongwoo teratur dengan perlahan dengan harapan membuatnya sedikit rileks.

Hening setelahnya, Jeongwoo yang memang sudah tidak cerewet seperti dulu dan Haruto yang tidak banyak bicara membuat mereka mudah kehabisan topik.

Dulu Jeongwoo lah yang selalu mencari topik jika keduanya mengobrol santai dengan Haruto sebagai pendengar yang kadang menjawab seadanya.

Haruto menghela nafas lega ketika merasakan nafas Jeongwoo yang teratur di sekitar lehernya, menandakan jika dia sudah terlelap dalam gelapnya mimpi.

Tubuh Haruto masih tidak bergerak dari posisi semula, dia tetap di posisi yang sama selama setengah jam sebelum dia mulai melepaskan diri dari pelukan yang di mulainya.

𝙎𝙀𝙑𝙀𝙉𝙏𝙀𝙀𝙉 [ 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang