Bab 2

15.3K 487 28
                                    


Dulu saat kecil kehidupan Prilly benar-benar idaman setiap anak. Prilly lahir dan tumbuh ditengah keluarga yang begitu harmonis. Orang tua Prilly sangat menyayangi Prilly bahkan mereka sampai memutuskan untuk tidak lagi memiliki anak supaya kasih sayang mereka tidak terbagi.

Prilly benar-benar diratukan oleh kedua orang tuanya. Jadi tidak heran jika ramai dari teman-teman sebayanya yang selalu iri dengan kehidupan Prilly.

Namun seiring berjalannya waktu semua kebahagiaan itu sirna dalam sekejap. Tepat setelah pengambilan ijazah sekolah dasarnya Prilly harus menerima kenyataan pahit, kedua surganya pergi menghadap sang pencipta.

Dunia Prilly benar-benar runtuh kala itu. Bahkan gadis kecil itu nyaris dinyatakan gila karena kehilangan orang tuanya. Prilly sungguh tidak menyangka jika dirinya akan kehilangan orang tuanya secepat itu. Orang tua Prilly dinyatakan meninggal setelah mengalami kecelakaan tunggal saat ingin mendatangi sekolahnya.

Untungnya kala itu Prilly masih memiliki seorang nenek dari Ayahnya yang akhirnya merawat Prilly sampai ia berhasil meraih gelar sarjananya. Namun di tahun berikutnya ia kembali harus merasakan kehilangan orang terkasihnya.

Dan sekarang Prilly hidup sebatang kara meskipun kehidupan ekonominya lumayan baik tapi tetap saja ia merasakan kesepian dan ia selalu berharap Arlan melamar dirinya supaya ia tidak perlu lagi menangis ketakutan saat mati lampu karena takut sendirian.

"Kita langsung pulang Mas?" Tanya Prilly saat Arlan memanggil pelayan untuk meminta bill mereka.

Arlan menganggukkan kepalanya tanpa menatap Prilly. "Kamu nolak ke hotel kan? Ya sudah kita pulang." Jawab Arlan begitu acuh.

Prilly menghela nafasnya, Arlan memang selalu seperti ini jika keinginannya tidak dipenuhi. "Mas aku akan kasih semuanya untuk kamu tapi nanti setelah kita menikah." Prilly kembali mengulang alasan yang sama yang selalu ia berikan pada Arlan ketika kekasihnya itu mulai bertingkah seperti ini.

Arlan menoleh menatap Prilly dengan tatapan tajamnya. "Kamu pikir menikah itu gampang? Aku masih ingin mengejar gelar profesor ku Prilly!" Bentaknya yang membuat beberapa orang pengunjung menoleh kearah mereka.

Prilly berusaha untuk tetap tenang menghadapi Arlan yang seperti ini mengharuskan dirinya untuk terus bersikap sabar jika tidak permasalahan ini akan semakin runyam.

"Mas--"

"Ah sudahlah! Lama-lama muak juga aku sama tingkah kamu yang sok suci ini!" Arlan memotong perkataan Prilly lalu berbalik menghina gadis itu.

Kedua tangan Prilly sontak mengepal, Arlan sudah terlalu sering menghina dirinya seperti ini tapi ia selalu berusaha sabar. Sudah cukup Prilly kehilangan orang-orang terkasihnya dan ia tidak ingin kehilangan Arlan juga.

"Iya. Maafin aku ya Mas." Prilly memilih untuk mengalah daripada pertengkaran mereka membuat dirinya kehilangan Arlan. "Tapi perihal yang kamu minta aku tetap nggak bisa kasih ke kamu sebelum kita menikah." Tegas Prilly sekali lagi yang membuat Arlan semakin menatap Prilly penuh kebencian.

Tanpa mengatakan apa-apa Arlan segera beranjak dari kursinya dan meninggalkan Prilly sendirian. Senyuman miris Prilly kembali terbit saat mengingat betapa menyedihkannya dirinya saat ini.

Ini bukan kali pertama Arlan meninggalkan dirinya seperti ini. Dan lagi-lagi Prilly hanya bisa mengukir senyuman pedihnya. Sampai kapan ia akan seperti ini?

***

Dibelahan dunia lain terlihat seorang pria baru saja bangun dari tidurnya setelah semalaman ia bercinta habis-habisan dengan teman dekatnya.

"Kamu mau kemana Al?"

"Mandi."

"Kamu masih belum berubah juga ya?"

"Nggak ada yang bisa bikin gue berubah kalau lo keberatan dengan sikap gue lo bisa cabut dari sini." Tegas pria itu tanpa perasaan.

Wanita cantik yang bernama Alena itu tampak mendengus pelan namun ia tidak lagi mengeluarkan suaranya karena ia tahu jika ia kembali bersuara tidak menutup kemungkin Ali akan menendangnya keluar dari sini.

"Kamu bakalan lama disini?"

"Tergantung urusan gue kapan selesai." Ali berjalan menuju kamar mandi. "Aku ikut! Aku mau mandi bareng sama kamu." Teriak Alena sambil beranjak dari ranjang. Wanita itu bahkan tanpa malu berlari dalam keadaan telanjang menghampiri Ali yang sudah menghilang ke dalam kamar mandi.

Mereka memang sudah mengenal sejak lama. Perasaan Ali masih sama hanya menganggap Alena sebagai teman tidak lebih namun sayangnya Alena justru jatuh hati pada pria dingin itu.

Alena sempat mengira jika ia memberikan tubuhnya pada Ali maka lambat laun pria itu akan bertekuk lutut di kakinya namun sayangnya sampai saat ini Ali masih menganggap dirinya sebagai teman.

"Kamu beneran mandi?" Tanya Alena saat melihat Ali sama sekali tidak menyentuh dirinya.

"Gue buru-buru ada rapat." Jawab Ali sambil membilas tubuhnya yang sudah dipenuhi busa sabun. Sebagai pria sejati Ali memiliki gairah dan nafsu yang tinggi namun entah kenapa sampai saat ini belum ada perempuan yang bisa membuatnya bergairah sepenuhnya.

Bahkan bersama Alena ia tidak benar-benar merasakan kepuasan. Aneh. Ali benar-benar merasa aneh pada dirinya sendiri.

Alena berusaha menggoda Ali namun sayangnya pria itu benar-benar menolak pesona dirinya. Ali sedikitpun tidak menyentuh dirinya bahkan melarang Alena menyentuh tubuhnya.

"Mandi dan segera keluar dari sini Alena sebelum gue benar-benar kehilangan kesabaran." Peringat Ali ketika Alena terus merayu dirinya.

Dengan wajah cemberut Alena menghentikan aksinya. Lebih baik ia menuruti perkataan pria ini daripada Ali menendang dirinya keluar dari penginapan pria ini.

"Nanti malam aku tunggu kamu disini." Ali hanya diam saja ia tidak menyanggupi karena dirinya berencana kembali ke negaranya nanti malam. Entah kenapa ia merasa akan terjadi sesuatu di negaranya.

"Hm." Jawab Ali tak serius. Ia tentu tidak akan membiarkan Alena tahu rencananya jika wanita ini tahu Alena pasti akan merengek padanya.

Setelah Alena keluar dari kamar mandi barulah Ali membuka matanya. Tatapan pria itu tampak tenang namun tajam, garis wajahnya yang begitu tampan serta bentuk tubuh yang tegap dan gagah membuat Ali benar-benar terlihat sempurna. Jangan lupakan beberapa tato yang sengaja ia buat dibeberapa bagian tubuhnya membuat dirinya terlihat semakin 'panas' hingga tak jarang banyak wanita yang secara suka rela bersedia ia tiduri namun sayangnya Ali terlalu pemilih dalam hal itu.

Alena saja harus menunggu cukup lama untuk bisa naik ke ranjang pria itu bahkan setelah berkali-kali mereka melakukan hubungan bersama posisi Alena tetap begitu jauh dari pria ini. Ali sama sekali tidak membiarkan Alena memasuki ranah pribadinya sehingga keduanya terlihat begitu asing mereka hanya dekat ketika berbagi nikmat.

Air yang keluar dari shower membasahi seluruh tubuh Ali. Pria itu tampak diam dibawah guyuran air, entah berapa lama pria itu akan berada disana yang pasti tidak akan ada yang berani menganggu mafia berhati kejam itu.

******

Married With MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang